"Earlene tante, Earlene Dominica."
"Wah, cantik sekali namanya, sama seperti orangnya." puji tanteku yang sangat berlebihan itu. Aku pun mengernyit karena tidak terbiasa mendengar tanteku yang sering membentaku malah memuji-muji gadis di depanku ini.Ketika tahu mengernyit, Tanteku mencubit perutku yang tidak sixpack ini. Aku pun mendesis kesakitan.
Aku melihat perempuan didepanku yang bernama Earlene ini tertawa melihatku yang kesakitan. Matanya yang menjadi sipit karena tertawa, dan juga tawanya yang bisa membuat orang tersenyum terlihat begitu indah.
Mungkin kali ini aku bisa setuju dengan apa yang tanteku katakan.
Dia cantik
Ketika menyadari apa yang aku pikirkan, akupun merasa malu dan merasakan wajahku memerah. Karena malu, akupun langsung berpamitan.
"Eh, tante, Gian lagi ga enak badan, pulang dulu ya." Aku meminta izin kepada tanteku yang menatapku dengan khawatir.
"Kenapa wajahmu merah Gian? Kamu demam ya? ya sudah sana duluan, tante mau berbicara sebentar dengan Earlene." Rasa malu-ku pun bertambah karena tante membawa-bawa wajahku yang memerah ini, tak kuasa menahan lagi rasa malu akupun tersenyum kepada Earlene sebagai tanda pamit dan langsung berlari menuju arah rumahku.
Bodoh!
Bodoh!
Bodoh!
Apa kau tidak mempunyai harga diri sebagai lelaki? Kenapa terus berlari ketika berbicara dengannya?
Setelah dipikir-pikir lagi ketika bertemu dengannya, aku bahkan tidak berbicara. Hanya sebatas saling tegur sapa, dan juga insiden menampar-diri-sendiri itu.
Apa sebegitu menyedihkannya aku?
Akupun memasuki rumah dan langsung berlari ke kamarku.
Karena lelah berlari, aku merebahkan diri diatas kasurku.
1,2,3,4,5...
Aku menghitung berapa perempuan yang sudah menyatakan perasannya padaku. Setidaknya ada lebih dari 5 perempuan yang menyatakan perasaan mereka kepadaku semasa aku SMA yang lainnya aku sudah lupa, dan akupun tanpa ragu, tentu saja menolak mereka karena alasan yang sama dengan kenapa aku tidak memiliki teman. Aku rasa wajahku cukup tampan dan beberapa wanitapun tertarik padaku karena wajahku, karena itu aku selalu percaya diri ketika berbicara dengan wanita.
Tapi kenapa? Kenapa aku malah bersikap seperti pengecut yang belum pernah bertemu dengan wanita didepan Earlene?
Entahlah, mungkin karena dia tidak seperti wanita lain.
Aku bukan membicarakan kecantikannya, tetapi karena dia tidak memiliki angka diatas kepalanya.
Iya mungkin karena itu.
Setelah lama memikirkan Earle—maksudku memikirkan alasan kenapa tidak ada angka diatas kepala wanita itu, akupun tanpa sadar tertidur dengan lelap.
Tut—tut—tut
Aku pun mematikan bunyi alarm yang berasal dari handphone ku.
7.00
Akupun bangun, mandi dan mempersiapkan barang-barang yang akan dibawa untuk pendaftaran ulang kuliah.
Ah, aku belum memberitahu kalian kalau aku sudah diterima di salah satu kampus yang cukup terkenal di wilayahku ini. Presentase yang diterima untuk masuk ke kampus ini hanya 9% dari total yang daftar waktu itu.
Ya, aku tidak sebodoh itu.
Dengan menggunakan motor kesayanganku, akupun pergi ke kampusku yang berjarak sekitar 8 kilometer dari rumahku ini.
Sesampainya di kampusku, aku pun mulai mencari ruang pendaftaran ulang.
Sudah 10 menit aku mencari, aku tidak juga menemukan ruang daftar ulang itu.
Karena kebingungan, aku terdiam sejenak.
"Ruang daftar ulang ada di depan perpustakaan. " Aku mendengar suara di sebelahku, dan akupun menoleh untuk mengucapkan terimakasih. Tetapi sebelum sempat mengucapkan terimakasih, aku terkejut karena orang yang aku lihat tak lain dan tak bukan adalah tetangga baruku.
Earlene!?
KAMU SEDANG MEMBACA
TIME
Teen Fiction"Mereka bilang 'waktu yang akan memberi tahu apa yang akan terjadi selanjutnya', tetapi bagaimana jika tidak ada waktu yang bisa memberi tahuku?" -TIME