Part 2

3.3K 471 40
                                    

❤Yang jadi siders awas tangannya kram beneran❤
.
.

Tepat setelah kejadian pada malam itu, Johnny diam-diam mencari keberadaan Ten dan menemukannya di sebuah apartemen mewah yang lumayan jauh dari tempat tinggalnya. Johnny tahu siapa yang memukulnya pada malam itu, Lucas Wong, seorang sekretaris di perusahaan milik sahabatnya yang bernama Oh Sehun.

Tidak, Johnny tidak ingin membalas pukulan pada malam itu. Justru sebaliknya ia menerima semuanya dan menganggap jika itu adalah balasan yang sepadan atas apa yang pernah ia lakukan pada Taeyong di masa lalu.

Tujuan Johnny datang setiap hari ke tempat itu hanya ingin melihat Ten dan mencari kesempatan untuk bertemu dengan mantan kekasihnya itu sekalipun ia sudah sering terkena amukan dari orang yang pernah menjadi bagian dari hidupnya.

Hari itu Johnny terpaksa mengikuti pria bertubuh kecil tersebut ke sebuah kedai kopi yang bisa dibilang menjadi tempat favorit Ten saat ia masih tinggal di Seoul. Johnny tahu itu, tentu tahu karena mereka pernah menjalin sebuah hubungan di masa lalu.

Lonceng di atas pintu menandakan kehadiran Ten yang disusul oleh Johnny berselang lima menit kemudian. Johnny tahu kemana Ten akan pergi, jadi ia segera mengambil langkah setelah menerima espresso pesanannya.

Sepasang kaki panjang itu menaiki satu persatu anak tangga dan akhirnya tiba di lantai dua. Johnny bisa lihat bagaimana punggung sempit yang terbalut oleh kemeja bermotif dengan warna cokelat susu itu tengah duduk di dekat jendela.

Ia melangkah hati-hati, lalu mengambil tempat duduk di samping sosok manis itu tanpa membuat Ten curiga. Sebuah buku dengan judul "What the Dog Saw" seketika di dorong ke hadapan Ten hingga pria itu mengernyit dan hampir saja bangkit jika saja Johnny tak menahan pergelangan tangannya lebih dulu.

"Untuk kali ini janganlah pergi, ku mohon."

Ten hanya bisa menelan ludah, mempersiapkan diri untuk menjaga jarak dengan pria yang lebih tua.

"Kau belum selesai membacanya kan? Ambil ini, aku yakin kau lupa dengan jalan ceritanya."

Tatapan Ten masih tertuju ke arah novel tersebut tanpa mengangkat wajahnya untuk sekedar bertatapan dengan Johnny. Tidak, itu bukan ide bagus. Melihat manik hazel itu secara langsung justru akan mengingatkan semua luka yang telah Johnny torehkan padanya.

"Tidak minum espresso?"

"Tidak, aku tidak suka."

Lantas Johnny menahan nafas, memicing ke arah Ten kemudian hanya membulatkan bibirnya tanpa suara disertai anggukan kepala.

"Kapan kau kembali kemari?"

"4 hari yang lalu, dan aku kemari hanya untuk sebuah urusan, bukan untuk tinggal disini."

"Benarkah? Apa itu?"

"Bukan urusanmu."

"Ah baiklah, aku tidak berhak untuk tahu kan?"

Hening sejenak. Saling tenggelam dalam kecanggungan yang terlalu kentara di antara keduanya.

"Maaf, aku tahu aku banyak berbuat kesalahan di masa lalu, jadi-"

"Tidak perlu membahas masa lalu, Johnny Hyung."

"Tidak, aku tidak ingin merasakan beban ini terlalu lama. Maksudku- aku selalu merasa bersalah denganmu, bahkan Taeyong juga. Harusnya aku tidak terobsesi untuk mencapai puncak karier ku, harusnya aku hadir di upacara kelulusanmu, jika aku melakukan semuanya maka semua ini tidak akan terjadi."

"Aku tahu bagaimana posisimu saat itu, salahku juga yang mengundang Taeyong Hyung tanpa sepengetahuanmu."

Ten menyeringai kecil, lalu tertawa renyah dan kembali menyeruput caramel frappuccino yang mulai terasa hangat.

Photograph •Johnten•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang