Kita memang di bawah langit yang sama, tetapi Aku rasa kita takkan pernah bersua. Seperti pungguk dan bulan. Satu-satunya cara mencinta bagi kita adalah tetap saling merindu, tanpa tahu kapan akan bertemu.
Özcan baru saja mengirimiku pesan lewat messenger seperti biasanya. Dan seperti biasanya—lagi, ada kata-kata motivasi cinta di sana. Kali ini bunyinya seperti ini, Aku ingin membahagiakanmu. Kamu harus mampu bersabar sebentar lagi. Benarkah begitu? Meski sangat senang membaca pesannya, tak dapat kupungkiri bahwa ada sedikit rasa sangsi di hatiku. Entah dia tulus mengucapkannya entah tidak. Bahkan Aku tak dapat menatap matanya. Orang bilang, kalau kita ingin memastikan kejujuran seseorang, pandanglah ke dalam matanya. Sesuatu yang mustahil bagiku dan dia.
Sudah satu tahun Aku mengenalnya, sekalipun belum pernah Aku mendengar suaranya, mengetahui dengan pasti bagaimana wajahnya. Hanya ada foto dua dimensi yang tak bicara tetapi mewakilkan berbagai rasa. Terkadang ada saatnya Aku menjadi begitu muak dengan hubungan kami. Rasanya Aku ingin segera mengakhirinya.
Seketika pesan motivasi cinta itu tak mampu menarik hatiku lagi. Aku abaikan pesannya. Biasanya, Aku akan langsung membalasnya dengan mengucapkan Terimakasih, ya Aku akan bertahan dengan kesabaran tingkat tinggi. Tetapi saat ini Aku tak ingin mengucapkannya. Dia tak benar-benar nyata sebagai kekasihku. Dia tak pernah benar-benar ada saat Aku membutuhkannya. Misalnya seperti ini, jika saja suatu hari Aku ditodong oleh penjahat, apakah dia benar-benar bisa menolongku? Aku tertawa meringis, palingan dia hanya mengirimkan pesan dengan bunyi, Jangan ganggu kekasihku. Lalu, apakah penjahat itu akan menyerah begitu saja setelah membaca pesannya? Semua itu out of my mind.
Apa kau sibuk? Mari kita bicara sedikit lagi.
Dia mengirimiku pesan lagi. Özcan adalah laki-laki baik, Aku sangat yakin dengan itu. Aku dapat merasakan ketulusannya. Masalahnya cinta tak bisa hanya mengandalkan ketulusan. Aku membutuhkan dirinya yang benar-benar nyata agar kisah kami tidak menjadi kisah fiksi belaka. Apa lagi yang harus kita bicarakan? Kau sudah mengetahui hampir keseluruhan tentang diriku. Aku pun begitu. Apakah kamu tidak pernah merasa bosan dengan hubungan ini Özcan? Aku pikir kita harus mengakhirinya.
Ada sesak di dadaku. Hatiku seperti tergencet di antara dua tebing, kondisinya memprihatinkan. Sambil menunggu balasan darinya, Aku mengingat lagi sekilas tentang dirinya. Özcan ingin menjadi pengacara. Dia sekarang masih kuliah di jurusan hukum Universitas Istanbul. Ya, dia berkewarganegaraan Turki dan lima tahun lebih muda dariku. Cinta yang kadang membuatku berpikir bahwa Aku sudah kurang waras. Terlalu banyak rintangan untuk kami. Sekali lagi Aku tertawa meringis dengan ngilu di hati. Mustahil.
Aku sudah sering mengatakan padamu bahwa kamu harus bersabar. Aku sedang berusaha untuk membuatmu bahagia. Aku benar-benar mencintaimu. Bukankah sudah sering kukatakan? Kenapa kamu seperti ini lagi?
Masalahnya sampai kapan Aku akan menunggumu? Aku sudah lama bekerja sebagai seorang guru, sedangkan engkau masih butuh waktu tiga tahun lagi untuk menyelesaikan pendidikanmu. Di umur berapa Aku akan menikah? Umur 30? Aku tertawa perih. Semakin lama hubungan ini semakin tampak jelas ujungnya, kami tidak akan pernah bersama. Waktu berlalu lambat sejak pesan terakhir yang kuabaikan itu. Seperti biasa, Özcan akan membiarkanku berpikir. Dia akan menungguku sampai Aku menghubunginya. Hingga bulatlah keputusanku.
Surat untuk kekasihku, Özcan.
Percayalah, hari-hari yang Aku lalui sebelum dan sesudah hadirmu adalah hari-hari yang berat. Suatu waktu Aku ingin sekali berbagi kabar padamu tentang barbagai hal. Tetapi sering urung kulakukan, takut membebanimu dan juga Aku rasa tak perlu juga kau mengetahuinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Old Journal (Kumpulan Cerita Pendek)
Teen FictionMimpi adalah suatu hal yang harus diusahakan agar menjadi kenyataan. Dengan sekuat tenaga, sepenuh hati, dan sesabar sungai. Hingga akhirnya di sinilah kita, menikmati hari-hari indah dengan hati yang damai.