Lima

11 1 1
                                    

Hawa panas menyeruak dari kuali raksasa di tengah gunung. Bukan, bukan kawah. Itu sungguh kuali raksasa milik seorang penyihir.

Tak satupun tahu nama asli wanita mengerikan itu. Mereka hanya menyebut "penyihir Doldrums-penyihir Doldrums".

Satu lagi yang tak kumengerti, tentang kawah. Mereka selalu menyebut liang mendidih itu sebagai kawah. Tidak ada orang yang pernah tahu jika itu hanya tempat pencampuran ramuan-ramuan berbau busuk, kecuali si penyihir tentunya.

Liang mendidih itu pernah menyemburkan cairan kemerahan yang kental keluar menjalari hutan-hutan. Dan mereka mengira jika gunung itu telah meletus, membunuh si penyihir yang berada di dalamnya.

Mereka merasa bahagia sekaligus gelisah.

Di satu sisi mereka berpikir si penyihir telah mati terbakar letusan gunung Doldrums. Di sisi lain mereka kebingungan tentang cara menyelamatkan hutan karena cairan merah kental yang menyala dan berbau busuk itu membakar apa saja yang mereka temui.

Itu sudah sangat lama terjadi.

Tapi kurasa itu masih melekat di hati dan ingatan mereka. Menyebabkan rasa takut yang luar biasa, serta trauma tentunya.

Tapi siapakah "mereka"?

Mereka adalah para penghuni hutan. Hutan di sekitar kawah Doldrums.

Seingat para tetua, semua penghuni hutan itu pindah ke berbagai penjuru dunia. Dan hutan itu telah ditinggali sekawanan elf.

Bukan tempat tinggal Lunar. Tapi tempat tinggal para elf hitam. Mereka jahat, licik. Ada beberapa dari mereka yang lebih kejam dari iblis.

...

"Kami sangat berterimakasih kepada Anda, Yang Mulia." Seluruh goblin kembali bersujud. Dan tentunya Lunar tidak menyukainya.

"Jangan terburu-buru," Lunar memetik sebuah apel merah dari ujung ranting sebuah pohon. Ia menggigitnya.

Semua orang menatap cemas. Lunar memang orang yang pemberani. Ia berani mencoba makanan beracun dan mengabaikan efeknya. Ia ingin memastikan jika tanaman di sini sudah benar-benar aman.

Satu... Dua... Tiga...

Tidak terjadi apa-apa. Semuanya bersorak gembira. Mengelu-elukan nama Lunar. "Sang dewa penyelamat" kata mereka.

Dong menatap kebingungan. Ia tidak tahu apa yang telah terjadi. Tentu saja, dia pingsan, bukan?

Tapi dengan patahnya sihir tersebut, semua sihir telah patah. Termasuk sihir Dong sehingga ia bisa kembali sadar seolah tidak terjadi apa-apa.

Robinpun mematahkan sihirnya sendiri pada goblin tiga. Jangan lupakan saat dia telah dibekukan Robin saat mau membunuh temannya sendiri!

Semua kembali seperti keadaan sedia kala.

Dan rombongan Robin kembali melanjutkan perjalanan.

Mereka berjalan melalui tanah berbatu yang cukup menyulitkan langkah. Entah berapa kali Glerk hampir jatuh terperosok.

"Kemana kita akan pergi selanjutnya? Apakah petanya masih ada?" Lunar menghentikan langkah untuk sekedar memastikan mereka berjalan ke arah yang benar.

"Biarkan aku saja yang membawa peta ini. Perjalanan tidak terlalu jauh, dan apa yang akan kita lakukan setelah menyelamatkan si naga? Kita tidak mungkin langsung pulang begitu saja kan?" Lunar memimpin perjalanan. Entah ada apa dengan pria itu, dia selalu tampak memiliki wibawa dan jiwa kepemimpinan yang menyeruak dari dalam dirinya.

Robin berdeham, "Jangan sombong dulu, belum tentu kita bisa pulang dengan selamat."

Glerk bergidik mendengar celotehan Robin. Mana mungkin ia tidak merasa cemas, dia hanya berani menyelundup di antara para manusia. Tapi mungkin itu juga disebut berani?

"Memangnya kau tidak mau pulang dengan selamat," cibir Lunar.

"Kalian ini ada-ada saja. Sudahlah, lebih baik berkonsentrasi pada langkah kalian. Lihat di depan! Ada kawah-kawah kecil yang menyemburkan uap panas." Ding memperingatkan.

Mereka berhenti sejenak karena tangan Lunar menghadang. Wajahnya tampak begitu serius dengan alis menukik.

"Gila!" Umpatnya terkejut. "Ini kawah belerang Penyihir Amber!"

"Apa maksudmu?" Ding mendelik.

"Tak masalah, aku hanya terkejut. Dia sahabatku dan Robin pasti juga pernah bertemu dengannya, benar?" Ia melirik Robin yamg tidak mengucapkan apa-apa.

"Apa dia penyihir yang cantik?" Tanya Dong setengah bergumam. Namun rupanya Robin tampak menarik ujung bibirnya hingga tampak senyuman tipis di sana, mungkin ada sesuatu diantara kedua penyihir tersebut yang belum terungkap.

Lunar memutar matanya jengah, kebodohan Dong begitu membosankan menurutnya. Dan sangat menghambat.

Robin kemudian diam. Tidak bersemangat untuk menjelaskan seperti biasanya sebab sesuatu mengganggu pikirannya.

Jalan masih begitu panjang dan tidak satupun yang bisa dilakukan kecuali berjalan. Dan terus berjalan.

























































a/n:
HOLA!! Apa kabar readers, i hope baik-baik aja ya.
Jadi saya minta maaf banget (banget banget banget), cerita ini sempet mati suri sampe tahunan dan untuk menebusnya saya janji bulan ini bakalan update lagi, Oke?  Saya bakalan usaha buat terus nulis meski sebenernya udah lupa cara nulis kisah fantasi, jangan ditiru sayang. :(

Stay tuned Kawan Robin-ku! Tunggu kami sampai di pertempuran sejati, ya!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 03, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Magic, Fairy, and HobbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang