KRIING!
Bel tanda pulang sekolah berbunyi. Aku segera merapikan barang-barang di meja, lalu bergegas menyusul Bu Rita meninggalkan ruang kelas.
Sumpah! Sepanjang pelajaran Biologi tadi, pikiranku tidak fokus, masih mencoba mencerna perkataan si pesulap aneh itu.
Aku meraih ponsel pintar di saku, lalu bergegas menelepon ayah.
TUUT!
TUUT!Pria yang dimaksud tak kunjung menjawab panggilanku.
Sial! Sial!
Apa yang harus kulakukan?Aku berlari menuju lift di dekat kantin lantai satu. Menekan tombol dengan tanda panah ke atas yang terpasang di dinding.
TING!
Pintu lift terbuka. Di baliknya, nampak sosok laki-laki berkulit kuning langsat dengan rambut hitam pendek.
"Arka?" Untung saja orang yang membuatku khawatir kini hadir di hadapanku.
"Maya? Kau sudah bicara dengan ayahmu?" Anak itu diam, tidak keluar dari lift dengan pintu yang sudah terbuka.
"Belum! Sekarang lebih baik kau ikut denganku!"
Aku masuk ke lift tersebut sambil menggenggam tangan cowok di depanku ini, memastikan ia tidak pergi.
"Hey! Apaan sih pegang-pegang? Bukan mukhrim!" protesnya.
"Sudahlah, pokoknya ikut aku dulu!"
Segera kutekan tombol dengan angka tiga di lift itu. Tak lama kemudian, pintu lift menutup. Membawa kami berdua menuju lantai tiga.
"Kau sendirian? Mana teman kelasmu yang lain?" Aku membuka percakapan di lift itu.
"Sebagian besar masih bersenang-senang di lab AI. Sisanya masih di kelas," jelasnya.
"Hoo, abis praktek TIK ya?"
"Iyap, mari kita lihat!" jawabnya pendek.
"Hah?"
SREK!
"Hei! Kembalikan ponselku!"
Aku kesal sekali. Kebiasaannya kumat.TING!
Pintu lift terbuka, menampakkan koridor luas bernuansa kekinian yang di kelilingi oleh aneka ragam tanaman hias.
"Ayo!" Aku menarik lengannya keluar dari lift.
"Apasih? Sudah kubilang jangan pegang-pegang tanganku lagi!"
"Pertama, kembalikan HP ku! Kedua, kau yang bilang ayahku dalam bahaya, jadi ayo pergi ke ruangannya sekarang!"
"Hei! HP mu sudah kukembalikan!"
"Eh, sejak kapan?"
Aku meraba saku rok yang kukenakan, lalu mendapati ponselku sudah berada di sana.
"Ah yaudah, pokoknya ayo temenin aku ke ruang kepala sekolah!" pintaku.
"Kenapa gak ditelfon aja?"
"Udah, gak dijawab!"
Anak itu akhirnya mengangguk pasrah. Sepertinya, ia mulai memahami kekhawatiranku.
Kami berjalan cepat melewati lab TIK atau yang kebih keren disebut lab AI. Benar kata Arka, beberapa siswa masih sibuk mengenakan helm dengan teknologi augmented reality.
Argh, aku tidak punya banyak waktu!
Aku mempercepat jalanku.
Setelah cukup lama menyusuri koridor dengan nuansa kekinian ini, kami akhirnya sampaili di ruangan ayahku.
TOK! TOK!
Aku mengetuk pintu dengan tulisan 'ruang kepala sekolah' di atasnya.
Tak ada jawaban.
KRIET!
Aku membuka pelan pintu itu.
"Kosong!" komentar Arka.
"Ke parkiran! Lihat mobilnya masih ada apa nggak!" balasku.
Kami bergegas kembali menuju lift. Namun, sial sekali! Ternyata sudah ada banyak siswa yang menunggu di sana.
"Wei, Sep!" Arka menyapa salah satu temannya yang sedang menunggu lift.
"Weh Ar. Oalah sama Maya toh sekarang." Anak yang disapa mulai membuat masalah.
"Oh gitu Ar, udah jadi tersangka masih bisa-bisanya jadian." Anak di sebelahnya menambah masalah.
"Hish!" Aku pergi meninggalkan Arka. Sepertinya, lebih baik aku mencari ayahku sendiri saja.
Aku berlari menuju tangga yang letaknya tak jauh dari lift itu. Untunglah tidak terlalu ramai.
Setelah berjalan cukup lama, aku akhirnya sampai di lapangan basket. Tinggal berjalan sedikit lagi menuju lapangan parkir.
DRRT DRRT
Ponselku bergetar, tanda panggilan masuk dengan tulisan 'Arka' tertera di layar.
"Hoi, ngapain nelfon-nelfon?" Aku memulai percakapan.
"Aku melihat ayahmu keluar dari toliet guru tadi. Sekarang, dia baru masuk ke ruangannya."
"Oh iya? Syukurlah." Aku menghela nafas lega.
"Ya, sepertinya tidak ada yang perlu kau kha-"
DHUAR!
Suara Arka terpotong oleh bunyi ledakan dari lantai atas yang disusul dengan suara jeritan di sekitarku.
BRAK!
Serpihan-serpihan pagar pembatas, ubin, serta berbagai bagian lain dari gedung sekolah mulai berjatuhan. Siswa-siswi panik berlarian keluar gedung. Beberapa dari mereka bahkan terpental hebat akibat shock wave dari ledakan tersebut.
Aku berlari kecil dengan kedua tangan menutupi kepala. Entah mengapa firasatku buruk sekali soal ini.
Aku menurunkan tangan kanan, lalu melihat sejenak layar ponsel yang kugenggam. Panggilan dengan Arka masih tersambung!
"Halo? Arka? Woy! Masih di atas?"
Tak ada jawaban, yang kudengar hanya suara jeritan serta berbagai material yang jatuh menimpa lantai.
Aku memalingkan wajah, mencoba mencaritahu posisi pasti tempat ledakan berasal. Oh tidak! Sial sekali.
"Halo? May? Maya? Gawat May! Lari! Panggil polisi! Ruang kepala sekolah meledak." Suara Arka mengkonfirmasi kabar buruk di pikiranku.
"Halo? Halo? "
"May?"
"Maya?".
.
.
Halo! Gimana prolognya? Sukses? Penasaran kenapa mereka bisa sampai kayak gini? Pantengin terus cerita ini yaa! Kalau perlu masukin ke reading list kalian. Kalau suka jangan lupa bintangnya
Kalau ada kritik dan saran monggo disampaikan, gak usah malu-malu. Aku gak galak kok wkw
Salam hangat
-hs
![](https://img.wattpad.com/cover/152893392-288-k668764.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Elitech School
Mystery / Thriller[ON GOING! ] SMA Bangkit Nusa yang terkenal bagus menjadi semakin baik reputasinya setelah mengadakan kerjasama dengan sebuah perusahaan teknologi Artificial intelligence ternama untuk membantu menciptakan teknologi canggih guna membantu proses bel...