Prolog
Naffa terus menjerit sepanjang jalan. Kewarasannya seakan telah lenyap. Hidupnya hancur tanpa bisa dia susun lagi puingnya.
Janinnya telah mati.
Tidak! Janinnya telah dibunuh. Dia menjerit histeris merasakan sakit di perutnya akibat aborsi yang tadi pagi dia alami. Mereka membunuh calon bayinya.
Apa salahnya?
Apa dosanya hingga dia harus mendapatkan cobaan hidup sesakit ini? Jeff telah pergi meninggalkannya sejak beberapa jam yang lalu setelah memastikan janin itu benar-benar mati. Lelaki yang seharusnya dipersalahkan di sini. Lelaki yang tadi pagi masih berstatus pacar namun menoreh begitu banyak luka.
Janji yang dulu dia ucapkan saat merenggut mahkota Naffa dengan paksa ternyata hanya racun. Begitu mematikan.
Gadis berumur delapan belas tahun itu hanya bisa terisak. Satu bulan setelah Jeff mengambil hartanya, Naffa mendapatkan dirinya hamil. Lalu ... apa yang bisa dia lakukan? Ketika akhirnya dia mengatakan pada Jeff, Jeff malah marah besar dan menuduhnya menjebak lelaki itu.
Sungguh miris!
Dengan tidak berperasaan pagi tadi Jeff menggedor pintu kamar kosnya, mengatakan akan bertanggung jawab. Naffa yang sudah terlanjur kecewa menolaknya dan berkata ingin membesarkan anak itu sendiri saja. Tapi dengan gigih Jeff membujuk Naffa hingga Naffa luluh. Dan begitu mereka sampai di Klinik aborsi, Naffa sadar jika Jeff berdusta. Dia bukan bertanggung jawab tapi berniat membunuh calon bayi mereka dengan paksa agar tidak perlu bertanggung jawab.
Naffa yang terus memberontak membuat dokter aborsi itu menyuntik Naffa dengan obat bius. Dan ketika Naffa kembali siuman, perutnya terasa sangat sakit. Saat itulah dia sadar jika janinnya telah pergi.
Jeff.
Begitu banyak rasa sakit itu menusuk hatinya. Rasa cinta yang dia puja hanya sampah busuk tak berharga.
Dia telah salah mencintai orang.
***
Hari libur semester masih ada beberapa hari. Naffa merasa tubuhnya semakin hari semakin lemah. Daripada sakit seorang diri, Naffa memilih pulang ke rumah orang tuanya.
Namun sepertinya keputusannya kali ini salah. Pendarahan akibat aborsi itu masih terus berlanjut hingga Naffa pingsan dan sangat pucat, hal itu membuat orang tuanya khawatir dan curiga. Mereka membawa Naffa ke rumah sakit untuk memastikan, tapi siapa sangka mereka mendapatkan kejutan yang menyakitkan.
"Kami mohon maaf, Putri anda baru saja melakukan aborsi ilegal. Dan pendarahan yang terus berlanjut itu karena rahimnya mengalami kerusakan dan dengan berat hati rahim putri bapak harus segera diangkat untuk menyelamatkan nyawa putri bapak."
Ayah mana yang tidak kaget? Anak kebanggaannya mengalami hal nista seperti ini. Hamil di luar nikah, melakukan aborsi ilegal dan sekarang harus melakukan pengangkatan rahim demi keselamatan.
Apa dia salah memperbolehkan Naffa kuliah di kota besar?
Saat Naffa akhirnya bisa membuka mata setelah operasi. Yang pertama kali dia lihat adalah wajah ayahnya yang menahan murka. Begitu Naffa telah sadar jika sang Ayah sudah mengetahui semuanya.
"Ayah kecewa. Sangat kecewa," ucap Wirya dengan gemuruh yang semakin kentara. Di pojok sofa, terlihat ibunya yang sedang memeluk Anggun yang menangis hebat. Naffa bisa melihat jika wanita yang telah melahirkannya itu kecewa. Tatapan matanya terlihat kosong.
Sungguh dia sangat berdosa.
"Istirahat saja. Tidak perlu banyak bicara. Ayah ndak butuh pembelaan kamu." Begitu selesai berkata-kata, Wirya segera bangkit dan berjalan menuju pintu ruang rawat. Kemudian keluar tanpa berminat mendengar apapun pembelaan Naffa.
Ini salahnya ....
"Siapa mbak? Siapa yang buat mbak seperti ini?" Anggun masih menangis di pelukan ibunya. Lebih tepatnya saling berpelukan untuk saling menguatkan.
Naffa tak sanggup berkata apa-apa. Hanya bulir-bulir air matanya yang mencoba bercerita. Betapa sakit yang Naffa rasakan saat ini.
"Kenapa kamu membuat kami semua kecewa nduk?" tanya wanita yang sudah melahirkannya itu sendu.
Naffa bisa melihat kesakitan itu di mata tuanya. Sungguh dosa Naffa begitu besar karena membuat wanita itu menangis.
"Apa sebenarnya yang terjadi, Mbak? Hamil di luar nikah, aborsi dan sekarang Mbak nggak akan bisa punya anak lagi selamanya."
"A-apa maksudnya, Nggun?" Akhirnya Naffa bisa bersuara.
"Karena aborsi itu, rahim kamu terluka dan infeksi. Rahim kamu harus diangkat untuk menyelamatkan nyawamu." Ibunya kembali menjeritkan tangisnya. Naffa syok ditempat. Dia tak bisa berkata-kata. Sekarang ini dirinya bukan hanya wanita kotor, tapi juga wanita cacat.
Lelaki itu. Semua karena lelaki itu. Anaknya telah pergi dan dia tidak akan bisa memilikinya lagi.
Selamanya.
***
Ibu,
Tolong katakan pada Ayah kalau Naffa minta maaf. Naffa tahu semua ini salah Naffa. Naffa akan pergi dan tidak akan lagi menyusahkan Ayah dan ibu. Jaga Anggun. Jangan sampai dia rusak seperti Naffa. Sekali lagi Naffa minta maaf karena tidak bisa membuat Ayah dan Ibu bangga. Naffa akan mencari takdir Naffa sendiri. Semoga kalian dilindungi Allah selalu.
Salam sayang.
Naffa.Lelaki paruh baya itu meremas lipatan kertas di tangannya. Anaknya yang selama ini dia banggakan telah pergi dengan membawa banyak luka. Sebagai seorang Ayah, hatinya sakit dan terus mengutuk lelaki bejat sumber kehancuran anaknya. Selain itu dia bisa apa?
Sepasang mata tuanya berkaca-kaca menatap istri dan anak bungsunya yang menangis sabil berpelukan.
Jika itu yang kamu inginkan, Ayah hanya bisa berdo'a untuk kamu, nduk. Ayah akan selalu berdo'a untukmu, permata hatiku. Lirih hatinya berucap. Seiring setetes tiara yang meluncur menuruni pipi tirus lelaki tua itu.
_just prolog_
On going in wattpad
KAMU SEDANG MEMBACA
Ini Hidup Naffa
General FictionAku datang untuk mu. membalas segala sakitku .. sakit saat kau bunuh anakku dan meninggalkanku penuh luka. Jangan pernah kau bahagia, saat kau membuat banyak orang menderita...