Aruna#39: Sisi Manis Dirga

2.3K 147 4
                                    

Karena kamu setidak percaya diri itu pada dirimu sendiri sehingga membuatmu ingin menjatuhkan orang lain lewat kata-kata merendahkanmu.

******

ARUNA sedang duduk sendirian di kursi taman belakang. Menenangkan hati dan pikirannya. Pengakuan dari Deva tadi membuatnya shock sekaligus merasa bersalah.

Apa setidak peka itu dirinya selama ini?

Mengapa harus dia yang disukai Deva? Mengapa bukan cewek lain saja? Deva terlalu baik hanya untuk merasakan sakit hati dan sialnya dirinyalah penyebabnya.

Memang benar kata orang jika cinta tak bisa dipaksakan akan kemana ia jatuhnya, seperti halnya ia yang jatuh cinta pada Dirga dan ia tak bisa pula memaksakan Dirga untuk juga jatuh cinta padanya.

Aruna menggeleng gusar. Lagi-lagi ia teringat Dirga. Mengapa sulit sekali melupakan cowok itu disaat cowok itu bahkan terlihat biasa dan baik-baik saja setelah mereka putus. Sedangkan dirinya jatuh bangun untuk menata hati lagi. Berusaha agar tak menangis lagi disaat sendiri seperti ini.

Jik bisa mungkin Aruna akan memilih hatinya untuk terisi oleh Deva. Pasti ia tak akan pernah merasakan jatuh cinta sendirian. Pasti ia akan bisa merasakan bagaimana rasanua dicintai sepenuh hati oleh Deva.

Namun sayangnya cinta sesulit itu untuk ditebak dan dipindahkan. Disaat hati ini berusaha mendapatkan hati yang dicintai tanpa sadar ada seseorang di belakang sana yang sedang berusaha mendapatkan hati ini.

"Princess lagi galau ya karena abis diputusin pangerannya."

Aruna mendongak. Mendapati Vanesha yang berdiri di depannya dengan bersedekap tangan. Senyum penuh kemenangan tercetak jelas diwajah cantiknya.

"Gimana rasanya dicampakkan? Sedih pasti kan? Sekarang udah gak ada yang ngebela lo lagi," katanya, "dan bahkan lo udah kembali ke derajat asal lo ya. Naik sepeda lagi."

Aruna segera berdiri dan ingin pergi dari taman ini sekarang juga, namun Vanesha menahannya dengan cekalan kasar.

"Mau ke mana? Gue belum selesai ngomong!"

"Mau ngomong apa? Aku rasa gak ada yang perlu diomongin karena sejak awal kita gak punya urusan."

Vanesha bertepuk tangan lalu tersenyum sarkas. "Coba-coba ulang lagi lo barusan ngomong apa? Inget lho sekarang udah gak ada Dirga yang bakal ngebela lo, jadi jangan sok berani sama gue."

Aruna tersenyum dan melepas cekalan tangan Vanesha dilengannya. "Ini 'kan yang kamu mau? Jadi jangan ganggu aku lagi mulai sekarang."

"Belagu ya lo!" Tunjuk Vanesha tepat diwajah Aruna. "Apa ini gara-gara Deva yang abis nembak lo? Cih." Vanesha berdecih, sinis. "Gue jamin Deva akan sama nyeselnya dengan Dirga kerana udah mau sama cewek kayak lo!"

"Sha, kamu itu cantik. Punya segalanya. Tapi kenapa hati kamu gak pernah puas? Kenapa kamu selalu iri sama aku yang kata kamu cuma cewek biasa yang gak ada apa-apanya?"

Pertanyaan Aruna membuat Vanesha bungkam. Dirinya memang benci pada gadis di hadapannya ini. Terlebih semenjak Dirga, cowok yang disukanya, jadian dengan gadis ini.

"Coba kamu buka hati kamu. Coba untuk bersyukur, Sha. Kamu itu nyaris sempurna dan harusnya kamu gak perlu tanamin kebencian dan keirian dalam hati kamu, karena itu hanya akan merusak diri kamu sendiri."

"Diem! Lo diem!" teriak Vanesha, "jangan sok nasehatin gue. Lo bukan siapa-siapa jadi jangan sok-sokan di depan gue."

Aruna mengulum senyumnya. Mulai hari ini ia sudha bertekad untuk tidak takut lagi pada segala ucapan Vanesha. Sudah saatnya ia melindungi dirinya sendiri.

"Aku cuma prihatin sama kamu Sha. Kamu terlalu terobsesi pada suatu hal yang kamu sendiri yakin gak bisa kamu raih. Dan segala bentuk ucapan merendahkan kamu untuk aku selama ini udah menjelaskan semuanya. Kamu nyatanya gak sepercaya diri itu sama diri kamu sendiri."

Wajah Vanesaha pias. Apa yang dikatakan Aruna semuanya benar. Nyatanya selama ini ia memang sudah yakin jika Dirga tak akan pernah melihatnya, namun sisi egoisnya tak pernah bisa menerima itu. Sebagai anak tunggal, ia selalu mendapatkan apapun yang ia inginkan. Sejak kecil ia sudah hidup dimanja. Dan Aruna adlaah sumber ketidakpercayaan dirinya. Bagaimana hatinya yang tak terima ketika Dirga mempermalukannya di kantin hampir dua tahun lalu.

Dan semenjak itu pula ia semakin membenci Aruna. Segala tentang Aruna adalah hal yang paling dibencinya. Dan terus mengusik Aruna dengan kata-kata merendahkannya semata-mata hanya agar cewek itu kehilangan kepercayaandirinya sendiri dan perlahan mundur dari sisi Dirga.

"Gue benci sama lo!" Vanesha mengangkat tangannya, bersiap melayangkan tamparannya di pipi Aruna.

Aruna hanya bisa memejamkan matanya karena kejadiannya begitu cepat. Namun seperkian detik setelahnya ia gak merasakan rasa perih yang menjalar dipipinya, bahkan ia tak merasakan tangan Vanesha mendarat dipipinya.

"Jangan coba-coba buat nampar cewek gue!"

Aruna membuka mata dan mendongak cepat. Matanya melebar detik itu juga. Dirga ada di depannya, berdiri di antara dirinya dan Vanesha. Tangannya mencekal pergelangan yangan Vanesha yang terlayang di udara.

"Dirga," suara Vanesha melesap diudara.

"Gue udah pernah bilang secara jelas waktu itu terutama sama lo," tunjuknya pada Vanesha, "siapapun yang nyakitin Aruna bakal berhadapan sama gue."

Aruna tak tega melihat mata Vanesha yang memerah menahan tangisnya.

"Ga, sampai kapan kamu nutup mata kamu buat gak ngeliat ke arah aku? Aku juga cinta sama kamu, Ga. Tapi kenapa kamu milih dia?" seru Vanesha seraya menunjuk Aruna, "apa lebihnya dia dibanding aku, Ga? Dari segi apapun hanya aku yang pantas buat berjalan di sisi kamu, Ga. Bukan dia! Bukan siapapun," teriak Vanesha, terdengar lirih namun sarat sekali dengan nada kecewa yang dalam.

Dirga tersenyum miring. "Aruna berkali-kali lebih dari lo. Dan yang paling penting, Aruna gak punya hati yang dengki kayak yang lo punya, Van."

Sementara Vanesah sudah menangis bergetar, Dirga beralih menatap Aruna. Mengaitkan jemarinya ditangan mungil itu seraya berkata, "Ayo, Na."

Aruna terpana. Ia masih terkejut dengan apa yang terjadi. Sehingga hanya bisa mengikuti Dirga yang menggenggam erat tangannya.

Setibanya di lorong kelas perpustakaan yang sepi, Aruna melepaskan kaitan tangannya dengan Dirga. Membuat cowok itu menoleh ke arahnya.

"Kenapa?"

"Emang seharusnya begini, Ga. Jangan genggam tangan aku lagi, karena sekarang kita udah jalan masing-masing."

"Gak, Na. Sampai kapanpun kamu akan selalu berjalan di sampingku. Digenggamanku."

Aruna mengulum senyumnya. "Jangan buat aku bingung dengan sikapmu ini, Ga. Jangan buat aku berharap banyak dari ini."

Dirga memegang kedua pundak Aruna. "Gak ada yang ngebingungin dengan sikap aku, Na. Karena memang ini yang sebenarnya."

Aruna ingin menulikan pendengarannya sesaat. Ia tak sanggup mendengar kata-kata Dirga. Ia tak sanggup jika harua jatuh lagi dalam pesona mantannya ini.

"Ini yang sebenarnya, Ga. Gak ada lagi kita. Semuanya udah selesai."

Dirga mengusap kepala Aruna, membuat Aruna menahan degub jantungnya yang seakan ingin melompat keluar. "Jangan deket-deket sama Deva. Aku udah tau dia nembak kamu. Jangan kamu terima ya."

Aruna mendongak. Jadi Dirga sudah tahu? Apa beritanya sudah menyebar begitu luasnya?

"Kenapa?" tanyanya dengan suara pelan.

Dirga tersenyum lembut, membuat Aruna meleleh saat itu juga. "Karena kamu milikku, Na. Dan apa yang menjadi milikku gak akan pernah aku mau bagi dengan orang lain."

Detik itu juga Aruna merasakan kembang api sedang berpesta di dalam dadanya. Dan juga ribuan kupu-kupu tengah mengepakkan sayapnya di dalam perutnya sehingga menimbulkan sensai menggelitik yang luar biasa.

Untuk kesekian kalianya Aruna jatuh cinta kepada Dirga.

******

ArunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang