Hari masih pagi, namun suasana rumah keluarga Haling telah sibuk. Hari ini rencananya mereka akan pindah ke Jakarta. Masing-masing terlihat sibuk dengan barang-barang yang akan dibawa pindah.Rio, anak tunggal keluarga Haling masih cemberut dengan rencana kepindahan mereka. Dengan malas-malasan ia membereskan koper-koper miliknya.
"Rio.. ayo dong cepet! Kita bisa telat nih!" seru mamanya dari luar kamar.
"Iya ma..." sahut Rio singkat.
'Huh kenapa sih mesti pindah ke Jakarta? Padahalkan lebih enak di Manado. Jakarta itu panas, macet, banyak polusi. Selain itu, harus beradaptasi lagi dengan sekolah baru, lingkungan baru, dan teman-teman baru.. ah males..' gerutu Rio dalam hati.
Ia tak rela harus pindah sekolah dan melepaskan posisi pentingnya di club basket sebagai kapten. Tapi apa mau dikata, keputusan papanya sudah bulat. Mau tak mau ia harus menuruti keputusan tersebut.
***
"Pesawat kita take off 20 menit lagi ma, gak ada yang kelupaan kan?" tanya papa memastikan.
"Mama sudah mengecek semuanya kok pah.. gak ada yang kurang." jawab mama sambil sesekali merapikan bajunya.
Sedangkan Rio terlihat resah menunggu kedatangan teman-temannya. Padahal waktu berangkat tinggal sekitar 15 menit lagi.
Ia ingin berpamitan pada semua teman di club basket yang telah berjanji akan datang pada saat terakhir ia di Manado. Hingga akhirnya yang ditunggu-tunggu Rio muncul, tiga orang cowok dengan langkah terengah-engah datang menghampiri Rio.
"Hei, akhirnya datang juga. Tapi kok cuma bertiga? Yang lain kemana?" tanya Rio kepada ketiga cowok tersebut.
"Obiet dan Ozy gak bisa datang, soalnya mereka lagi ada urusan. Katanya titip salam aja." kata Debo sambil berusaha mengatur nafas.
"Ouh. Iya deh gak papa." sahut Rio maklum.
"Nih Yo. Kenang-kenangan dari semua anak basket buat loe. Pokoknya nanti saat di sekolah loe yang baru, loe mesti ngebuktiin kalo loe jago. Yang gue denger sih anak-anak Jakarta itu belagu dan sombong.. loe buktiin sama mereka kalo loe bisa." ucap Deva sambil memberikan kaos basket kepada Rio.
"Thank's ya Dev. Gue pasti akan selalu ingat sama kaos bersejarah ini. Tapi gue gak yakin nanti di sekolah baru bakal diterima di club basket?"
"Ah.. jangan negative thinking dulu dong Yo, loe pasti bisa. Ini satu lagi kenang-kenangan dari kami semua. Jangan lupain kami ya Yo.." kini giliran Kiki yang memberikan sesuatu pada Rio.
"Album foto?" tanya Rio tak mengerti.
"Iya. Supaya loe tetep ingat sama kita." kata Kiki lagi
"Thank's ya Bang. Ini semua berharga banget." Rio terharu sekaligus sedih karena harus berpisah dengan Kiki yang memang sudah dianggapnya sebagai seorang Abang.
Speaker pemberitahuan sudah mulai terdengar. Sebentar lagi pesawat menuju Jakarta akan segera berangkat. Setelah itu papanya Rio mulai mengajak anak dan istrinya untuk cepat-cepat ke pesawat.
"Yo, kalo nanti loe balik lagi kesini jangan lupa kenalin pacar loe sama kita ya." ujar Debo yang memang terkenal sebagai playboy jempolan di sekolah.
"Ah dasar lu! Tenang, nanti gue kenalin kok. Gue pamit ya semua. Titip salam sama teman-teman di kelas, dan gue harap semoga club basket kita terus mencetak prestasi yang gemilang!"
Mereka semua berpisah. Rio merasa berat meninggalkan tanah kelahirannya tersebut. Apalagi ia harus berpisah dengan teman-teman akrabnya.
Namun, Rio berharap ia bisa merasa bahagia jika tinggal di jakarta nanti. Entahlah, hati kecilnya berkata bahwa ia akan menemukan sesuatu yang istimewa disana.
***
Prok prok prok.. 👏
Alhamdulillah guys, akhirnya chapter 1 udah up.Jangan pernah bosen nungguin chapter berikutnya yaa.. 😉
Yo ayoo.. support lagi author yg satu ini.Dengan cara voment and share tentunya..
Salam Author,
R. Purnama 😚
KAMU SEDANG MEMBACA
First Love at First Sight
Teen FictionRirin merasa bahagia dan lengkap dengan dunia yang dimilikinya, termasuk mempunyai sahabat sejak kecil yang baik hati seperti Lintar. Tidak pernah ada kata cinta dalam hidup Ririn, hingga akhirnya Rio datang dan merubah segalanya. Apakah dengan keda...