3 •flashback•

22 3 6
                                    

Prang

Suara pecahan kaca memenuhi rumah kediaman keluarga Kim. Kedua orang dewasa yang tengah beradu mulut itu terus meninggikan suaranya. Lalu, tanpa mereka sadari seorang anaknya yang masih berumur 8 tahun
berjongkok ketakutan dipojok kamarnya sambil menangis ketakutan.
"Kau selingkuh Eun!" tuan Kim menunjuk istrinya yang masih berlagak tenang didepannya.

"kubilang, aku hanya mampir ke club itu."

Tuan Kim terkekeh sinis, ia meraih rahang istrinya kasar. "lebih baik mana?kusiksa atau kita sudahi?"

"pilihan pertama lebih baik, kurasa"

Tuan Kim berdecih dan melepaskan tangannya dari rahang Nyonya Kim. Ia berlalu meninggalkan rumah dengan membanting pintu cukup keras. Nyonya Kim hanya tersenyum, tapi tangannya terkepal kuat. Dengan langkahnya ia berjalan menaiki tangga menuju kamar putrinya, Kim Jieun.

"SIALAN, KAU ANAK SIALAN!" Nyonya Kim berteriak keras didepan Jieun yang masih terisak.

"kalau bukan karena kau,aku tidak harus bolak balik ke club sialan itu, demi mencari ayahmu brengsek!"

Jieun menutup telinganya. Ia ingat perkataan seseorang. Kau harus menutup telingamu, apabila ada orang yang berteriak kasar padamu.

"Ma, maafkan aku" lirih Jieun. Ia benar-benar ketakutan melihat perangai ibunya. Mata Nyonya Kim sudah memerah menahan kesal. Ia lalu meraih gunting dinakas dan menarik kasar rambut Jieun.

"Ma, jangan"

"DIAM!"

Nyali Jieun menciut. Ia pasrah dengan apa yang dilakukan ibunya pada rambutnya. Toh, mungkin rambut Jieun sudah terlalu panjang dan ibunya tidak menyukainya.

Setelah puas menggunting rambut Jieun asal, Nyonya Kim tersenyum kecil. Ia mengusap pipi kemerahan anaknya itu lalu tanpa diduga ia menampar keras hingga membuat Jieun jatuh terduduk.

Jieun ingin menangis, tapi tak bisa. Jika ia menangis maka akan lebih kejam siksaan yang ia dapatkan. Jadi ia hanya bisa diam sambil menahan gejolak air mata yang mendesak keluar dimatanya. Juga, Jieun rasa pipinya makin memerah sampai susah untuk ia gerakan sedikitpun.

"PRIA SIALAN ITU HARUS KUTEMUKAN!"

Jieun tersenyum masam saat ibunya keluar dari kamarnya. Ia sudah tak kaget ketika ibunya menutup pintu dengan sangat keras.

Semakin hari semakin banyak pertanyaan yang muncul difikiran gadis berumur 7 tahun itu. Ia masih bingung oleh orang yang selalu dicaci maki ibunya dan ibunya selalu melampiaskan kemarahan padanya saat marah kepada orang itu. Jieun hanya benci, karena orang itu ibunya jadi membencinya.


Sinar matahari mulai mengganggu gadis yang masih tertidur dengan matanya dan pipi yang membengkak. Gadis itu tak merasa terganggu, tentu karena ia lebih menyukai sinar matahari ketimbang sinar bulan malam tadi. Tapi suara yang memnggilnya berhasil membuatnya bangun dengan keterkejutan.

"JIEUN CEPAT BANGUN!"

"iya Ma" Teriak Jieun walau ia harus menahan sakit didaerah sudut bibirnya. Pipinya terasa kebas saat ini. Dan rambutnya juga berantakan. Ia harus minta bantuan Bibi Choi, kepala pembantu dirumahnya, untuk sedikit merapikan tatanan rambutnya. Jieun rasa, rambut pendek sebahu bukan ide yang buruk, kan?

Ketika selesai membenarkan sedikit rambutnya dan mengoleskan salep ke sudut bibir juga pipinya ia membuka tirai putih jendelanya. Ia suka saat ia melakukan ini. Lalu ia membuka jendela kamarnya lebar. Ia ingin tersenyum tapi sulit, suasana hatinya tidak menginginkannya untuk tersenyum.

Tubuhnya membeku ketika melihat seorang lelaki yang memperhatikannya di jendela sebrang kamarnya. Raut wajah lelaki yang seumuran dengannya itu tampak datar, tapi Jieun telah terbiasa. Kadang, sikap bocah lelaki itu suka berubah-ubah.

"Hai" sapa lelaki itu.

"Hai-" senyum Jieun terbit ketika lelaki itu juga tersenyum. Tatapan matanya berubah redup dan senyumnya sangat manis.

"maaf, kurasa ibuku memanggilku, sampai berjumpa disekolah Ji" katanya sambil melambaikan tangan, lalu menutup jendelanya.

Jieun membalas lambaian tangan itu, tapi sepertinya lelaki itu tak melihatnya. Ia hanya menghela nafas dan tersenyum.

"ayo kita bermain, lagi." ungkap Jieun, yang tak diketahui oleh lelaki itu.


"Hei bocah, kau mau sekolah tidak?"

Jieun menoleh dan mendapati ibunya yang sudah rapih berdiri dipintu kamarnya. Ia mengangguk dan meraih tasnya yang penuh dengan buku pembelajaran itu.

"pakai maskermu dan aku akan bilang kalau kau flu"

"baiklah Ma"

Setelah sampai disekolah, Nyonya Kim berusaha mengatakan pada walikelas bahwa saat ini Jieun tengah sakit dan ia harus memakai masker. Tanpa rasa curiga walikelas Jieun membiarkannya memakai masker itu selama pembelajaran. Dan berhasil membuat seringai Nyonya Kim diam-diam timbul.

"Terimakasih Joenghan Sonsaengnim"

"tentu Nyonya Kim" Joenghan membalasnya dengan senyum secerah matahari.

✳✳✳

Kalo gajelas yaudhlah ya, otak aku cuman mentok disitu doang:")

ParasiteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang