"Ketika kita bertemu orang yang dirindukan tapi dia tidak mengenali itu lebih menyakitkan dari memendam rindu bertahun-tahun"
-Raka HardinataGadis berambut hitam legam tebal berlari dengan sekuat tenaga. Anak-anak rambutnya sampai keluar dari ikat rambut warna pink yang ia pakai. Bintik-bintik keringat mulai muncul di pelipisnya. Kulit wajahnya yang kecoklatan sekarang terlihat sedikit memerah.
Ia dengan buru-buru menduduki bangku kosong nomer dua dari depan itu. Ia kesiangan lagi. Beruntung teman sebangkunya sudah duduk berteger manis memilih bangku.
"Kesiangan lagi, Lan?" Tanya Yura teman sebangku gadis itu tanpa berpaling dari novel fiksi yang ia baca.
Wulan hanya tersenyum memunculkan lesung kecil di bawah bibirnya. Ia mengusap keringat di pelipisnya dengan punggung tangan, nafasnya masih memburu sekuat tenaga ia mengatur nafas, dadanya terasa sakit. Mungkin efek penyakit magh-nya kambuh lagi. Karena terburu-buru, ia lupa makan.
Wulan memandang sekitar, semua penghuni kelas sudah berada di dalam kelas. Mungkin karena hari ini hari senin. Hari pertama masuk sekolah setelah libur kenaikan kelas. Di adakan upacara sekaligus apel pagi.
Wulan menyadari sesuatu raut wajahnya terlihat panik, meski ia memendam kepanikannya dalam diam, namun masih bisa terbaca dari ekspresi wajahnya. Dengan segera ia membuka resleting tas nya yang paling depan.. tidak ada.
Tidak ada topi upacara disana.
Wulan mulai panik sendiri. Rasa takut mulai menjalar, tanpa sadar keringat menetes di pelipisnya, kali ini berukuran besar menandakan ia sedang kalut. Dia nengok kanan kiri, teman-temannya sudah berjalan keluar kelas. Yura yang baru saja Wulan lihat bertengger manis di samping sudah hilang. Hanya dia yang tersisa di kelas.
Wulan menghela napas berat. Menyiapkan diri. Kaki mungilnya mulai berjalan keluar kelas dengan gemetar. Keringat dingin mulai keluar hampir di sekujur tubuhnya.
Baru saja ia ingin berbelok di ujung koridor kelas 11 seseorang berbadan tegap menabraknya. Raka yang terburu-buru menabrak Wulan yang tak fokus. Keduanya sama-sama salah.
Lagi-lagi kesialan menimpa Wulan.
Pandangan Wulan mengabur. Matanya terasa gelap, tubuhnya kehilangan keseimbangan. Tangan kirinya memegang tembok ruang kelas 11 Mipa 1 untuk menopang tubuhnya. Efek perutnya yang kosong, sedari semalam ia belum mengisi perutnya. Ia terus berkedip mengembalikan kesadarannya. Hingga sosok tampan itu terlihat jelas.
Disisi lain Raka mengamati Wulan lekat, pandangannya mendalam menyiratkan kerinduan terpendam. Wulan terpaku beberapa detik dengan wajah tampan Raka. Ia berkedip menghilangkan ekspresi kekaguman yang sempat menghampiri.
Wulan mengalihkan pandangannya ke bawah, memandang lantai putih di bawahnya. Ia berdehem pelan menghilangkan suasana canggung yang tiba-tiba ia rasakan. Wulan salting di perhatikan seperti itu oleh cowok di depannya.
"Maaf, aku gak sengaja" ucap Wulan lirih. Lalu berlalu meninggalkan cowok itu. Menuju barisan kurang tertib.
Tanpa Wulan tahu cowok bernama Raka yang masih berseragam SMP lengkap dengan segala pernak pernik MOS itu terus mengamati punggung Wulan yang mulai menjauh.
Cowok itu refleks tersenyum. Memikirkan ide gila yang muncul di otaknya. Ia melepas ikat pinggang yang ia pakai. Menyembuyikannya di balik semak-semak. Lalu melangkah mengikuti Wulan.
***
Wulan meluruskan tangan kanannya mengatur jarak antar barisan. Kali ini ia ada di barisan terdepan, menjadi panutan barisan di belakangnya, wajahnya pasti terlihat jelas saat pembina upacara menunjuk-nunjuk contoh yang tidak baik.

KAMU SEDANG MEMBACA
Memorably
Novela JuvenilSaat terakhirku Malam ini Terasa begitu sunyi Deru angin yang menyepi Seolah-olah mengiringi Hembusan nafas terakhir Sebelum nyawa ini pergi Dipembaringanku Aku hanya bisa menunggu Menunggu akhir dari hidupku Dalam dekapan cintaku padamu Rasa resah...