Admirer

40 4 2
                                    

Dalam perjalanan pulang, kami di dalam mobil tidak berbicara apa-apa. Aku yang berusaha menetralisirkan desiran di hatiku, dan dia ya mungkin bingung mau memulai pembicaraan darimana. 
"Masih sakit perutnya?" noh baru keluar suaranya, setelah sekian lama aku menunggu untuk mendengar suara mu, haha.

"I_iya masih." kok aku jawabnya gugup gitu sih?

"Kita kerumah sakit aja ya, takut ada apa-apa sama perut kamu." tawar nya. Berdesir lagi, kenapa dia harus se perhatian itu sih?

"Eh eng_nggak perlu kang, udah biasa kok kaya gini." aku berusaha tersenyum disela-sela ringisanku. Tanganku masih saja meremas perut yang rasanya abstrak.

"Udah biasa? Maksudnya?"

"Duh, gimana ya cara ngomongnya." aku menggaruk belakang hijabku yang tidak terasa gatal.

"Gimana hayo?" dia menoleh kepadaku, tersenyum  mamerkan deretan giginya yang rapih. Astaghfirullah Afia paling kan penglihatanmu darinya.

Aku langsung saja menunduk,
"It_itu kang, saya___kalau masa-masa____emmm itu.."

"Gimana hm?"

Allahumma, kuatkan tubuh ini untuk tidak merosot kebawah mobil. Dia nggak peka banget sih, kalau cewe kesakitan perutnya itu lagi menstruasi, MENSTRUASI. Huh dasar cowo mah emang susah kalau disuruh peka.

"Saya tau kok, kamu kenapa."

"Eh?" spontan aku menoleh kearahnya

Dia hanya tersenyum. Berdesir lagi, fix mulai saat ini aku harus jauh-jauh dari dia kalau tidak mau merasakan desiran aneh lagi.

"Biasanya minum apa?"

"Apa?" aku bukannya nggak ngerti arah pembicaraannya, ya jaim dikit mah bolehlah, hehe.

"Kamu kalau udzur biasanya minum apa?" pertanyaannya kali ini diperjelas,

"Nggak minum apa-apa kang." jawabku berbohong, jelaslah kalau aku memberitahu dia kemungkinan besarnya nanti dia belikan obat yang aku sebutkan lagi, kan malu-maluin.

"Gituh? Yaudah kita mampir ke apotek dulu ya."

"Mau apa?" langsung saja aku menepuk mulutku yang kelewat batas, itu tadi spontan loh keluar dari mulutku.

Dia tertawa

Allahumma, tak bosannya hamba selalu meminta kekuatan untuk tubuh ini agar supaya tidak ambruk.

"Ada yang mau saya beli."

"Hehe, iya kang. Maaf tadi mulut saya kelepasan." aku tersenyum canggung

Dia hanya menganggukan kepalanya.

Apotek ungu farma

Dia turun dari mobil setelah menyuruhku untuk tetap di dalam mobil.

Gaya berjalannya cool banget, lekukan wajahnya yang begitu indah. Bibir tipis dengan warna kemerah-merahan, matanya sipit mirip seperti orang korea, alisnya tebal, jangan ragukan lagi dengan hidungnya, mungkin dia keseringen bohong kali ya sampe hidung nya mancung banget, hehe Pinokio kali.

Dia kembali membawa kantung kresek, yang aku yakin isinya adalah obat.

"Nih." dia menyodorkan kresek itu padaku, loh kok? aku menatapnya bingung.

"Iya itu obat buat kamu, afwan sebelumnya saya lancang sudah berani membelikan itu untuk kamu." dia tersenyum hangat.

"Kenapa?"

Lovers Of DreamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang