[4] Phobia aneh

212 31 3
                                    

_

___

Satu minggu berlalu. Tapi Marsya belum juga menyatakan perasaannya kepada Bumi. Membiarkan saja Bumi yang selalu memperhatikan dirinya. Memperlakukannya istimewa, juga menuruti apapun yang di inginkan Marsya.

Semua itu Bumi lakukan.. Karena status sahabat saja, kan?

Marsya juga tidak paham. Selalu dibuat penasaran dengan isi hati sahabatnya. Tapi Marsya juga takut, takut jika Bumi memang hanya menganggapnya sahabat saja.

Takut... Jika cintanya tidak terbalas.

Hari ini pelajaran olahraga. Marsya beranjak di ikuti Bumi. Keduanya berjalan beriringan. Teman cowok Bumi berseru dengan kekehan. "Ganti baju olahraganya jangan barengan, Oy! Sahabat ada batasannya, Bumi."

Bumi mendelik tajam pada temannya. "Sejak kapan gue punya pikiran mesum kek lo pada. Udah sana, jangan deket-deket gue. Ketularan virus mesum deket lo pada."

"Sialan lo!" Umpatnya tergelak.

Marsya memeluk lengan Bumi manja. Bergelayut dengan bibir mengerucut, "Bumi~" Rengeknya pelan.

"Iya, Sya?" Bumi bertanya lembut.

"Kak Celin, temen kak Piter labrak gue kemaren. Katanya kalian pacaran. Emang bener?"

Bumi terdiam. Berpikir juga mengingat-ingat. Lalu menggeleng. "Kak Celin emang nembak gue. Tapi seperti biasa, gue nggak jawab apa-apa, kok, Sya."

Marsya mendengus. Ingin rasanya menggigit ginjal Bumi hingga lepas. Cowok satu ini benar-benar tidak masuk akal. "Kadang, diam lo itu mereka anggap dengan 'iya'."

Bumi mengedik. "Itu cuma anggapan mereka. Tapi kenyataannya, gue emang nggak punya pacar, kan." Bumi merangkul mesra bahu Marsya. "Gue cuma punya elo, Sya. Sahabat gue."

Marsya lemas. Belum menyatakan cintanya saja dia sudah pesimis duluan. Mungkin saat menyatakan cinta, Bumi hanya akan diam sama seperti pada cewek-cewek lainnya.

"Kenapa lo nggak coba untuk pilih salah satu? Pacarin salah satu dari mereka, supaya cewek-cewek lainnya nggak berharap."

"Kalo gue pilih. Akan ada banyak cewek yang terluka. Gue nggak bisa, Sya."

Mereka sampai di depan ruang ganti. Ruang ganti cowok dan cewek hanya bersebelahan, Marsya menarik tangan Bumi menuju lorong belakang kamar mandi. "Gue mau ngomong."

Bumi mengikuti. Dia hanya diam dan mendengarkan. Marsya menatap Bumi, "Lo sayang gue?"

Bumi terkekeh. "Kenapa nanya itu?"

"Jawab aja, Bumi."

Bumi mengusap pipi lembut Marsya. "Sayang banget, Sya. Lo itu segalanya buat gue."

Marsya tersenyum cerah. Berharap banyak dari jawaban Bumi saat ini. "Lo juga segalanya buat gue, Bumi. Gue suka sama elo. Dari dulu, dari awal kita sahabatan. Gue mau... " Marsya menarik napas dalam. "Kita pacaran."

Dia menutup kedua matanya. Terlalu takut melihat ekpresi seorang Bumi Alaska Erlangga. Sapuan lembut di rasakannya di kedua pipi. Bumi menangkup wajah Marsya, lalu mengecup lembut kening Marsya. "Lo tau gue sayang banget sama elo, Sya. Tapi gue juga nggak bisa nyakitin hati perempuan."

"Tapi kenapa?" Kedua matanya terbuka lebar. Napas Marsya memburu, tatapan matanya sorot rasa kecewa.

"Lo tau alasannya, Sya." Bumi menarik Marsya ke dalam dekapan. Tapi Marsya mendorong dada Bumi untuk menjauh. Membuat hati Bumi mencelos sakit.

PLANETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang