(7). ditarik kembali

40 9 2
                                    

Gadis berambut hitam sepunggung menggunakan seragam putih abu-abu yang dibalut sweater berwarna kuning itu mencak-mencak sambil sesekali berdecak kesal di kamarnya. Terdengar suara wanita memanggilnya dari bawah untuk segera turun.

Kinan turun tergesa-gesa sambil memegang buku berwarna hitam yang di tengah-tengah buku tersebut tertulis "Punya keponakannya Einstein"

"Kenan masih di atas, Ki?"

"Masih ngorok dia, Ma." sahut Kinan dengan satu tangan mengambil roti yang sudah diolesi selai coklat dan satu tangan lainnya membuka halaman buku hitam yang dibawanya dari kamar.

"Kok nggak sekalian kamu bangunin, sih?"

"Kinan tuh belum belajar, Ma. Jam pertama ada ulangan IPA Fisika, mana sempet ngebangunin Kenan."

"Kok bisa belum belajar?"

Gadis itu nyengir melihat Mamanya melipat tangan menatapnya, "Aku lupa kalau besok ada ulangan IPA. Inget pun gara-gara tadi aku buka grup kelas di WhatsApp."

Lala hanya menggelengkan kepalanya melihat anak bungsunya yang ceroboh, kemudian naik ke lantai atas untuk membangunkan Kenan. Sedangkan Kinan masih dengan kegiatan mengunyah roti sambil tangan kirinya membuka halaman demi halaman catatan yang dia khususkan untuk mencatat pelajaran IPA Fisika.

"Astaghfirullah!" terdengar suara Kenan dari tangga, berjalan turun menuju meja makan bergabung bersama Kinan. Kinan hanya melirik sebentar kemudian matanya kembali terfokus pada buku hitam dihadapannya.

Lula yang berada di belakang Kenan mengernyitkan dahi. "Kenapa kamu?"

"Ma, kayaknya aku masih mimpi."

"Hah?"

Kenan menoleh dramatis ke arah Ibunya. "Masa aku liat Kinan pegang buku?"

Mendengar namanya disebut, Kinan langsung melirik sebal kearah kembarannya yang sekarang masih mempertahankan ekspresi dramatisnya.

"Jangan gangguin adek dulu, dia lagi belajar." Lula menarik pipi Kenan pelan membuat pemilik pipi meringis pelan. Kenan berjalan menarik kursi di depan Kinan dan mendudukinya.

"Bocil, motor lo masih di service?" Kenan sudah duduk manis di kursinya, tangan kanannya mengambil roti yang sudah diolesi selai kacang oleh Mamanya.

"Masih. Gue bareng lo, ya."

"Hm, boleh tidak ya."

Kontan Kinan menoleh mendengar jawaban tengil Kenan. "Pagi-pagi jangan ngajakin perang, deh."

"Ada bayarannya, kan?"

"Heh, kutil kuda! Sejak kapan nebeng lo harus bayar?"

"Semua di dunia ini sekarang pakai duid, Adikku," jawab Kenan menampilkan senyum miringnya.

"Matre lo!"

"Emang cuma cewek yang bisa matre? Cowok juga bisa."

°°°

Bel istirahat berbunyi dengan keras pada pukul sembilan lebih lima belas menit. Membuat siswa SMA Harbang berbondong-bondong keluar dari kelas. Tidak terkecuali Kenan, Raina, dan Mala.

"Bisa-bisanya Bu Ester ngasih soal kayak gitu. Gimana ya kalau gue remed? Lah, males banget gue, pasti remednya waktu pulang sekolah."

"Enggak lah. Lo gabakal remed," gadis berkuncir kuda—Raina—menyahut sambil membalas sapaan dari orang-orang yang mengenal Raina.

Kinan melotot, ingin membalas namun terhenti karena matanya menangkap seorang laki-laki berambut hitam berlari kearah mereka bertiga.

Si laki-laki berseru cukup keras hingga membuat orang-orang disekitarnya menoleh. "Kinan!" 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 07, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LAKUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang