Delapan

77 28 28
                                    


Alena merapatkan mantelnya. Seharusnya Younghoon ada disini. Mengingat dia suka minum kopi dan bukankah Younghoon menghabiskan waktunya disini? Begitu setau Alena.

Tapi sedari tadi dia menunggu sosoknya tidak nampak. Bahkan ia hingga pergi keluar. Menuju trotoar untuk menunggu.

Alena merutuki dirinya yang tidak meminta nomer telepon pria tinggi bermasker panda itu.

"Gimana? Dia gak datang?" Keyra keluar menyusul Alena. Alena menatap Keyra. Menggeleng lemah.

"Tidak. Ayo pergi saja,"

"Eh?" Keyra mengangkat alisnya, meragukan ucapan Alena barusan.

"Jadwal pesawatnya dua jam lagi. Aku gak mau buang uang dua kali kalau sampai ketinggalan," Alena meyakinkan Keyra.

"Yakin?" Keyra masih sedikit ragu melihat raut wajah Alena tidak menyakinkan.

Tadi dia memohon Keyra untuk menemani ke Coffee Shop ini, ingin memperkenalkan Keyra pada seorang laki-laki yang akhir-akhir ini sering Alena temui. Sekaligus ingin pamit, mereka akan pergi ke Pulau Jeju selama tiga hari.

"Iya. Ayo," Alena berjalan sedikit menunduk. Mendahului Keyra, buru-buru Keyra mensejajarkan langkah mereka.

'Bahkan aku terlalu berharap. Memang siapa aku, pergi cuma tiga hari saja sok pamit segala'

***

"Kamu masuk dulu ke taksi, aku mau beli tisu di supermarket depan," ucap Alena setelah mereka berdua selesai menaruh koper di bagasi taksi.

"Oke, jangan lama-lama ya. Jadwal kita satu setengah jam lagi. Butuh waktu satu jam sampai di bandara," perintah Keyra diikuti anggukan kecil dari Alena.

***

"Ah ini saja?" Alena mengangguk ramah menjawab pertanyaan penjaga kasir.

"Ah, Alena?"

Alena menoleh ke belakang. Seorang pria membawa sekaleng soda dan sebungkus ramen instan.

"Ah, tambah ini juga," Alena menarik cepat soda dan ramen dari tangan pria itu. Penjaga kasir mengangguk, menscan bar kode.

"Eh?" Pria itu sedikit terkejut.

"Ini barangmu. Terimakasih," Alena menyerahkan sejumlah uang. Kemudian mengambil barang miliknya diatas meja kasir.

"Ah maaf aku melakukan hal itu." Alena maju beberapa langkah, diikuti lelaki itu.

"Tidak apa. Aku hanya sedikit kaget," lelaki itu tertawa kecil. Alena tertegun. Dia manis sekali.

"Kenapa kau melihatku seperti itu?" Alena segera memalingkan wajahnya ke bawah. Pipinya sedikit menghangat.

"I...ini barangmu. Kenapa kau tidak sms aku? Aku belum mengganti uangmu, ini belum cukup untuk mengganti uangmu," Alena mengeluh pasrah. Lelaki itu menerima barangnya dari Alena.

"Sudah ku bilang, tidak perlu. Kau ini keras kepala sekali,"

Alena menggeleng, tidak setuju, "Tidak bisa begitu. Aku harus menggantinya. Kalau kau tidak mau dengan uang, kapan-kapan mari makan bersama,"

"Eh?" Lelaki itu mengangkat alisnya bingung. Alena tergagap, kalimatnya barusan seperti sedang mengajak berkencan.

"Ah, maksudku, ng.. Ak..aku akan mentraktirmu. Begitu..." Alena berpura-pura membetulkan letak poninya, menutupi wajah malunya.

"Baiklah. Kapan?" lelaki itu menerima tawaran Alena.

Alena mengangkat wajahnya, "Kalau kau mau setelah aku pulang dari Pulau Jeju!" tanpa Alena sadari, nada bicaranya naik. Seperti mengharapkan sekali pertemuan itu.

PerhapsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang