[2] Rasa benci

391 77 8
                                    

Happy Reading!

***

Bragata Keano Thana.

Cowok tinggi, ganteng juga memiliki manik bulat yang selalu menyorot tajam. Cowok yang sering di sapa Raga ini sudah memasuki kuliah akhir semester. Raga sebentar lagi menyelesaikan kuliahnya dan menjadi penerus perusahaan papi-nya.

Tapi Raga itu... Berandalan.

Julukan di kampusnya. Si jenius berhati setan. Raga tidak kenal ampun. Menyerang siapapun yang berani menentangnya.

Raga itu brutal. Tapi akan sangat lembut dan hangat hanya kepada adik juga mami-nya. Dua malaikat di hidupnya. Hubungan Raga dengan sang papi tidak begitu baik. Raga benci dengan papi yang tidak pernah memperhatikan adiknya. Papi yang hanya melihat dirinya, mengabaikan keberadaan sang adik yang teramat Raga sayangi.

Adrew Jeremy Thana. Hanya menganggap Raga sebagai anaknya. Bagi Adrew... Anak perempuan itu tidak berguna. Adrew hanya membutuhkan Raga untuk menjadi penerus perusahaannya.

Raga memberontak dan selalu membuat onar. Walau Raga tetap mempertahankan prestasinya dalam bidang akademik. Raga hanya ingin Adrew melihat adiknya juga. Sedikit membenci Raga tidak apa, asalkan perhatiannya terbagi untuk sang adik.

"Bang Raga~"

Suara itu menggema di seisi rumah. Bibir Raga melengkung sempurna. Mami-nya sedang tidak ada di rumah. Entah pergi kemana, tapi akhir-akhir ini Shiena memang jarang sekali berada di rumah.

"Kenapa lagi dek?" Raga bertanya saat melihat Venusa yang berjalan mendekat.

"Abang apain lagi kak Piter? JAHAT!"

Raga menangkap tas yang terlempar ke arahnya. Dia terbahak-bahak. Kedua manik indah adiknya tampak sembab, Raga berhenti tertawa. Menatap cemas, "Di apain lagi sama dia?"

Kali ini sepatu miliknya yang di lempar. Raga mengelak reflek. Venusa masih terlihat kesal pada kakaknya. "Jangan sakitin kak Piter, Abang! Ngerti gak, sih?"

Cewek itu duduk di samping Raga. Bersandar pada bahu kokoh kakaknya, "Bang Raga jahat!"

"Dia berani nyakitin kamu."

Venusa memeluk Raga. Menyandarkan kepadanya pada dada bidang sang kakak. Rasanya begitu nyaman. "Aku udah biasa di sakitin. Di sakitin kak Piter, aku gak pa-pa. Tapi bang Raga jangan sakitin dia."

Raga mengusap lembut surai kecoklatan milik Venusa. "Iya." Jawabnya tanpa arti.

Raga tidak pernah bisa melihat adiknya terluka. Papi-nya saja bisa ia benci, apa lagi orang lain.

"Makasih bang Raga."

___


Yupiter memasuki rumah. Langkahnya terhenti saat mendengar suara isakkan pelan. Langkah kaki jenjangnya menghampiri asal suara itu. Piter duduk di samping ibunya yang buru-buru menyeka airmata. Lalu tersenyum hangat pada putra semata wayangnya.

"Kenapa, ma?"

"Mama gak pa-pa."

Piter menatap mama-nya lekat, "Bohong. Kenapa? Bertengkar lagi sama papa?"

PLANETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang