Hingga aku selalu ingin berarti untuknya, meski aku tahu sudah ada Isya yang menunggu di disana, wanita itu sedang menunggu ku dengan senyuman terbaiknya, maaf Isya aku kembali tergoda.
Apa kabar Mawar yang sempat ku buat layu ? Semoga kau tak lagi di belenggu rindu.
Akhirnya ...
Wanita itu duduk di samping ku menunggu sebuah sentuhan di tangannya, tangan yang tak pernah tersentuh oleh tangan-tangan yang di haramkan baginya, wanita yang baik selalu menjaga kesuciannya, hingga tiba dia meraih tangan ku yang hina, tak pernah ku pikirkan untuk menjaga sebuah sentuhan tapi lihatlah dia begitu canggung mencium tangan ku, wajahnya menunggu sebuah kecupan di keningnya, lagi-lagi ini kali pertama aku dan dia sedekat ini dihadapan para saksi. Akad pun berlalu kini dia menjadi istri sahku, rona bahagianya tak pernah semerah itu, terimakasih telah memilihku, bungaku.
“Mas ... surga ku kini telah berpindah padamu.” Suaranya lembut penuh dengan haru,
“Iya Dek, semoga Allah ridha padaku dan pernikahan kita.”
***
Lagi ... wanita itu yang pertama ku lihat saat aku membuka mata, ada segelas air putih yang sengaja dia simpan di meja.
“Mas bangun.” Dia tersenyum.
“Bukannya ini masih sangat pagi Dek ?” Kulihat jam beker yang ada di samping gelas, masih jam 2 pagi.
“Kita tahajud bareng yuk Mas.” Dia menyembunyikan semangatnya dengan malu-malu.
Subhanallah ... Sholat tahajud ? Sholat Fardhu pun masih ku akhir-akhir, terkadang jika memang sibuk dengan pekerjaan tak jarang aku melupakannya. Ya Allah ... Engkau berikan Istri yang begitu shalihah pada seorang peninggal sholat sepertiku, apa Kau tak salah ?
“Mas ? Kenapa ? Jika Mas masih ngantuk ndak apa-apa biar Isya saja yang sholat, Mas lanjut tidur.”
“Mmm ... Engga Dek, kita sholat sama-sama ya.” Isya terlihat sumringah.
Meski aku tak pernah melakukannya aku hafal niat dan tata cara sholat tahajud, esok akan ku cari tahu tata cara sholat malam yang baik dan benar semoga Isya tidak tahu jika sebelumnya aku tak pernah melakukannya.
Ini adalah malam pertama kami setelah menjadi pasangan suami istri, tapi karena kelelahan aku tak memintanya untuk langsung melayani ku~ maaf, aku tahu betul pesta pernikahan itu sangat melelahkan khusunya untuk pengantin.
Isya adalah adik sahabatku sendiri, nama lengkapnya Balqis Isyana Zahratunnisa, memang nama yang panjang tapi wanita itu akrab di panggil Isya, mempunyai seorang kakak yang bernama Salman, lengkapnya Salman Rizal Ramadhan, mereka memang dilahirkan dari keluarga yang punya nama panjang, Ayah nya bernama Zainudin Azis Al-Farizi sedangkan ibunya bernama Fatmah Ningsih Ayu dan keluarga ku memiliki nama yang simple, Bapak ku bernama Prasetyo, Sri adalah nama Ibu ku nama panggilan, nama depan, tengah dan belakang hanya itu-itu saja tidak ada kepanjangan nya, aku anak ke -3 dari lima bersaudara, kaka ku bernama Farid dan Fatimah dan kedua adik ku Husain dan Warid, o yah dan aku Bilal, hanya satu kata saja, supaya cepat di ingat dan mudah di hafal karena dulu buyut ku yang memohon agar nama cicitnya pendek-pendek saja, bermakna tapi mudah untuk di ucapkan juga diingat.
“Mas untuk raka’at nya Mas tahu kan ?”
“In syaAllah kalau untuk itu Mas tahu, apa mau kita samakan jumlahnya ?”
“Kita ambil yang paling banyak saja ya Mas, bagaimana ?”
“Oh ya ! Tidak masalah 4 Raka’at kan ya Dek ?”
“12 Mas bukan 4.”12 ?
“Oh yah itu maksud Mas 4 ditambah 8, hehe”
“Hmmm, iya Mas Isya faham.”
Aku dan Isya sebenarnya sudah kenal sejak dulu tapi hanya sekedar tahu, Salman adalah teman kecilku, dari mulai orok hingga saat ini, dia menikah 2 tahun lebih dulu dari ku dan alhamdulillah sekarang dia sudah dikaruniai satu anak perempuan namanya Dinar, lengkapnya sangat bagus dan pastinya panjang sulit untuk di hafal, benar kata buyut nama yang panjang itu memang sulit untuk di ingat. Isya yang sejak SMP memilih untuk mondok juga aku yang memilih sekolah di luar kota membuat kita jarang sekali bertemu meski sebenarnya aku dan Isya adalah tetangga dekat, orang tua ku mengenal baik orang tuanya begitupun sebaliknya, hingga tiba mereka menjodohkan kami berdua tanpa sepengetahuan Isya, dan ternyata setelah ditanya Isya menyukaiku sejak dulu jadi alhamdulillah aku begitu mudah meminta hatinya, bahkan sempat aku membuat Isya terlihat berjuang sendiri karena waktu itu aku malah sibuk memikirkan pekerjaan ku, memang jodoh itu gak akan kemana, aku yang selama ini sempat ganti-ganti pacar dan Isya yang katanya setia menunggu ku, aku tak habis pikir dengan nya, mengapa dulu dia begitu yakin jika aku ini adalah orang yang dia cari padahal jarang sekali bertemu tak pernah punya kontak handphonenya dia dan yang lainnya, yang memungkinkan dia menyukaiku, akhirnya wanita sholehah itu jatuh pada ku dan kini menjadi tanggung jawabku, tapi ... ah sudahlah jangan bahas wanita lain.
Semua hal yang kulihat untuk saat ini adalah yang pertama karena memang seperti yang ku ceritakan Isya sangat menjaga kehormatan juga kesuciannya, dia selalu menjaga pandangannya, baru kali ini aku melihat sorot matanya yang teduh apalagi kain mukena yang dia pakai membuat Isya semakin terlihat bercahaya, sungguh kau adalah bidadariku Isya meski awalnya ku ragu tapi kini aku yakin kau bisa membawaku pada sebuah cahaya yang sama, aku pastikan kita kan bahagia sampai ke syurgaNya.
Bacaan sholat yang terdengar pasikh Isya begitu khusyuk dengan sholatnya dia terlihat sangat menikmati ibadahnya kali ini, damai jiwa melihat bidadari ku seindah dirimu gadisku.
Sama halnya seperti Isya ku lakukan sholat tahajud sebanyak yang Isya mau yah raka’at yang paling banyak 12 raka’at, meski tak bisa sekhusyuk dia semoga Allah tahu prosesku. Gerakan ku lebih cepat darinya, jadi aku lebih dulu selesai di sambung dengan do’a sambil menunggu Isya menyelesaiakan sholatnya. Tiba-tiba wajah perempuan itu muncul dengan senyuman manjanya, wanita yang sempat ku buat layu, wanita yang berhasil membuat ku jatuh cinta, wanita yang saat ini sedang terluka, wanita yang kuat dan tangguh, Laras ... Bagaimana kabar mu ? Maaf, ku yakin kau bisa tanpaku.
“Mas ?”
“Mas ?’
“Assalamu’alaikum Mas ?”
Laras berlalu, berganti dengan fanaku, Isya ada di samping ku, mencium tanganku lalu aku mencium keningnya, Isya sangat bahagia. Lagi-lagi aku teringat dia, yang selalu bahagia ketika aku mencium keningnya.
“Mas ?”
“Iya Dek ?”
“Apa yang sedang Mas pikirkan ?”
“Tidak, hanya saja Mas tidak habis pikir, akan mendapat wanita yang shalihah seperti mu.”
“Mas, Allah menciptakan manusia berpasang-pasangan dan Mas tahu ? Jodoh itu cerminan diri, laki-laki yang baik dengan perempuan yang baik pula begitupun sebaliknya. Mas adalah laki-laki yang baik yang Isya kenal.”
Andai kamu tahu aku Isya, kau hanya tahu aku di masalalu saja, kau tak tahu aku yang sekarang yang berubah yang tak sebaik dulu, aku yang jauh dari agama, aku tak baik Isya tapi mengapa kau memilihku dari sekian banyak laki-laki yang shalih yang mungkin imannya setara dengan mu.
“Aku bukan laki-laki yang baik Dek.”
“Mas, mungkin dimata Mas, Mas menilai diri Mas itu tidak baik dan Mas juga menilai kalau aku lebih baik dari Mas, percayalah Allah tak mungkin salah dalam menjodohkan orang, dan belum tentu di mata Allah, Mas lah yang tidak baik, bisa saja Allah lebih suka sama Mas hingga akhirnya Dia memilih Mas untuk menuntunku menjadi lebih baik.”
Aku tersenyum, melihat Isya banyak bicara membuat ku kembali mengingat wanita itu, dia juga selalu bicara panjang lebar, tapi dia bicara dengan cepat terkadang tak pakai titik dan koma sedangkan Isya begitu lembut dan pelan, penuh dengan penghayatan Isya bicara dengan hatinya tapi mereka terlihat sama, bagaimanapun juga Isya lah yang kini menjadi takdirku bukan dia, sebaiknya aku segera lupa.
Wanita itu dengan manja mengambil sandaran di dadaku, ku belai rambutnya yang terurai, seperti biasa ini kali pertama aku membelai rambut panjangnya yang hitam pekat juga tebal satu lagi lembut karena sejak kecil Isya tak lepas dari jilbab. Nyaris dia tertidur hanya saja aku menggagalkan mimpi indahnya karena batuk ~ Maaf Isya.
***
“Isya ... Isya ... Subuh nak.” Terdengar suara Ibu Isya dari luar,
“MasyaAllah ... Mas ...?!” Isya melihat ku kaget, mungkin dia lupa kalau kemarin aku sudah mengakadnya, wanita terkadang lucu yah.
“Afwan Mas Isya lupa.”
“Gak apa-apa Dek, Mas paham ini kan malam pertama kita.” Wanita itu tersipu malu, aku sedikit menertawakan tingkahnya yang salting.
“MasyaAllah Mas, sudah jam 5 ? Mas ayo Mas ke mesjid.” Isya begitu semangat,
“Sudah jam 5 Dek, yang lain sudah pada pulang, Mas sholat di rumah saja yah ?”
“Jangan Mas, harus ke mesjid, aduh ! Abah kenapa ndak bangunin kita sih, Mas ayo Mas ambil wudhu dulu, Isya siapin bajunya yah.”
“Mandi nih ?”
“Iyalah Mas.”
“Kamu nyusul yah ?!”
“Hmm ... Mas sudah siang ini ...”
Isya membantuku mengkancingkan baju, dengan super hati-hati karena dia tahu aku sudah mempunyai wudhu, aku tak pernah melihat Isya sebahagia ini, selain saat aku dan Isya bisa sedekat sekarang. Aku tetap menurutinya, meski aku tahu mungkin di mesjid sudah tidak ada siapa-siapa tapi apa boleh buat, kata Isya jika tidak sholat di mesjid baiknya sholat di rumah menggunakan mukena saja Isya Isya, dia juga pernah mengatakan itu, sewaktu aku mengerjakan laporan ku di kosnya, dia mendorong ku agar cepat pergi ke mesjid jika tidak dia akan memakaikan ku mukena miliknya, wanita terkadang pemaksa juga ya.
“Mas Bilal ?”
“Eh Mas Fatur, Assalamu’alaikum Mas..”
“Waalaikumsallam ... kesiangan ya Mas, malam pertama ... hihi” Goda Mas Fatur, karena aku dan Isya masih tetangga jadi mereka tahu kalau aku dan Isya baru saja mengadakan akad dan resepsi nikah, jadi bahan ledekan Mas Fatur yang saat itu bertemu di teras mesjid, dia sudah selesai sholat karena ikut berjamaah sedari tadi.
“Hehe, Mas Fatur bisa saja, mari Mas sudah siang ni takut di kira dhuha.”
“Mari-mari Mas Bilal.”
Meskipun mesjid ini dekat dari rumahku tapi aku jarang sholat berjamaah, mungkin mereka bukan asing dengan ku tapi aneh karena aku mulai sholat di mesjid, apalagi sholat subuh, biasanya aku masih kerek dan kalau sudah tidur memang sulit untuk dibangunkan, sepintar-pintar Ibu saja. Selesai sholat aku langung memutuskan untuk pulang, sedikit meluangkan waktu hanya untuk menyapa mereka yang masih berdiam di mesjid, apa yah Aku lupa bahasa agamanya apa ? Mungkin jika ada Isya dia akan tahu.
“Loh kok sebentar saja ?”
“Alhamdulillah Mas kan sudah sholatnya.”
“Gak dzikir dulu Mas ?”
“Mm dzikirnya di rumah saja.”
“Lain kali i’tikaf lebih bagus Nak Bilal, Bapak juga masih di mesjid, ketemu tidak ?” Tiba-tiba Ibu mertua nimbrung,
“Eh iya Buk, tadi saya gak liat Bapak, mungkin karena saya gak lirik sana sini.” Jawab ku agak malu sebenarnya, ku lihat Isya juga menertawakan ku yang ketangkap basah saat itu.
Aku meneruskan langkah ke kamar, mengganti pakaian lalu kembali berbaring di tempat tidur, ah rasanya masih ngantuk, semalam sewaktu Isya membangunkan ku pukul 2 pagi itu memotong jam tidur ku, karena belum terbiasa mungkin, efeknya di pagi hari jadi masih ingin tertidur kembali.
***
Kulihat wanita itu sendirian di sebuah taman, sibuk dengan apa yang dia tulis, memang dia selalu begitu sendiri dalam dunianya, gadis yang selalu menghabiskan waktu di taman kota sampai larut malam berteman dengan sebuah buku dan pen saja, dia gadis yang unik dan memilki daya tarik dan dia sempat membuat ku jatuh hati kembali.
“Mas ?”
“Ya ?”
“Apa kabar ?” Laras bertanya dengan nada yang lirih, wajahnya pucat meski dia berusaha tersenyum.
“Baik Laras.” Lengkungan manjanya nampak terlihat nyata bukan hanya semu belaka.
***
Terdengar lantunan ayat suci Al-Qur’an dari samping ranjangku, Isya lagi ... Laras hanya mimpi, apa kabar anak itu ? Mengapa aku tiba-tiba memikirkannya, “Aku percaya kau akan baik-baik saja.” Gumam ku dalam hati. Mencoba bangun dari tidur ku, Isya berhenti melihat ku dia langsung menghampiri.
“Tak apa Dek, lanjutkan saja, aku masih bisa bangun sendiri kok.”
“Mas cuci muka dulu Isya buatkan kopi ya ?”
“Subhanallah Istri Mas baik banget yah.”
Isya berhenti mengaji, menyuruhku ke kamar mandi dan dia membuatkan ku kopi, jadi nikmat manakah yang kamu dustakan cah bagus ?
***
Dan akhirnya aku melepas masa lajang ku, hatiku menepi pada seorang gadis yang bisa di bilang sempurna. Karena selain parasnya yang cantik hatinya pun subhanallah sekali, Isya si wanita shalihah. Tapi bukan dia yang ingin aku ceritakan, ini sebuah kisah tentang senja.
***
Entah apa alasannya, aku begitu nyaman jika dekat wanita itu apalagi saat aku berhasil menggenggam tangannya, dia pintar sekali mendapatkan hatiku, di dirinya ku temukan sebuah tawa yang hanya dia saja yang bisa. Namanya Laras, seperti yang ku ceritakan di awal, jika dia adalah wanita yang selalu sendirian, menikmati hidupnya dengan sebuah buku dan pulpen dan dari dunia nya yang unik lah aku mulai menyukainya.
Hingga aku selalu ingin berarti untuknya, meski aku tahu sudah ada Isya yang menunggu di disana, wanita itu sedang menunggu ku dengan senyuman terbaiknya, maaf Isya aku kembali tergoda.
Aku tak tahu rasa apa yang ku punya terhadap Laras, apa mungkin ini cinta ? Rasanya sudah terlalu tua jika memang aku kembali jatuh cinta padanya, lalu rasa macam apa ini ? Bisa-bisanya aku bahagia jika melihat dia tertawa, selalu ikut sedih jika melihat Laras murung dan anehnya aku selalu ingin menjadi yang berarti di setiap malam-malam nya yang berganti.
Detik menguras hari-hari yang ku lewati, terlalu sering hingga aku dan Laras terlalu menikmati, dan aku sadar saat aku berhasil membuatnya tertawa disanalah aku mengasah luka untuknya. Laras pun terbawa perasaan dia mulai merasakan hal yang sama, namun aku tahu dia tak bisa berbuat apa-apa.
***
Malam ini aku putuskan bertemu dengan Laras untuk yang terakhir kalinya di sebuah taman tempat dia menulis, dia terlihat baik-baik saja, yah ! Itu salah satu alasan mengapa aku menyukai nya, dia tak pernah mempunyai masalah, selalu menghadapi apapun yang terjadi dengan penuh kesabaran, dia wanita yang tangguh yang pernah ku kenal, senyumnya seakan dia tak mempunyai beban apapun namun aku bisa melihat, kekhawatiran yang dia sembunyikan.
“Terimakasih untuk semua keperdulian mu selama ini.”
“Kau tahu Laras, yang ku mau juga aku tak ingin pergi.”
“Jangan berkata seperti itu, inilah yang terbaik, lagipula semua terjadi karena kebodohan ku saja.”
“Apa maksudmu ?”
“Jangan pura-pura tidak tahu, sebenarnya luka yang sekarang ku rasakan adalah luka yang dulu ku tanam sendiri, bukan kah apa yang kita tanam itu yang akan kita tuai ?” Mata wanita itu mulai berkaca, dan saat seperti itulah aku ingin sekali memaki diri sendiri, seakan aku tak pernah bisa mencintai, kalaupun itu terjadi selalu saja aku melukai.
Dan itu adalah malam terakhir mataku menjangkau senyumnya, menghapus air matanya, ku berikan sandaran terbaik untuknya, aku tak tahu kapan lagi aku bisa bertemu dengan gadis itu, Laras ... aku yakin kau bisa bahagia.
Ku lihat senja ditempat biasa bersama Laras, pada akhirnya yang kudapat dari setiap kisah adalah sebuah kenangan, hanya kenangan, hanya itu saja, menyebalkan bukan ? Sangat ! Andai aku mempunyai cara untuk menahan kau tetap disini, andai aku punya cara untuk bisa memiliki mu, mungkin aku tak akan pernah sekacau ini.
***
Untuk mu mawar yang sempat ku buat layu,
Senja selalu mengingatkan ku akan wanita sekuat dirimu, semoga kau bisa memaafkan ku. aku selalu berharap kau bahagia dengan mimpi mu dengan semua hal yang saat ini kau perjuangkan aku selalu berdo’a agar kau selalu bisa.
Senja bercerita padaku tentang uniknya dirimu, sempat aku dibuat rindu tapi sudahlah, aku tak ingin rindu ku melangkah terlalu jauh.
“Mas ?”
“Mas ??”
“Mas ??!”
“Eh iya Dek ?”
“Kopinya ndak enak ya Mas ?”
“Oh enak ko enak.”
“Mas ini sedang mikirin apa sih ? Belum juga di minum ko bilang enak.”
“Oya, Mas ko jadi linglung begini ya ?! Mas cicipi dulu ya ?”
“Iya Mas, masalah pekerjaan ya Mas ?”
“Iya ni, Mas gak mau jauh-jauh dari kamu saat ini.”
“Mas ini.”
Suatu saat aku akan ceritakan tentang nya pada Isya, untuk saat ini biarkan senja yang selalu menemani mimpinya biarkan senja memeluk setiap rindu-rindunya, mawar ku yang layu.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
SEKEPING SENJA
Short StoryUntuk kali ini, aku tak ingin malam itu datang, cukup hari ini hanya sampai senja saja, aku tak ingin menyaksikan sebuah akhir, aku tak ingin ada di sana dengan sebuah sendu, aku tak mau melihatmu menghilang, malam, kumohon aku sedang tak berselera...