1- The Beginning

43 11 4
                                    

Kami sedang di perjalanan menuju satu pegunungan untuk berkemah.Aku yang masih berumur 7 tahun ini sangat senang berkemah. Kedua orang tuaku biasanya bekerja, jadi sangat sulit bagiku untuk memiliki waktu dengan kedua orang tuaku, jangankan berlibur seperti ini, mungkin aku baru bisa melihat mereka sekali dalam seminggu pada waktu-waktu biasa. Jadi ketika aku ditanya oleh mereka apa yang ingin aku lakukan selama liburan, aku mengatakan ingin berkemah.

Aku sedang duduk di kursi belakang mobil sambil menatap pepohonan dari kaca mobil. Tak banyak yang dipikirkan oleh anak lelaki berusia 7 tahun. Aku hanya diam dan melamun sampai lamunanku terbuyarkan oleh suara ibuku.

"Gian, kamu nanti mau membantu ayahmu membuat api unggun kan?" Tanya ibuku yang sedang duduk di kursi depan mobil sambil menengok sesekali ke arahku yang sedang duduk di kursi belakang mobil.

"Mau dong, bu, Gian malah bisa membuat api unggun itu dalam satu detik, karena Gian mempunyai kekuatan api!"seruku pada ibuku dengan bangganya.

Aku lihat ayahku tertawa dan menggelengkan kepalanya sembari menyetir.

"memangnya kau punya kekuatan itu Gian? anak kecil berumur 7 tahun seperti mu?"ledek ayahku dengan nada yang menyepelekan.

"AKU MEMPUNYAI BANYAK KEKUATAN AYAH, AYAH LIHAT SAJ-" aku tidak sempat menyelesaikan kalimatku karena kepalaku terbentur jok kursi depan yang diduduki oleh ibuku, ketika aku mencoba melihat ke sekelilingku, kaca mobil yang berada tepat di sampingku pecah dan beberapa pecahan itu mengenai tubuhku, tak lama setelah itu, aku tidak sadarkan diri.

gelap.

Itu yang aku rasakan, aku mendengar suara alat pendeteksi detak jantung. jari-jariku susah digerakkan, kelopak mataku terasa sangat berat, kepalaku sakit dan pusing. setelah beberapa saat aku mencoba membuka kelopak mataku yang terasa berat itu, akhirnya aku melihat cahaya tepat diatasku. Tidak lama setelah itu, aku mendengar suara perempuan dari sebelah kananku.

"ibu?" itu adalah kata pertama yang keluar dari mulutku. aku menoleh ke asal suara perempuan tadi dengan menahan rasa sakit kepalaku. betapa kecewanya aku ketika aku tidak melihat ibuku, melainkan seorang perempuan yang berpakaian layaknya suster di sebuah rumah sakit. Anehnya, ada sebuah angka diatas kepala perempuan itu, aku tak menggubrisnya karena aku terlalu pusing.

"tenang nak, tak usah pikirkan apa-apa dulu. berbaringlah." kata perempuan itu dengan lembutnya berusaha untuk menenangkan aku.

Tapi karena rasa gelisahku, tanpa kusadari aku mencoba untuk duduk, sambil melihat ke sekelilingku. Aku sadar bahwa aku sedang berada di sebuah rumah sakit, aku memegang jidatku yang sedang diperban oleh kain. Tangan kananku ditusuk oleh jarum dengan selang. Aku sedang memproses apa yang terjadi, dan akhirnya mengingat bahwa aku mengalami kecelakaan ketika sedang dalam perjalanan menuju kemah.

seketika hatiku langsung berdebar karena rasa gelisah dan takut.

"DIMANA IBU? AYAH? DIMANA MEREKA?"aku berteriak kepada perempuan itu sambil menangis karena ketakutan. perempuan itu mencoba menenangkanku dan menatapku dengan tatapan iba.

"dimana mereka?dimana kedua orangtuaku?"tanyaku dengan suara yang melemah. aku memegang tangan perempuan yang sedang berdiri disamping kasurku. perempuan itu membelai rambutku sambil mengusap air mataku.

"mereka sudah berada di tempat yang lebih indah."

"GIAN GEOVANNI!"

Suara yang sangat kencang itu membangunkan tidurku. Aku langsung terduduk dan melihat sahabatku yang sedang berdiri menatapku dengan kening yang mengkerut seakan akan khawatir kepadaku.

"Ah, maaf aku tertidur."aku meminta maaf kepada sahabatku. Aku melihat ke sekelilingku dan ingat kalau aku sedang berada di suatu kedai kopi yang berada di pusat perbelanjaan dekat rumahku.

"Mimpi apa kau sampai berkeringat dan bergumam tidak jelas seperti itu?" Tanya sahabatku sambil menarik kursi di depanku untuk didudukinya, ia menaruh dua gelas kopi yang sedari tadi ia pegang.

Mimpi? lebih tepatnya ingatanku yang terus aku mimpikan. Ingatan terakhir akan kedua orang tuaku.

Aku menghela napas dan mengusap wajahku dengan kedua tanganku, mencoba untuk membuat pikiranku lebih jernih.

"Tidak, aku hanya bermimpi buruk,Vin."Aku tersenyum kepada Vincent. Vincent meminum kopinya sambil menatapku dengan hening.

Ah iya, aku lupa menjelaskan.

Setelah kepergian orang tuaku, aku tinggal di rumah tanteku yang sekaligus menjadi waliku, tanteku adalah adik kandung dari ibuku. Biaya hidup? orang tuaku meninggalkan uang yang dapat aku pakai hingga 10 tahun mendatang nanti. Mungkin ini sebabnya orang tuaku bekerja sangat keras, agar aku tak perlu memikirkan tentang uang. Tapi untuk apa adanya uang kalau aku tidak punya banyak kenangan indah bersama orang tuaku saat kecil dulu bukan?

Aku sekarang adalah seorang lelaki yang berusia 18 tahun dan baru lulus sekolah menengah atas. Aku tidak memiliki banyak teman, bukan berarti aku anti sosial, aku hanya tidak memiliki motivasi untuk berteman. Aku hanya memiliki satu orang sahabat, yaitu orang di depanku ini yang bernama Vincent Alvaro.

Kau ingat kalau aku bisa melihat angka diatas kepala seorang perempuan ketika aku baru sadarkan diri di rumah sakit sehabis kecelakaan? ternyata itu bukan ilusiku saja. Setelah 11 tahun kecelakaan itu terjadi, aku menjalani kehidupanku, dan aku bisa melihat angka-angka seperti itu diatas kepala semua orang, dan beberapa tahun setelah kecelakaan itu, aku sadar bahwa itu adalah sisa waktu hidup orang-orang tersebut. Bagaimana aku bisa tahu?

8 tahun yang lalu

"Dimas! jangan lari terlalu cepat! aku tidak bisa mengikuti mu!" teriak ku pada teman sekelasku Dimas yang sedang berlari kedalam hutan kecil di dekat sekolahanku. Entah kenapa belakangan ini aku merasa gelisah ketika melihat Dimas. mungkin karena angka yang berada diatas kepalanya lebih sedikit ketimbang angka-angka orang lain yang pernah aku lihat.

"Ayo, kejar aku Gian!" Seru Dimas sambil berlari dengan cepatnya, aku melihat sosok Dimas sekejap hingga ia menghilang dari pandanganku karena larinya terlalu cepat.

00:00:00:00:00:10

itu adalah angka yang aku lihat diatas kepalanya tepat 10 detik sebelum aku mendengar sebuah jeritan dari arah Dimas pergi tadi. Dengan perasaan panik, aku langsung berlari dengan sangat kencang ke arah suara tadi dan ketika sampai di tempat itu, aku diam membatu sesaat karena terkejut melihat Dimas terbaring dengan lemas dan wajahnya pucat. Aku melihat ada bekas gigitan ular di kakinya.

Setelah terdiam beberala saat, aku langsung menggendong Dimas keluar dari hutan dekat sekolahanku itu, dan meminta tolong kepada orang yang aku temui di perjalanan.

Beberapa jam kemudian, aku mendapat kabar bahwa Dimas sudah meninggal.

Semenjak saat itu aku menyadari bahwa angka-angka itu adalah sisa waktu hidup seseorang. Angka itu menunjukan tahun, bulan, hari, jam, menit, detik kematian seseorang. Mungkin karena hal ini juga yang membuatku tak mau lagi berteman kecuali dengan Vincent, aku takut kehilangan orang-orang di dekatku.

Kau penasaran dengan angka yang ada diatas kepala Vincent?

62:07:13:11:45:32

Yang artinya, Vincent akan ada di dunia ini sampai 62 tahun, 7 bulan, 13 hari, 11 jam, 45 menit dan 32 detik yang akan datang.

Apakah aku bisa melihat sisa waktuku sendiri? Tidak.

Aku setiap hari melihat bayanganku di cermin dan air tetapi tidak bisa melihat satupun angka diatas kepalaku.

Aku bisa melihat sisa waktu semua orang, kecuali diriku.

Itu pikirku, sampai pada waktu aku pulang ke rumah dan melihat tetangga baruku.

Perempuan itu tidak memiliki angka-angka diatas kepalanya.

TIMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang