Bab 14 MONDAY A BUSY DAY

215 5 9
                                    

Pagi yang cerah, semoga hari Senin yang identik dengan hari membosankan bahkan dikatakan sebagai "The Lazy Day" tidak mempengaruhi diriku untuk tidak semangat. Beruntungnya hari ini aku tidak bangun kesiangan, jadi aku bisa sedikit santai dan tidak tergesa-gesa untuk mempersiapkan diriku berangkat ke kantor. Hari ini lumayan padat karena pagi-pagi aku harus mengadakan meeting dengan seluruh staff, dilanjutkan dengan mengecek peralatan di ruang produksi barangkali ada yang harus diperbaiki, ataupun harus di ganti, karena aku harus bekerja lebih keras daripada yang lainnya, demi kemajuan Dirgantara Advertising, itu yang terus bersuara dibenakku. "Bekerja lebih keras El"

"Pagi nak..." Sapa papa di meja makan. Mendengar suara papa Dirga yang berwibawa dan tergolong lembut untuk ukuran suara lelaki, cukup menambah semangat di pagi ini. Mama Nenci memilih hanya tersenyum. "Pagi pa, ma..." Jawabku sembari mengambil tempat duduk seperti biasa, membuka piring dan mengambil roti gandum yang terletak di meja. Perutku sedikit kenyang efek kemarin malam. Hanya menambahkannya sedikit salad, daging asap dan mayonese, cukup untuk mengganjal perutku sampai nanti siang. "Makan yang banyak El.." Saran mama yang melirikku karena hanya mengambil sehelai roti gandum, bukan nasi seperti biasanya. "Masih sedikit kenyang sisa semalam ma.." Jawabku. Selesai makan aku menyeruput smoothies dan bersiap berangkat. Berpamitan ke mereka dan segera menuju ke garasi mobil. Seperti biasanya hari Senin selalu dihiasi dengan macet yang lebih parah dari hari biasanya dan membuat mood gampang down. Jalanan kota padat merayap penuh kendaraan, semua orang berebut untuk saling mendahului, bunyi klakson memekakkan telinga sudah menjadi hal yang biasa, suara mesin mobil bersautan juga semakin menambah kebisingan. Di situasi seperti ini, aku hanya bisa termenung, marah? percuma. Mau tidak mau harus menikmati, walaupun rasanya benar-benar buang-buang waktu. Entah apa yang akan terjadi pada kota metropolitan ini 5-10 tahun mendatang, ketika jumlah penduduk bertambah, kendaraan pasti bertambah, otomatis kebutuhan akan tempat tinggal meningkat, lahan semakin sempit. Udara dan air bersih tentu bisa jadi ikut menipis. Sedikit orang yang memikirkan hal itu, sebagian cuek-cuek saja dan bersikap apatis. Ahh sudahlah kenapa jadi kemana-mana ya pikiran? Mendadak aku teringat Pak Arlan, ingin rasanya menemui beliau, karena aku merasa pembicaraan di telepon kurang efektif. Tapi jika aku menjadwalkan bertemu dia hari ini sepertinya tidak sempat, karena jadwal sudah padat. Mungkin besok aku harus tanya perkembangannya, rasanya janggal kalau tidak ada kabar sama sekali. Hampir 1 jam akhirnya sampai juga di kantor. Aku segera menuju lift dari parkiran menuju lantai 5. "Vir 30 menit lagi kita meeting yaa.. Tolong kamu sampaikan ke para staff yang lain.." Ujarku setelah sampai di lantai 5 dan bergegas ke ruangannya Vira yang sedang berselfie ria. "Vira-vira masih pagi juga" Batinku bergeleng sendiri.

"Ehh..iya Bu.." Jawabnya malu-malu salah tingkah sendiri.

Aku hanya menanggapi dengan senyuman tipis.

Aku masuk ke ruangku, dan meletakkan tas di ruang kerjaku. Ada sekotak coklat berukuran sedang dan diikat pita di meja kerjaku.

"Semangat Kerja El..".

"Apa-apaan ini? Ada-ada saja..norak!" Ujarku ngomong sendiri, senyum-senyum sendiri terus kembali meletakkan coklat tersebut di atas meja.

Aku meraih ponselku dan menelepon Miko. Tuh anak makin aneh akhir-akhir ini.

"Ya El, kenapa?Suka coklatnya?" Tanya Miko cengengesan . "Norak!" Dengusku. Miko justru tertawa.

"Ini loh El uniknya kamu, di mana-mana cewek kalau dikasih coklat tuh bilang so sweet, atau makasih atau apa kek posting di status,medsos, kamu dikasih coklat terima kasih enggak malah ngatain.." Jawab Miko panjang lebar, memangnya dikira aku sama dengan wanita lainnya? "Ya sudah aku sibuk..lain kali jangan lebay ya Mik.. bye.." Jawabku tanpa menunggu balasan dari Miko, akupun segera mengakhiri pembicaraan. Aku memilih menyalakan laptopku untuk mempersiapkan bahan meeting sebentar lagi. 15 menit kemudian aku bergegas menuju ruang meeting, semua staff ternyata sudah berada di tempat duduk masing-masing. Vira menyusul di belakangku dengan wajah serius. Secentil apapun dia, aku tahu dia cukup bertanggung jawab dalam urusan pekerjaan.

Tangisan HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang