3. Sakit

20 1 0
                                    



"Kalo kata Bunda sih sakit itu penggugur dosa, kamu sering sakit pasti karena banyak dosanya Bul"

Adzan subuh adalah nyanyian indah bagi Ara untuk kembali tidur dengan selimut merah jambu kesukaannya, sedangkan bagi Bunda adzan subuh merupakan alarm untuk memulai aktivitas hariannya, bahkan Bunda kadang bangun sebelum adzan, diantara kebiasaannya yang lain Bunda tidak pernah lupa membangunkan Ara untuk Shalat subuh, sebagai seorang pengajar bunda sangat mengedepankan ajaran dini pada anak sematawayangnya, walaupun dalam semua usaha bunda hasil yang memuaskan masih bisa dihitung jari karna Ara adalah bagian yang paling malas dalam jajaran orang bangun pagi.

"Araaaa bangun shalat subuh dulu"

"Iya Bun Ara sudah bangun" Ara mengucapkannya dengan mata masih terpejam dalam selimut

"Terus shalatnya kapan?"

"Sebentar lagi"

Bunda menyerah untuk percobaan yag pertama, suatu kemajuan Ara sudah mau menjawab pertanyaan Bunda walau masih dalam selimut, Bunda melanjutkan aktivitasnya, lima menit setelahnya Bunda kembali menghampiri Ara dan Ara masih dengan jawaban yang sama juga posisi yang sama, Bunda kembali geleng-geleng kepala, sepuluh menit berselang dan Ara belum ada tanda-tanda bangun dari hibernatenya, Bunda kembali ke kamar Ara kali ini dengan gayung yang dipenuhi air ditangannya.

"Araaaa, banguuun" Bunda membuat gerimis di wajah Ara, dan Bunda lupa bahwa itu adalah kesukaan Ara

"Ara bangun, atau Bunda siram pakai air ini" Ara masih pada posisi semua hanya sedikit bergerak untuk melihat wajah cantik Bundanya.

"Jangan Bun, nanti Bunda juga yang capek jemur kasur, kan kalau Ara yang jemur mana sanggup angkat" tidak lupa ia menunjukkan senyum kancilnya, dan pada akhirnya Bunda menyerah pada percobaan ketiganya.

Dalam pikiran Ara ia punya alasan kuat kenapa ia tidak tidak sanggup bangun pagi hari ini, itu karna Bunda menyembunyikan pesawatnya tadi malam sehingga usaha Ara untuk menyalin PRnya Gembul gagal total dan ia harus membuatnya dari awal dengan pemikirannnya sendiri, bukannya Ara tidak pandai dalam pelajaran tapi ia agak lamban dalam hal hitung menghitung dan selebihnya ia malas.

Tiga puluh menit berselang Ara sudah duduk dimeja makan dengan wajah yang masih terkantuk- kantuk, Ara luluh dengan ancaman Bunda yang akan menyita selimut merah jambunya jika ia tidak segera bangun, di meja makan hanya ada Ara dan Bunda, tak banyak percakapan yang terjadi, hanya ada nasihat-nasihat bunda yang biasanya mengambang diudara karena telinga Ara menolak untuk menerimanya.

Suara seseorang memberikan salam menginterupsi sarapan mereka, Bunda bergegas membuka pintu.

"Siapa Bun?" tanya Ara penasaran pada tamu pertama hari ini

"Umminya Iqbal, mau nitip PR matematikanya Iqbal ke kamu"

"Terus Gembulnya kemana?"

"Dia izin datang, demam katanya, Bunda yakin pasti Iqbal sakit gara-gara kamu ajak main hujan kemarin"

"Kok Ara sih Bun, Gembulnya mau sendiri kok"

"Ya iyalah mau kalau dia nggak mau pasti kamu tinggalin dia sendiri kan"

Ara manyun, yang dituduhkan Bundanya tepat sekali.

"Ya udah ini bukunya, jangan lupa kasih guru kamu, ini amanah Umminya Iqbal, kalau kamu lalai kamu dosa lho Ra"

"Iya Bun, nanti Ara kumpulin PRnya"

Dalam hati Ara andai ia tau buku Iqbal akan bertandang dahulu kerumahnya tentunya ia tidak usah kerajinan semalam

Sahabat 10 LangkahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang