Tiga

15 1 0
                                    

Suara siulan penjerang air berbunyi nyaring. Langkah kaki beberapa orang memenuhi permukaan lantai rumah Glerk. Hari menjelang pagi.

Ketiga kakak beradik itu tengah bersiap-siap untuk menyambut kembali kedatangan Robin. Mereka selesai mandi walau jam jamurnya masih menunjukkan pukul setengah lima. Hobbit tidak pernah terlambat, dan tidak menyukai keterlambatan.

Glerk mengemasi beberapa kaleng makanan untuk perbekalan karena perjalanan menuju Darka bukanlah perjalanan yang dekat.

Ding masih sibuk dengan air yang ia jerang. Ia menyiapkan teko teh dan mengisinya dengan daun teh kering yang ditambahkan bunga chamomile. Kemudian ia menyiramnya dengan air panas dari penjerang.

Dong? Kuharap kalian tidak bertanya soal hobbit terbodoh ini. Dia masih belum selesai mandi sejak setengah jam lalu. Dia bahkan lupa jika dia sedang mandi. Dia tertidur di bawah shower yang masih menyala kalau kalian ingin tahu.

Glerk menyudahi persiapannya setelah mendengar ketukan pintu. Dia berjalan tergesa dan membuka pintu bundar itu.

"Selamat datang kembali, Robin!" Teriaknya seandainya dia tak sadar siapa yang berdiri di depan pintu.

"Halo, senang bertemu Anda. Tapi bukan anda yang saya tunggu kedatangannya. Jadi maafkan saya." Glerk langsung menutup pintunya kasar setelah melihat seekor anak singa yang berdiri di depan pintunya.

"Hei, Tuan! Tapi saya membawa majikan saya," teriak singa kecil itu dengan auman ringannya.

Glerk tampak tidak mempedulikan singa itu dan terus berjalan menuju barang-barang perbekalan yang ia tinggalkan tadi.

Robin berdeham keras seolah meminta perhatian dari semua orang, "Apa kau tak mau tahu, kita akan menyelamatkan naga dari apa, Teman?" Ucapnya tanpa ada jawaban dari seorangpun.

"Hah, kalian seperti orang bodoh yang mau mengikuti permintaanku tanpa menanyakan apapun," sambungnya dengan tawa merendahkan.

Dia akhirnya masuk tanpa permisi dengan tubuh aslinya, tak perlu kuingatkan jika kemarin ia menyamar ya, Kawan.

Dia tampak masih muda meski sebenarnya terlampau tua. Kurang lebih sama seperti kemarin, hanya saja dia tampak lebih rupawan dengan wujud sebenarnya.

Ding memperlihatkan dirinya dan meletakkan seperangkat jamuan. "Kami percaya padamu, Tuan yang hebat. Jadi kami tidak peduli akan apa yang akan kami alami selama ada kau."

"Benarkah? Tapi aku peduli," Glerk menyela, ia keluar dari persembunyiannya dan duduk di kursi di hadapan si penyihir. "Jadi, apa yang akan kita alami dan beri tahu aku tentang naga itu!"

Robin tersenyum simpul, "Sudahlah, Glerk. Saudaramu tidak mau mendengarku, jadi aku tidak akan mengatakan apapun."

Glerk mengumpat kesal.

"Di mana si gembul?" Robin mengusap wajahnya.

"Dia sedang mandi," terang Ding singkat.

Dan detik berikutnya mereka bertiga terbelalak, "Dia ketiduran!"

Dan baiklah, Teman. Kita tahu apa yang selanjutnya terjadi.

...

Mereka telah berjalan melewati sebuah bukit. Ya, kita tahu jika mereka tidak memiliki peta sebagai penunjuk arah. Tapi tahukah, Teman? Kita salah.

Tentu saja Robin telah mempersiapkan segalanya dengan baik, terlampau baik sampai-sampai barang yang mereka bawa tidak tampak berat. Robin telah memasukkan barang-barang itu ke dalam peti ajaib yang bisa mengemas barang dengan jumlah tanpa batas. Peti itu hanya seukuran kotak nasi, mustahil? Ya, aku juga menganggapnya mustahil, Kawan.

The Magic, Fairy, and HobbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang