What Love is

11 2 0
                                    

*Foreigner (I want to Know what Love is)

Sinar matahari pagi menerobos jendela kamar Saya, terasa hangat. Namun kemudian angin bertiup dari suatu tempat asing membawa kesedihan. Hingga akhirnya kehangatan itu menguap digantikan oleh kesedihan yang membeku. Mengingat Anda adalah suatu candu yang menyakitkan, seolah Saya sedang mendekap mawar berduri. Mengharapkan Anda akan seperti menggenggam angin, terasa ada tertangkap tidak. Saya biarkan pagi berlalu begitu saja. Jika bukan karena kasih Sang Maha Pengasih, Saya bahkan tidak akan menghela nafas sepagi ini.

Layar laptop Saya biarkan nyala begitu saja. Terpampang status pada akun facebook Anda dengan lafal I found you in the end of my youth. Tak lama berselang, Anda—yang namamu sering kulafalkan dengan khidmat dalam rangkaian do'a setelah shalat—meng-upload sebuah foto. Foto Anda yang sedang tersenyum bahagia bersama seorang gadis dengan paras menawan. Seketika itu Saya kacau. Dulu Saya sempat mengatakan bahwa kebahagian Anda adalah kebahagian Saya. Siapapun nantinya yang akan Anda pilih untuk mendampingi Anda dalam suatu ikatan yang suci, Saya akan menerimanya. Ternyata itu semua hanya omong kosong seorang remaja yang sedang dimabuk cinta. Omong kosong yang mudah untuk dilontarkan, tapi sulit untuk dilakukan. Kini Saya meringkuk menahan kesedihan melihat Anda berbahagia, bukan dengan Saya.

Kenapa harus gadis itu? Kenapa bukan Saya? Pertanyaan itu bermain-main seperti gasing yang berputar di atas tanah. Tanah tempat gasing itulah benak Saya. Saya rasa benak ini akan pecah karena dipaksa menerka-nerka jawaban apa yang sekiranya pantas untuk Saya jadikan obat penenang bagi hati yang sedang menggila. Lama Saya menerka-nerka hingga pada akhirnya, Saya memilih untuk menenangkan pikiran kusut itu untuk sesaat. Dalam diam sambil menerawang, menatap langit-langit kamar yang sejatinya kosong, Saya mendapati kepingan-kepingan masa lalu datang silih berganti. Muncul secara acak dan tak sempurna.

"Namanya Esa. Mahesa Putra, senior kita. Tampan, ya?" tanya seorang kawan saat Saya MOS (Masa Orientasi Siswa) SMP sepuluh tahun silam.

Waktu itu Saya masih terlalu kanak untuk mengenal cinta. Saya menurut saja dengan rasa yang menggelitik hati. Pertama kalinya. Semenjak hari itu Saya ikuti setiap irama lagu-lagu bahagia yang datang entah darimana, setiap kali Saya mencuri pandang pada Anda, setiap kali Anda tersenyum, dan setiap kali Anda mengusili teman-teman Anda. Saya hargai setiap detik ketika Saya bisa memandangi Anda dari kaca jendela kelas.

Saya tahu, mengutuk masa adalah pekerjaan tercela, berandai-andai adalah pekerjaan sia-sia. Namun, Saya selalu menyesali pertemuan dengan Anda. Bahkan Saya pikir betapa bodohnya Saya memelihara cinta yang seharusnya tidak ada. Seperti kata ibu Saya, Saya menjaga cinta pada Anda seperti membesarkan anak singa. Kini, singa itu telah menerkam Saya, mencabik-cabik diri Saya menjadi serpihan-serpihan daging yang tak berarti lalu mati.

Saya bangun dari tempat tidur. Menatap nanar layar laptop yang sudah mati dan melontarkan pertanyaan pada benda itu, seolah bertanya pada Anda. Haruskah Saya jujur pada Anda mengenai perasaan yang telah Saya simpan sejak sepuluh tahun lalu. Saya tersenyum kacau pada bayangan Saya yang memandang prihatin dari dalam cermin.

***

Seminggu lagi perhelatan akan dilakukan di rumahku. Seperti malam yang kini sedang menyusup, perasaan itu merayap memenuhi ruang yang terasa sepi. Jas pernikahan dan beberapa pakaian adat sudah berjejer rapi. Menampakkan kemewahan yang dengan jelas akan dihadirkan dalam pesta pernikahanku nanti. Tetapi, hatiku tak sesumringah orang-orang di luar sana yang sibuk menyiapkan pesta pernikahanku. Hatiku sibuk merindu seseorang yang dulu tingkah lucunya membuatku tertawa tertahan.

Dimanakah dia kini, Aku tak tahu. Dia menguap seperti embun yang singgah pada sehelai daun sebelum mentari merekah. Pertama kali Aku mengenalnya, ketika menjadi panitia MOS masa SMP, sepuluh tahun yang silam. Aku tahu dia mengamati setiap gerak-gerikku. Aku juga tahu dia sering menjadikanku objek dalam straight news yang disampaikannya pada temannya. Karena itu sesekali Aku bertingkah, menjahili temanku, tersenyum dengan manis, saat Aku tahu dia sedang mengamatiku.

My Old Journal (Kumpulan Cerita Pendek)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang