Anastasia Maya

18 6 0
                                    

Maya's POV

KRIING! KRIING!

Kegiatan belajar-mengajar hari ini akhirnya selesai. Senyum simpul mulai terlihat di sebagian besar wajah para pelajar, termasuk aku tentunya.  

Segera kurapikan buku-buku yang berserakan di meja, lalu pergi  menyusul Bu Emma keluar kelas.

Aku tidak ingin pulang terlebih dahulu. Perutku lapar. Pada jam istirahat terakhir, aku terpaksa mengorbankan waktu yang biasanya kugunakan untuk makan siang demi tugas Biologi yang bahkan tidak diperiksa oleh bu Emma.

Sedikit info untuk kalian, sekolah tempatku menuntut ilmu, SMA Bakti Nusa, merupakan salah satu sekolah paling baik di kota Bandung. Hal ini berlaku dalam banyak aspek, seperti kualitas bangunan, profesionalisme guru, prestasi murid, dan lain lain.

Uniknya, sekolah ini merupakan sekolah swasta. Itu artinya kebanyakan siswa-siswi yang bersekolah di sini merupakan anak-anak yang orang tuanya memiliki kondisi finansial di atas rata-rata.

Satu-satunya cara agar anak dengan kondisi finansial di bawah rata-rata bisa bersekolah di sini adalah lewat jalur prestasi. Namun,  siswa yang seperti itu jumlahnya hanya sedikit.

Aku berjalan menyusuri lorong sempit yang dihapit oleh dua lemari besar yang bagian depannya terbuat dari kaca transparan.

Di dalam lemari tersebut, kalian bisa melihat berbagai macam penghargaan yang berhasil diraih oleh siswa-siswi sekolah ini.

Memang, sudah menjadi kebiasaan setiap sekolah untuk memamerkan prestasi muridnya. Namun, percayalah! Begitu kamu melihat besarnya lemari ini, aku yakin para guru maupun murid di sekolahmu pasti minder.

Aku selesai melewati lorong tersebut. Kini, beberapa siswa laki-laki terlihat sedang asyik bermain basket di lapangan luas dengan dua ring basket di kedua ujungnya.

Di utara lapangan ini, terdapat taman dengan sebuah kolam besar yang dihuni berbagai macam ikan hias. Dua buah gazebo kecil serta jembatan penghubung berbahan kayu turut menambah estetika dari taman ini.

Seperti biasa, beberapa siswa terlihat memadati gazebo itu. Ada yang menggunakannya untuk sekadar bersantai sambil membaca buku, ada juga yang menjadikan gazebo sebagai panggung untuk unjuk kemampuan dalam memainkan alat musik.

Aku berjalan santai melewati lapangan dan taman dengan kolam berbentuk setengah lingkaran itu. Untuk sampai ke kantin belakang, aku harus melewati jalan berbahan aspal di samping taman.

Meskipun jalan itu berbahan aspal, jarang sekali ada kendaraan yang melintasinya. Biasanya, jalan itu dijadikan tempat parkir tambahan saat hari pembagian rapor tiba.

Setelah beberapa menit berjalan,  aku akhirnya sampai di sebuah gedung satu tingkat yang cukup luas dengan plang bertuliskan 'Kantin Belakang' terpampang diatasnya.

Tidak ada pintu masuk di kantin ini. Hanya bangunan bercat hijau dengan bagian depan yang terbuka. Di dalamnya, ada delapan meja besar tertata rapih serta kursi panjang dari besi yang mengelilingi dua sisi meja tersebut. Berbagai pedagang menjajajakan makanan dan minuman di stand dagangannya masing-masing.

Aku memperhatikan sekeliling, mencoba mencari makanan yang pas untuk mengisi perutku.

Namun, yang menarik perhatianku beberapa saat kemudian bukan stand dagangan, melainkan seorang gadis berambut pendek dengan mata belo yang sedang duduk sambil makan sepiring siomay di pojok meja.

Aku mendekati gadis itu dari samping. Benar saja, itu temanku,  Haniandra Deviana. Setelah menyapanya,  aku mulai duduk di samping anak itu.

Ada yang menarik dari gadis ini. Ia merupakan seorang tunawicara alias bisu. Kami sudah berteman sejak kelas sepuluh.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 12, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Elitech SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang