Candu guratan senja

33 1 0
                                    

Gerimis, membasahi luapan panas jalanan kota Jakarta siang itu.

Pada balik kaca jendela dalam lamunanku aku menatap baris bebaris nya bulir demi bulir bening yang sengaja jatuh dari atas tidak berujung sampai pada titik ujung terjatuh, layaknya menemukan tempat untuk menjatuhkan diri agar bertemu titik sudah, titik henti, titik batasan, dan titik penghujung lelah.

Lelah terayun ayun sepanjang kenangan berputar dalam pikiran diri, seolah terbuai pada tidak nyatanya, namun pada kenyataan itu hanya putaran kenangan, sedang kan kita hidup adalah untuk berjalan secara nyata, berbentuk, tidak dalam ilusi, ya, semacam kamu yang berevolusi diri menyelinap masuk ruang kerjaku, adalah fikiranku.

- temu kedua dari kenangan pertama

Suara langkah kaki itu semakin mendekat, dan terus mendekat, aku sangat hafal nada berjalanmu. Segurat senyum tersungging pelan. Dalam jeda ruang tunggu aku terduduk menunggu dalam hitungan menit waktu terbuang, awalnya aku pikir tidak kau datangi waktu terbuangku.
Sebaliknya, ia datang dengan tergopoh gopoh membawa dirinya terlelah melarikan diri dari waktu yang berjalan perlahan namun terbuang. Sayangnya ia ingin cepat, cepat menemui ku dengan waktu yang berjalan perlahan.

Kualihkan pandanganku pada langkah gaduh nya di kejauhan sana, terlihat betul gerak gerik nya dari balik kaca restoran ini. Kedua matanya sibuk mencari cari pemilik kedua mata yang terlapisi kacamata ini, itu aku. Namun seperti sulit sekali menemukan kedua mata ini... Tidak lama hampir sekejap kedua mata kami bertemu, serasa deru deras aliran darahku terasa amat dasyat mengalir dan sungguh aku malu dibuatnya dalam gerak tatapnya.
Aku mencoba menyibukan tanganku, membuka halaman halaman buku dengan asal ala kadarnya, semacam alasan bosan ku membuang waktu demi menunggu sosok ini yang saat ini berada di depanku. Dengan gesit ia menarik kursi dan terduduklah ia.

" Sudah sedari tadi ya?"

Ku benarkan kacamataku dengan sengaja, sebagai intro jeda dari kesibukanku membuka halaman buku tidak jelas ini dan mencoba terbangun menatap pemilik kedua mata sosok ini, dan..

" Belum, belum cukup lama sampai aku meninggalkan jejak kok."

Aku beri sedikit sunggingan senyum, senyum penuh rasa maluku.

"Ah maaf aku mampir sih tadi,"

lalu ia berusaha membuka isi tasnya, hari ini ia membawa teman baru, tas yang menempel pada punggung nya, tumben..

"Sebelumnya, maaf soal kemarin aku sempat tidak mengabari mu ya."

Ada sesuatu dalam genggamannya, ah itu sesuatu untuk siapa batinku.

" Ini, bawa pulang, jangan ditinggal, tadi sampai memakan waktu bertemu dengan mu untuk sesuatu ini. Tapi jangan disini bukanya, nanti kalo dirumah ya." Lanjutnya..

Mengacungkan sesuatu yang terbungkus rapi, sulit sekali di intip hadirnya. Ku sertai anggukan menandakan aku paham. Tidak akan aku tanyakan itu apa, toh nanti aku akan sampai rumah setelah bertemu dengannya jadi aku akan mengetahuinya sesampainya dirumah, jadi tidak sabar.

#
Ini titik temu kedua setelah mengalami tarik ulur yang panjang pada pertemuan pertama. Namun rasanya seperti sudah lama memakan tahun aku mengenalnya.

Ia terus bercerita tentang merdekanya hari harinya, seolah selalu berapi api menanggapi hari. Tidak dengan ku, hari merdekaku adalah hanya dengan bersama nyata denganmu, di bulan ini, pada bulan Juni pertama.

Alur Sajak Pada Bulan JuliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang