Mei mengaduk mi ayam dengan malas. Tak berselera makan. Mi ayam yang ia aduk sudah hampir dingin dan mengembang. Berulang kali, ia mendesahkan napas kasar menahan kesal. Beberapa hari setelah Miko kembali ke Amerika, ia seperti menghilang tiba-tiba. Tak pernah bertanya kabar. Sehari mengirim chat hanya sekali, itu pun tengah malam dan Mei sudah telanjur sebal sehingga sengaja mengaktifkan air plane mode di ponselnya saat malam hari.
Biar saja ia juga merasakan bagaimana rasanya tak ada kabar dari pacar. Mei menggembungkan pipi dan mengembus-kan napas perlahan, juntaian anak rambut di keningnya bergerak seirama embusan napas. Where are you Miko? I miss you so much! I hate you! pekiknya.
"Mei!" Ratna menepuk bahu Mei.
Mei berjingkat terkejut. Ratna sudah hampir menghabiskan semangkuk mi ayam. Melihat mi ayam Mei masih saja utuh membuatnya risih dan ingin sekali menegur. Sudah dari setengah jam lalu, Mei, Ratna, dan Mili duduk di food court dekat toko buku yang baru saja mengadakan acara book signing Mei. Saking lelahnya, Ratna tak bisa menahan lapar sehingga food court menjadi tempat yang nyaman dan praktis untuk mengisi perut. Ratna tanpa kompromi langsung menyeret Mei dan Mili ke sini. Siapa sangka Mei malah jenuh begitu.
"Kamu kenapa, sih? Tuh, mi ayam ampe melar keles!" tegur Ratna.
Mei mengamati mi ayamnya dan tersenyum masam menyadari ia tak menyumpit sedikit pun.
"Palingan juga galau mikirin pacar bulenya!" sindir Mili.
Mei hanya mengedikkan bahu dan berusaha mengabaikan perkataan Mili yang lama-lama sudah biasa dan basi untuk didengarkan.
"Gimana nggak mikirin, akhir-akhir ini dia jarang hubungin aku. Sedikit kesel juga ngerasain kayak gini," gerutu Mei lirih.
"Ngapain dipikirin! Palingan juga dia pulang kerja pergi party ke rumah temennya. Terus ketemu cewek dan one night stand sampe subuh!"
"Ish, kamu kasar banget, sih, ngomongnya, Mil? Nggak bisa apa, tuh mulut nggak terlalu pedes?!" Ratna mulai kesal mendengar Mili yang selalu berbicara tanpa disaring terlebih dahulu.
"Nggak apa, udah jadi ciri khasnya Mili kali, Na. Suka ngomong pedes. Aku udah biasa." Mei terkikik sembari menepuk bahu Mili.
Mili terkekeh mendengarnya. Sedangkan Mei mulai berpikir yang tidak-tidak tentang Miko. Memang Mili paling bisa menggoyahkan keteguhan Mei dalam mejaga kepercayaan pada Miko. Mei menyumpit mi ayam sedikit. Sudah hambar memang, tapi mubazir juga kalau ditinggalkan begitu saja. Mei meraih ponsel dari saku celana jeans yang ia kenakan. Notifikasi chat BBM mengusik dirinya agar lekas melongok ponsel.
Juna: "Lagi book signing?"
Juna: "PING!"
Juna: "Aku di depan mal tempat kamu book signing."
Juna: "Bisa antar aku cari kafe yang enak nggak?"
Juna: "PING!"
Juna: "Aku tunggu."
Mei memutar bola matanya dengan malas. Kenapa juga di saat seperti ini Juna mesti datang? pikir Mei. Sedang ditinggal pacar begini memang rawan dengan ajakan orang ketiga. Mau menolak juga tidak enak karena Juna anak Tante Amel—sahabat Mama.
"Aku cabut duluan, ya? Ada temen nungguin di depan," pamit Mei.
Ratna yang masih menyumpit dan mengunyah mi ayam hanya mengangguk. "Hmm, oke. Hati-hati!" ucap Ratna akhirnya dengan mulut penuh.
"Mau ikutan selingkuh ya, Mei?" Mili terkekeh. Serta merta Ratna menabok bahu Mili sebagai aksi protes dengan kata-kata negatif itu.
Mei hanya tertawa kecil sembari menggendong tas mungil ke punggung dan berlalu mengabaikan perkataan pedas Mili.
![](https://img.wattpad.com/cover/152307927-288-k362945.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Miko Mei (Antara Jakarta & San Francisco)
RomanceEdisi Revisi Miko Mei (Long Distance) "Hubungan kita terlalu berisiko bila kita tak menjaga tiga hal yang perlu kamu tahu. Aku cuma butuh kepercayaan, kesetiaan, dan kesabaran. Dengan menjaga tiga hal itu, jarak dan perbedaan tak akan menjadi pengha...