Leo(n): 2

138 13 2
                                    


Sudah seminggu lebih aku, Ibu dan Ayah sudah terbiasa dengan kehadiran Leo. Buktinya--jika kuperhatikan sambil mengerjakan tugas sekolah--tidak jauh dari tempatku, Ayah sedang memberi Leo makan yaitu ayam yang direbus tadi. Khusus untuk singa itu.

Leo memakannya dengan cukup lahap kemudian aku bisa melihat Ayah menatapnya sebentar kemudian masuk ke dalam rumah. Meninggalkan aku dan Leo di teras rumah yang langsung berhadapan dengan pohon yang tinggi dan langit malam tanpa benda penerang di sana.

Aku memutuskan untuk kembali fokus ke tugas sekolahku yang akan dikumpulkan besok. Aku sangat berharap hari sabtu dan minggu cepat tiba supaya aku bisa menghabiskan waktu untuk bermain bersama Leo. Ibu pernah bilang, saat aku berangkat sekolah Leo hanya diam di dalam kamarku tanpa melakukan apapun sampai menungguku pulang.

Entahlah. Aku merasa seperti Ibu dari singa itu.

Saat sedang sibuknya aku mengerjakan tugas, tau-tau listrik padam dan itu membuatku mendengus kesal. Haruskah disaat seperti ini?

Dengan bosan aku berdiri dari kursi kecil yang kududuki kemudian masuk ke dalam rumah untuk mengambil lilin dan korek api. Setelahnya, aku kembali ke teras dan memasang lilin itu. Lumayan untuk menerangi sekelilingku. Lagipulah Leo juga ada di sini bersamaku. Dan aku tidak takut akan makhluk gaib.

Saat ingin kembali menulis, tau-tau terdengar langkah ringan menuju kearahku. Aku tau itu pasti Leo karena harum bulunya sudah menyeruak masuk ke indra penciumanku.

Leo duduk di sampingku kemudian matanya terpaku pada lilin yang menyala. Kebetulan aku meletakkan lilin itu dimeja yang sama aku meletakkan peralatan belajarku.

Aku memilih untuk tidak menghiraukannya sebentar dan berusaha untuk kembali mengerjakan tugas dengan fokus. Tapi yang justru, lilin yang tadinya menyala tiba-tiba padam. Aku segera mencari korek api dan memasangnya kembali karena gelap gulita meliputiku. Bahkan Leo yang mungkin saja masih duduk di sampingku, tidak terlihat.

Saat lili itu menyala, aku bisa melihat Leo masih dengan posisinya. Jujur, diam-diam aku bergidik ngeri.

Setelah kupasang ulang, aku cepat-cepat mengambil pulpen dan kembali menulis. Ini sudah larut malam dan rasa kantukku mulai terasa.

Dan seketika lilin kembali padam membuat sekelilingku gelap buta. Itu membuatku jengkel setengah mati. Aku segera mengambil korek api berniat memasang lilin itu kembali sambil berpikir. Pertama, kalau lilin itu padam karena ditiup angin, itu tidak mungkin. Karena aku tidak merasakan hawa angin di sini sejak tadi kecuali udara sejuk. Kedua, tidak mungkin ada yang meniupnya karena di sini hanya ada aku dan Leo. Dan tentu saja tidak mungkin kalau Leo yang melakukannya karena singa itu hanya berdiam diri menatapi lilin itu terus-menerus.

Tanpa banyak pikir lagi, aku segera menyalakan lilin itu dan berharap ini yang terakhir kalinya. Saat lilin itu menyala, aku melirik Leo di sampingku. Tapi yang justru...

Hanya ada kekosongan di sampingku.

Aku mengedikkan bahu dengan acuh. Mungkin saja Leo sudah masuk ke dalam rumah diam-diam. Aku langsung segera melanjutkan tugasku dengan cepat walau sedikit aneh karena lilin itu sudah tetap menyala dan tidak ada gangguan seperti tadi lagi. Syukurlah.

Tidak terasa tugas sekolahku sudah selesai. Aku segera memasukkan kembali peralatan belajar dalam tas kemudian berjalan masuk ke dalam rumah tanpa mematikan lilin di teras.

Segera aku masuk ke dalam kamar tapi... tidak mendapati Leo di dalam. Kupikir Leo sudah pergi tidur tadi. Ku putuskan keluar kamar dan bertanya pada Ibu atau Ayah yang kebetulan sedang duduk bersama sambil bercakap ria tentang masa muda mereka. Itu cukup membuatku iri karena mereka bisa saling berbicara dan bertukar pikiran di rumah inu sedangkan aku tidak. Ya, aku anak tunggal. Tapi aku juga cukup senang karena ada kehadiran Leo yang tidak membuatku kesepian lagi. Dan sekarang ... dimana dia?

LEO(N)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang