The Virgin

1.1K 103 1
                                    

ei sibuk menandatangani novel yang telah jatuh masa PO dari para penggemarnya. Ratna membantu membuka-bukakan bagian yang perlu ditandatangani. Sebentar-sebentar Mei mengibaskan tangan kanan karena efek kebas. Ratna menepuk bahu wanita berambut hitam legam di sisinya, berusaha memberi semangat.

"Semangat, Mei!" katanya sembari mengepalkan tangan kanan. Mei hanya terkekeh sebentar kemudian melanjutkan aksi tanda tangan.

"Pantas saja, Mei, pacar kamu bisa dua tahun nungguin kamu demi nerima cinta dia." Ratna mengamati wajah wanita yang sudah berumur 26 tahun, tapi masih tetap memancarkan keanggunan. Bibir mungil nan tipis yang bersemu merah, mata yang hitam pekat dengan bulu mata yang lentik. Dan hidung bangirnya tampak proporsional dengan wajah tirus.

"Ngomong apa, sih, kamu?" Mei tersenyum tanpa menoleh sedikit pun dari sesi tanda tangan.

Ratna terkekeh menyadari keanehannya mengagumi kecantikan Mei secara berlebihan. "Nggak nyangka aja punya temen yang punya pacar bule setianya minta ampun!" ujar Ratna.

Mei menghentikan aktivitasnya. Ia kembali teringat betapa ia telah menyia-nyiakan Miko dua tahun yang lalu. Rasa cintanya terkalahkan oleh ketakutan akan LDR dan ia lebih memilih menerima lamaran Brian, mantan kekasih, dengan iming-iming hidup mapan dan tenang di masa depan. Miko memang tak memiliki pilihan lain, ia harus kembali ke Amerika demi memenuhi panggilan kerja di Redwood City. Miko hanya ingin membuktikan pada keluarga Mei bahwa gamer tak pernah main-main dengan kehidupannya. Ia rela mengalah pada Brian saat itu dan menyerahkan semua keputusan pada Mei. Saat itu, Mei memilih Brian.

Rasa bersalah kembali memukul-mukul batin Mei saat mengingat kembali masa lalu itu. Sesetia itukah Miko padanya? Dua tahun adalah waktu yang cukup untuk menggantikan posisi Mei di hatinya dengan wanita lain. Namun, Miko bergeming dan tak menginginkan wanita lain menggantikan posisi Mei.

"Mei ...." Suara Ratna memecah lamunan Mei dalam kenangan masa lalu.

"Eh, iya?" Mei mengerjapkan mata.

"Ngelamun aja! Tuh, ponsel kamu getar dari tadi!" Ratna menunjuk ponsel di meja dengan dagunya.

Setelah meraih ponsel dan membaca serentetan pesan, bibir tipis itu melengkung, dengan rona kemerahan di kedua pipi.

My Gamer: "Mei, lagi ngapain?"

My Gamer: "Mommy kangen kamu."

My Gamer: "Miss you, Mei."

Mei menahan senyum dengan menggigit bibir. Hanya butuh beberapa dentik untuk jemari lentik di atas layar papan sentuh itu menari untuk mengetikkan sederet kalimat balasan.

"Idih, dah macem orang stres kamu, Mei, senyum-senyum sendiri!" Ratna terkikik seraya menahan diri untuk tak tertawa lepas dengan menutup mulutnya.

Mei hanya tersenyum tipis, kemudian meletakkan ponsel di meja dan kembali berkutat dengan pekerjaan yang beberapa menit tadi tertunda. Ratna menatap layar ponsel Mei dengan wallpaper seorang laki-laki blasteran yang menurut Ratna manis. Ia mengenakan kemeja kotak-kotak berwarna navy. Laki-laki itu memiliki mata berwarna hazel dengan bulu mata lentik. Hidungnya, tak usah diragukan, kebanyakan pria berdarah barat memiliki hidung bangir yang menawan.

Ratna tanpa sadar terpaku dengan layar ponsel pintar milik Mei. Matanya terus menatap tanpa berkedip.

"Oh-em-ji, ganteng, Mei! Pacar kamu punya adek atau kakak, nggak? Aku mau dong, Mei, dikenalin!" Ratna begitu antusias ingin mengikuti jejak Mei memiliki kekasih berbeda negara.

"Ah, kamu bisa aja! Berat kali punya pacar beda negara," aku Mei berusaha dewasa dengan membuat raut muka sedatar mungkin. Ia masih sibuk menggerakkan pena di atas tumpukan novel.

Miko Mei (Antara Jakarta & San Francisco)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang