Leo(n): 3

132 13 5
                                    


Kaca jendela terlihat basah di depanku. Menimbulkan uap campur debu yang sudah lama menempel di jendela yang jarang dibersihkan. Ya, aku paling malas membersihkan jendela termasuk kaca-kacanya. Tapi karena ibu yang sudah mengancam akan memotong uang jajanku, jadi aku lakukan saja.

Aku memeras sekali lagi kain basah di depanku dan meninggalkan warna kecoklatan di air. Dengan segera aku kembali membersihkan benda yang sering di dekatkan dengan pintu itu.

Dari jendela dibalik ruang tamu ini yang sudah berbatasan dengan teras rumah, aku bisa melihat Leo yang sedang duduk menikmati cuaca cerah di siang hari ini. Matanya terpaku pada langit biru yang memunculkan benda penerang besar yang menyilaukan mata.

Tiba-tiba ada niat dalam diriku ingin memanggil Leo. Tapi niatku terhenti saat melihat sebagian bola matanya berubah menjadi orange kemerahan.

Aku segera meninggalkan pekerjaanku dan berjalan menuju teras dimana Leo masih duduk disitu dan matanya tidak lepas dari langit di atas. Tapi aku tau dia tidak sedang menikmati birunya langit dan putihnya awan itu. Lebih tepatnya pada matahari yang bersinar menyilaukan dan begitu panas hari ini.

Dengan perlahan tanpa mengganggu Leo yang masih duduk, aku mendekatinya kemudian duduk di sampingnya dan langsung mengusap bulu di kepalanya yang panjang. Tentu perasaanku saat ini tidak tenang karena warna bola matanya tidak seperti biasanya.

"Leo, ada apa denganmu? Sepertinya kamu menyukai matahari 'kan?"

Singa itu hanya diam dan tidak memberi reaksi atau gerakan apapun.

"Tidak baik melihat matahari dengan mata telanjang begitu," ujarku pelan kemudian bergantian mengusap bulu-bulunya di bagian tubuh hingga kaki. "Kalau kamu mau, aku mau meminjamkan kacamata hitamku. Biar matamu tidak sakit. Oke?"

Aku segera berdiri kembali dan masuk kembali ke dalam rumah untuk mencari kacamata hitam favoriteku. Rasanya tidak sabar ingin melihat Leo memakai kacamata. Pasti sangat lucu dan menggemaskan.

Saat kembali berjalan menuju teras, langkah kakiku berhenti seketika dan mematung.

Leo tidak ada di sana lagi.

Aku segera melempar asalan kacamataku dan berlari keluar rumah dengan mata yang menjelajahi sekitar. Perasaan takut langsung meliputiku.

Bagaimana kalau ada yg menangkapnya?

Perburuan liar?

Tidak. Tidak mungkin!

Aku segera mencari keberadaan Leo dengan harap harap cemas. Karena semakin gelisah, aku bahkan mencari keberadaan Leo di rumah-rumah tetangga yang jaraknya cukup jauh dari rumahku dengan alasan mencari kucing. Tapi tidak ada satupun dari mereka yang memberi tau kalau ada hewan yang tersesat atau apapun itu.

Aku bisa merasakan mataku mulai memanas dan berair. Jantungku berdegup kencang karena takut.

Aku menyayangi hewan misterius itu dan akupun tidak mau sesuatu terjadi padanya.

Akhirnya dengan langkah berat, aku kembali ke rumah dan berjalan memasuki kamarku tanpa menghiraukan panggilan ayah dan ibu menanyakan aku tadi pergi kemana, dan tidak adanya Leo di rumah ini.

Aku langsung menjatuhkan tubuhku ke kasur kemudian mengambil foto polaroid di bawah bantalku. Di foto itu ada aku yang sedang merangkul Leo dengan kedua jariku membentuk hati dan Leo yang sedang tersenyum. Foto itu diambil oleh ayah beberapa hari yang lalu.

Dengan perlahan aku mengusap foto itu kemudian meletakkannya kembali di bawah bantalku. Masih dengan perasaan yang campur aduk, aku segera membaringkan tubuhku di atas kasur kemudian memejamkan mata dan menarik nafas perlahan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 26, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LEO(N)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang