Wattpad Original
Ini bab cerita gratis terakhir

[5]

17.6K 1.2K 34
                                    

Chapter Five

"Eng ... kita sudah sampai?" Aku mengikuti Tamara yang turun dari beruangnya, menatap sekeliling.

Dan coba tebak apa yang aku dapatkan!

Yup, tidak ada apapun. Hanya pohon-pohon rindang dan semak belukar persis seperti tadi. Yah, kecuali kalau pohon besar yang menarik perhatian itu termasuk.

Tamara berjalan setelah berkata sesuatu kepada beruangnya untuk tidak pergi ke mana-mana, kemudian ia mendekati pohon itu yang dedaunannya bergerak ke sana kemari saat angin meniup kencang. Aku sih, mengikutinya saja dari belakang. Daripada tersesat sendirian, kan?

Aku menyapukan pandangan ke sekitar lagi. Dan mendapatkan rusa yang melihatku malu-malu di balik pohon lainnya. Melihat rusa itu membuatku segera menjumput rumput, dan menyerahkan tangan agar ia mau mendekat.

"Hei, sini!" panggilku.

Awalnya malu-malu, tapi lama-kelamaan rusa itu benar-benar menghampiri. Aku tersenyum lebar karena biasanya tidak ada hewan yang mau mendekatiku, kecuali nyamuk. Kemudian rumputnya aku jatuhkan dengan asal, toh ternyata dia tidak mau memakannya.

Aku tertawa geli. "Rusa ini lucu. Bukankah biasanya mereka selalu menghindar dari manusia?" tanyaku sambil mengelus kepalanya dengan lembut.

Tamara berhenti meneliti Pohon-Menarik-Perhatian itu dan berbalik, berjalan mendekat ke arah kami. Kemudian ikut mengelus tubuh rusa dan mengucapkan sesuatu. "Dia ingin menyampaikan pesan padamu."

"Pesan?"

Tamara menatapku dengan serius kemudian mengangguk. "Iya, pesan. Katanya, hanya orang-orang tertentu yang bisa menerima pesan. Ah, sayang sekali aku tidak punya kemampuan itu."

Aku mengernyitkan dahi dan menatap wajah rusa itu sekali lagi. Sama saja. Seperti rusa-rusa pada umumnya. "Dari mana kau tahu kalau dia ingin menyampaikan pesan?"

"Matanya berkaca-kaca."

Aku langsung menatap rusa itu dengan serius, karena yang aku lihat, mata rusa itu hanya memantulkan diriku yang sedang bingung. Omong-omong, matanya bulat berwarna hitam. Dan aku tidak bisa melihat dengan jelas kalau dia berkaca-kaca. Memangnya aku yang buta ekspresi atau apa?

"TUNGGU!"

Lengkingan suara tersebut sukses membuat rusa itu kaget dan melesat ke pohon-pohon rapat. Astaga, padahal aku belum memperhatikannya dengan lamat-lamat.

Oh, iya! Kita melupakan sesuatu! Masih ada manusia langka yang ikut dalam perjalanan ini. Aku berbalik badan lalu tertawa ketika menatap Cindy dari ujung rambut hingga ujung kaki, rupanya selama ini ia mengganti pakaian. "Kau mengganti pakaian di tengah hutan?" Itu bukan pertanyaan, lebih seperti ejekan karena wajah Cindy yang mendadak cemberut.

"Pakaianku robek karena naik daun pisang. Beruang itu larinya cepat sekali! Kalian tidak tahu saja ada batu besar dan kerikil-kerikil di jalan. Bahkan aku nyaris jatuh dibuatnya!" ujar gadis itu bersungut-sungut.

Aku terbahak-bahak sembari memegang perut. Gagal membayangkan ekspresi Cindy naik daun pisang sambil memegang bulu beruang dari belakang. Untung saja tangannya tidak lepas dari bulu itu atau bulunya tidak rontok karena pegangannya. Atau ... memang bulu beruang Tamara yang terlalu kuat? Sampai bisa menarik Cindy beserta daun pisangnya. Ah, entahlah.

"Aku tidak akan mau lagi naik daun pisang itu seumur hidup!" sumpah Cindy sambil bergidik ngeri.

Tamara yang ternyata sudah kembali lagi ke Pohon-Menarik-Perhatian itu, akhirnya mengibaskan tangan untuk memutuskan percakapan kami. "Ah, sudahlah. Ayo ikut aku!"

Tamara berjalan paling depan memimpin, sedangkan aku dengan Cindy berjalan beriringan sambil cekikikan. Ralat. Hanya aku yang cekikikan. Cindy masih setia dengan ekspresinya. Yah, kalau bukan cemberut, mau apa lagi? Sesekali gadis itu menendang kerikil di sekitar kakinya. Mungkin kesal karena pakaian pemberian pamannya rusak. Kalau harganya tidak wah, buat apa Cindy kesal?

"Perjalanan ini baru saja dimulai dan kau sudah ketiban sial, apa lagi nanti?" ujarku sambil mengatupkan mulut, jelas-jelas menahan tawa.

"Sekali lagi kau tertawa, aku tidak akan tega memberimu bogem mentah!"

Aku berdiri tegak menghadap ke depan sambil mengatupkan mulut rapat-rapat. Tidak mau berurusan lebih kalau dia sudah ingin menggunakan jurusnya. Informasi penting, Cindy anak bela diri. Ketika ia mulai mengamuk, lebih baik kau diam atau kalau tidak, kau harus berurusan dengan jurus-jurus gadis itu—yang bisa membuatmu babak belur sampai besok pagi.

"Apa ini?" tanya Cindy sambil memandangnya dari atas sampai bawah.

Aku memutar bola mata. Tidak perlu basa-basi, anak kecil juga tahu kalau ini pohon.

Tepat! Pohon besar tadi yang aku maksud atau sebutannya, Pohon-Menarik-Perhatian. Maka aku berjalan mengitari, memperhatikan dengan teliti siapa tahu ada pintu tersembunyi seperti di dalam film-film. Tapi, hasilnya nihil. Sama sekali tidak ada pintu tersembunyi di balik pohon ini.

"Jadi, bagaimana?" tanyaku menatap wajah Tamara yang ikut mencari sesuatu.

Tamara berhenti mencari dan menekan sesuatu yang-entah-apa-itu. Kemudian yang dia dapatkan justru tangga manual rahasia menuju puncak pohon.

"Apa yang kalian tunggu? Cepat naik! Biar aku yang terakhir."

Jangan bilang tangga ini satu-satunya jalan menuju tempat mereka. Eh, memang ada apa di atas sana?

"Tapi ... aku takut ketinggian." Nyaliku selalu menciut bila melihat tangga. Baru melihat saja sudah menciut apa lagi menaikinya? Bisa-bisa hilang nanti.

Tamara menggeleng pelan. "Tenang saja, kau tidak akan bisa melihat ke bawah. Alat ini sudah didesain sedemikian rupa agar orang-orang sepertimu tidak takut menaiki tangga."

Hah? Bagaimana bisa?

Memang didesain dengan apa? Sihir?

Ah, sudahlah. Tidak perlu ambil pusing. Jadi aku menghela napas lega. Setidaknya ini kabar baik. Yah, kabar baik karena aku tidak diberi alternatif lain yang aneh-aneh, seperti Cindy dengan daun pisangnya.

Apakah desain tangga ini bisa dibilang teknologi? Kalau iya, berarti tangga yang bisa memberi sugesti kepada penggunanya ini pasti teknologi canggih! Bahkan di Bumi, yang sudah menginjak di abad 22, tangga seperti ini belum ada.

Omong-omong tentang Bumi, aku jadi teringat ulangan semester yang akan datang beberapa hari lagi. Yah, aku cuma bertanya-tanya, apakah kami masih bisa kembali? []

icon lock

Tunjukkan dukunganmu kepada Fai, dan lanjutkan membaca cerita ini

oleh Fai
@faizahekaa
Percobaan mesin waktu yang berawal dari iseng membuat Vene dan Cindy...
Beli bab baru cerita atau seluruh cerita. Yang mana pun itu, Koinmu untuk cerita yang kamu sukai dapat mendukung penulis secara finansial.

Cerita ini memiliki 26 bab yang tersisa

Lihat bagaimana Koin mendukung penulis favoritmu seperti @faizahekaa.
Rewinds ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang