Bagian 5

126 5 0
                                    

"Rae, Hwang Mirae..."

"Hng?" aku membuka kedua mataku kala telingaku menangkap suara berat yang melafalkan namaku. Kim Mingyu, lelaki itu tengah merapikan sofa tempatnya bermalam. Bahkan bukan hanya itu. Pakaian-pakaianku yang kubiarkan berserakan di lantai tak luput dari tangan besarnya. Tak kusangka preman ini serajin itu.

"Hei, Gyu." Aku mengusap salah satu mataku yang gatal. "Kenapa kamu nggak bilang kalau kamu jago urusan rumah tangga? Tahu begini, kan, aku nggak perlu punya pembantu banyak-banyak." Gerutuku seraya memasang raut kesal. "Kalau gitu, ranjangku sekalian, ya. Aku malas banget gerak."

"Dua ratus dolar." Ia menyeringai. "Dua ratus dolar untuk setiap tempat yang gue sentuh. Deal?"

Aku tersenyum miring mendengar tawarannya. "Deal. Mau kamu kenakan satu juta dolar setiap tempat pun bukan masalah untukku. Aku punya banyak uang." Aku bangkit dari posisiku kemudian menyambar handukku dan langsung melengang masuk ke dalam kamar mandi. "Jangan berani-beraninya menyentuh tempat yang satu ini atau kamu akan langsung kuusir!" teriakku dari dalam.

"Gue juga nggak minat ngelihat badan cewek yang masih bocah." Mingyu tertawa. "Kecuali ada beberapa bagian yang sama dengan bagian cewek umur tujuh belas baru gue berminat untuk nonton."

Sialan. Preman jebolan club memang mesumnya nggak bisa dikontrol. "Bagus kalau gitu. Sekarang bersihkan seluruh sudut kamarku dan satu juta dolar akan langsung masuk ke rekeningmu." Aku menyalakan shower kemudian membasuh diri di bawahnya.

"Lo ngeledek gue? Gue nggak punya rekening." Ujarnya bersamaan dengan suara vacuum cleaner yang tertangkap di telingaku. "Kecuali lo berbaik hati ngebuatin gue rekening di bank..."

"Setelah kamarku beres." Sambarku cepat. "Aku bakal buatin apapun yang kamu butuhkan. Nggak usah ngomong dengan nada memprihatinkan begitu. Tanpa meminta pun aku udah kasihan sama kamu." Seruku kemudian dengan tawa yang tak bisa kukontrol lagi. Usai menyudahi acara membersihkan diri, aku keluar dari kamar mandi dalam keadaan berbalut handuk tanpa sehelai kain pun di dalamnya. Bodo amat. Preman itu bilang takkan nafsu melihat tubuhku, kan? Kalau begitu aku bebas berbuat apa saja di depannya.

"Heh, lo gila?" Mingyu memergokiku keluar dalam kondisi tidak sopan. "Lo nggak mikir gue bisa berbuat apa aja kalau lo make handuk sialan itu?" ia menghentikan acara bersih-bersihnya.

"Well, kamu bilang sendiri nggak minat sama badan bocah makanya aku keluar ginian aja." Sahutku cuek. "Toh, kalau kamu berani macam-macam, wajah tampanmu akan langsung babak belur digebukin bodyguard-ku." Aku membuka lemari putihku seraya memilah pakaian yang akan kugunakan hari ini. Sebaiknya tidak terlalu girly, ya. Kalau terlalu girly aku takkan pantas bersanding dengan lelaki yang kini tengah membersihkan kamarku itu.

Setelah menimbang cukup lama, akhirnya kuputuskan untuk mengenakan sebuah kemeja merah dengan celana jeans pendek dan sepatu kets untuk alasnya. Kalau begini aku tak terlalu terlihat seperti konglomerat, kan?

"Bagus." Suara berat di telingaku membuatku menoleh. Mingyu telah berdiri di belakangku dengan tangan yang melingkar di pinggangku. Sialan, posisi macam apa ini? Apa dia berbohong ketika bilang bahwa dia nggak nafsu dengan tubuh gadis seumuranku?

"Holy crap." Seringai tipisnya membuatku membeku. Aku tak tahu mengapa tiba-tiba tubuhku tak mau bergerak sesuai kehendakku tapi sebetulnya aku tak mau diam sama sekali. Salah satu tangan Mingyu mengunci kedua pergelangan tanganku, sementara tangan lainnya bergerilya mencari ikatan handuk yang kukenakan. Aku sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya tapi rasanya seperti aku tak bisa bergerak di bawah belenggu lelaki ini!

"Gyu, jangan bilang kamu..." ucapanku terhenti setelah handuk yang membelit tubuhku lolos begitu saja ke lantai. "Gue apa? Gue udah ngelakuin." Bisiknya dengan suara beratnya yang khas. "Lo pikir mau keluar pakai celana kayak gitu? Lo mau mancing cowok lain pakai celana kayak gitu? Gak, gue gak bakal izinin." Ia memutar tubuhku sehingga kini wajah kami saling berhadapan. Aku tak bisa menyembunyikan semburat merah di pipiku karena kini tubuhku terekspos begitu saja di hadapan lelaki yang baru kukenal sehari ini. Fuck.

"Heh, Hwang Mirae..." Mingyu membungkuk, menyejajarkan tingginya denganku. Mendadak kurasakan nafasnya menerpa kulit leherku. "Sebetulnya gue nggak mau ngelakuin ini, tapi lo udah mancing amarah gue dengan make celana tanpa bahan kayak gitu." Kedua mataku terpejam pasrah. "Bilang ke gue kalau lo bakal ganti baju yang lo pakai atau gue bisa berbuat lebih dari ini."

"I-iya..." jawabku gugup. "Aku nggak make celana itu, swear... lagian, kita kan mau jalan. Kupikir aku harus nyesuaiin penampilanku denganmu, nggak ada maksud apa-apa, kok." Demi segala makhluk di dunia ini, aku takut banget.

"Bagus." Ia mengusap pelan rambutku. "Lo nggak perlu nyesuaiin diri sama gue, be yourself." Ia meninggalkanku dalam keadaan telanjang bulat. Sialan. Setelah membuat jantungku hampir berhenti ia tak mau bertanggung jawab sama sekali? Ingin kulempar tubuhnya dari London Bridge rasanya.

"Gyu." Panggilku seraya berpakaian. "Kamu nggak benar-benar mau menyerangku kan kalau aku make celana pendek itu?"

"Kata siapa?" ia kembali mendekat. "Gue nggak main-main sama ucapan gue. Lagian gue udah ngelihat tubuh lo kayak apa. Hahaha." Ia tertawa puas. "Kalau lo beneran make, gue bisa ngebuat lo nggak berdaya di ranjang pulang nanti. Mau?"

Mendengar tawaran ini mendadak sekujur tubuhku merinding. "Big no. Makasih, Kim Mingyu." Aku menutup lemariku kemudian duduk di tepi ranjang. "Udah selesai kan bersih-bersihnya? Cepetan ganti baju, aku males nunggu kamu lama-lama." Aku melirik arloji yang melingkar di pergelangan tanganku. Sudah pukul sembilan rupanya. Aku membuat to do list di memo ponselku sekedar sebagai pengingat dan perencana apa yang akan kulakukan seharian penuh bersama Mingyu. Tanganku berhenti mengetik usai tangan besar lelaki itu menggenggamnya dan menariknya.

"Ayo." Aku bangkit dari posisiku. "Kamu bisa naik mobil? Kalau iya bawa mobilku." Sebuah kunci Mercedes lolos ke tangannya. "Nggak usah protes. Suatu saat nanti kamu akan mendapatkan mobilmu sendiri dengan catatan nggak boleh berkendara ke manapun tanpa seizinku." Aku tersenyum.

Lelaki itu menghela nafas panjang. "Iya, iya. Gue juga tau diri, kali." Ia menyambar mantel hitamnya kemudian mengenakannya. "Terus gimana caranya gue keluar, putri cerewet?"

"Lewat sini." Aku menekan tombol yang terletak tepat di sisi ranjangku. Sebuah pintu rahasia terbuka setelahnya. Pintu itu terletak tepat di dekat ranjang dan terkover dinding, jadi bagi yang nggak jeli pasti nggak akan menyadarinya. Pintu itu menuju ke ruangan bawah tanah yang langsung tersambung ke garasi. Ayah membuatkan pintu itu untukku karena dulu aku senang bermain petak umpet. Jadi, kau tahulah, di sana adalah tempat persembunyian yang terbaik.

"Gue nggak tau harus takjub atau apa. Gue pikir yang beginian cuma ada di film action." Wajahnya tampak biasa saja namun jelas di baliknya ia amat terkejut. "Pintu itu buat nyelundupin cowok yang kabur?"

"Sialan." Aku menjitak kepalanya lagi. "Udah kubilang aku anak baik-baik. Cowok yang aku bawa ke kamar cuma kamu dan nggak ada lagi setelahnya." Aku memimpin jalan menuruni tangga di balik pintu. Ia mengekoriku. Setelah aku yakin pintunya sudah terkunci, aku melanjutkan langkahku sampai ke ruang bawah tanah. Aku sudah hafal seluk-beluk ruangan ini jadi nggak butuh senter atau apapun untuk mencapai garasi. Mercedes hitamku terparkir rapi di sana. Tinggal memanggil sang pemegang kunci dan kami akan segera pergi dari sini.

"Lo nggak akan marah kalau gue bawa ngebut mobil ini, kan?" tanya Mingyu diselingi kekehan kecil. "Lo juga nggak akan marah kalau mobil ini nabrak sesuatu, kan?" ia memutar kunci dan mobil itu melaju kencang.

"Nggak. Kalau mobil bisa beli lagi, kalau kamu nggak ada duplikatnya." Aku menoyor lengannya seraya tertawa. "Maaf ya aku udah kurang ajar karena bicara seenak jidat sama orang yang lebih tua."

"Gakpapa." Mingyu mengusap rambutku lagi. "Gue pun nggak terlalu masalah sama perbedaan usia. Selama lo bisa jadi partner yang baik, mau lo goblok-goblokin gue juga gakpapa karena nyatanya emang gitu kan?" ia menarik rem mobil kemudian berhenti tepat di depan bank. "Jangan lupa satu juta dolar."

"Iya." Aku mencubit lengannya karena kesal. "Mau minta dua juta dolar juga boleh. Gak usah nodong seakan kamu itu rampok, kenapa." Aku turun dari mobil dan berdiri di depan bank. Lelaki ini memarkirkan mobilnya di tempat kosong kemudian mengikutiku turun dari mobil.

Aku tak tahu bahwa hari ini adalah awal dari hari yang membuat hidupku tak sama lagi.

MY BOY IS A "CRIMINAL" [18+] : KIM MINGYUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang