3. Negeri Koruptor

73 14 0
                                    

Capek sekali.

Setelah tenagaku terkuras karena pesta konyol itu.

Perutku sudah menyerah untuk menyantap apapun lagi, walaupun Dina malam ini menawarkan makan malam.

Bang dan teman-teman memang selalu menghabiskan waktunya dengan kekonyolan, keributan, kebisingan, itu semua normal karena Kafenya selalu sepi. Rasanya dibanding kafe, itu seperti markas rahasia berkumpulnya orang-orang bermasalah seperti kami. Aku dan Bang sudah berteman cukup lama, sulit untuk percaya bahwa tempat itu sekarang menjadi ramai, walaupun ramai oleh kicauan para bocah. Tapi setidaknya itu mematahkan prediksi awalku, bahwa kafe itu ternyata tidak sepi.

Tubuhku sudah terlalu lemas, tidur adalah solusi terbaik. Tidak lupa, besok adalah hari Pertamaku masuk neraka.

Esok harinya

Parkirkan sepeda seperti biasa, masuk lewat Lobby. Menghela napas panjang untuk langkah kaki pertama.

Belum juga masuk kantor, Dokter Abraham sudah menyambutku semangat dengan gaya nyelenehnya menepuk pundakku

"Erwiiiin! Kau siap untuk hari ini?! Aku punya kabar baik lagi untukmu!".

"Ah, apa itu?" mencoba mengikuti alur konyolnya, walaupun aku tahu ini akan jayus.

"Mulai hari ini, kau ditugaskan di kamar 210!".

"210?".

"Jangan dipikirkan, ini keputusan pribadiku khusus untukmu! Temuilah dia dan kau akan jatuh cinta!"

Serius, dok. Aku benar-benar tidak tertarik dengan itu, pandanganku tentang nerakanya hari ini tidak berubah sedikitpun. Aku punya tanggung jawab besar merawat pasien yang nyawanya tidak bisa dijamin.

"Bayangkan, Erwin! Rambutnya lurus indah sepundak, mengkilau! Tubuhnya molek putih langsing! Yang paling istimewa adalah senyumnya, tak ada lawan!" lanjutnya merayuku.

Pikirannya terlalu metafor, aku masih tidak percaya orang ini bisa menjadi direktur, pikirannya terlalu mesum untuk mengemban tanggung jawab itu.

"Kau terlalu berlebihan, Dok!" balasku.

"Sudahlah, sekarang kau masuk kantor dan bersiap bergegas berangkat ke ruang itu".

Bersiap bergegas berangkat.
Kalimatnya tidak efektif. Walaupun aku mengerti maksudnya.

Tak banyak diam, aku langsung menuruti perkataannya. Bersiap bergegas berangkat!

Sudah sampai di depan pintu bertuliskan 210, tanpa ragu aku membukanya.

Woosh

Angin berhembus dari luar jendela yang ia buka. Sambil duduk menatap ke arah kota, rambutnya tertiup santai oleh hembusan angin.

Aku terbelalak seketika

Untuk pertama kalinya

Rambutnya lurus indah sepundak, dan mengkilau. Tubuhnya molek putih dan langsing, perlahan dia mengalihkan pandangannya ke arahku, lalu melempar senyum kecil padaku.

Itu! Tak ada lawan.

"Jadi kau dokter muda yang banyak dibicarakan orang ya?! Aku sudah mendengar kabar tentangmu, aku sudah menunggumu, Dokter Erwin!" senyumnya sempit manis.

Sialan kau Dokter Abraham, kau menambahkan neraka baru untukku.

***

Cerita Bang

Anak yang aneh,
Dia masih sangat kecil, tetapi sikapnya sangat berani. Memang tidak logis untuk anak seusianya. Berani meneriaki kami semua. Aku berani bertaruh kalau anak itu sekarang sedang menangis habis-habisan di rumah kecil itu.

The Black : The First World Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang