Awas Typo :)
Happy Reading...
'Tuhan punya banyak cara untuk bahagia manusia. Tuhan punya 1001 adegan untuk hidup manusia. Dan kali ini saatnya adegan dimana kisah cintaku diuji.'
***
Mata, tangan dan, telinga Kim Bum terpasang tajam. Menatap Dokter muda berparas tidak lebih cantik dari So Eun dengan serius sambil menggenggam tangan mungil si gadis begitu erat, juga mendengarkan setiap penjelasan sang Dokter dengan bijak.
"Ada delapan tahap untuk penyembuhan tumor otak, saat ini Pasien sudah melewati tiga tahap yaitu pemeriksaan jenis apa tumor yang ia derita, dimana letaknya dan apa yang harus kita lakukan. Saya mengambil kesimpulan Pasien tidak bisa langsung menjalani Operasi karena letak tumor yang berdekatan dengan daerah sensitif, hampir semua Dokter tidak berani melakukan operasi karena terlalu berisiko dan juga dapat mengancam keselamatan nyawa Pasien. Maka dari itu saya sarankan kita mulai dari terapi radiasi."
Kim Bum menahan napas, terapi radiasi? Apa Kim Bum kuat melihat So Eun melakukan ini semua? Bolehkah Kim Bum mengeluh terlebih dulu jika ia benci adegan seperti ini?
"Aku tidak mau!" tegas So Eun memecahkan keheningan yang ada, gadis itu melepaskan tangan Kim Bum yang sedari tadi menggenggam tangannya.
"So Eun," panggil Kim Bum selembut mungkin, menarik kembali tangan mungil yang tadi menghempaskan tangannya.
"Aku tidak mau terapi radiasi, kemoterapi atau apapun itu aku tidak mau. Semua itu memiliki efek samping, aku memilih di operasi yang mengancam nyawa dari pada-"
"Dokter bisa kami permisi sebentar?" tanya Kim Bum pada Dokter cantik tadi- Stevani namanya, kelahiran Swiss berdarah Amerika.
"Silakan, saya rasa kalian butuh waktu." Silakan Stevani dengan senyum pengertian, jauh dilubuk hati Stevani tercubit melihat sikap kalap Kim Bum dan So Eun atas masalah ini, boleh Stevani tebak? Pasti kedua manusia itu belum pernah mengalami cobaan seberat ini.
"Terima kasih," gumam Kim Bum berdiri dari duduknya, menarik pergelangan tangan So Eun untuk ikut.
"Katakan padaku alasan terkuat kau tidak mau terapi," perintah Kim Bum saat dirinya dan So Eun sudah di luar ruangan Stevani. Membawa So Eun untuk duduk di kursi tunggu keluarga Pasien yang ada di setiap lorong koridor.
"Aku takut," jawab So Eun singkat dan padat. Kim Bum menarik tangannya yang menggenggam tangan So Eun. Menjatuhkan keduanya di atas bahu mungil si gadis lantas menatap mata indah itu dengan serius penuh kelembutan.
"I love you, really i love you. Kau sudah menang Kim So Eun, kau benar akulah yang akan pertamakali jatuh cinta padamu. Dan saat ini aku sudah jatuh cinta padamu, pada semua yang ada di dirimu. Maka dari itu beranilah untukku, ku mohon jangan takut untuk sembuh dan hidup bersamaku."
"Aku," mata So Eun memancarkan keraguan, ragu atas kalimat yang ingin ia keluarkan. Takut jika saja ia menyuarakan perasaannya semua akan semakin terlihat berat untuk Kim Bum.
"Aku juga mencintaimu! Aku jatuh cinta padamu! Aku tidak mau kita berpisah, aku tidak takut hidup bersamamu hanya saja." So Eun membasahi bibirnya sejenak, menarik napas dan dengan setia menatap mata Kim Bum yang sangat setia menunggu kelanjutan kalimatnya.
"Aku takut meninggalkanmu, aku tidak mau meninggalkanmu."
Selesai, ketakutan seorang Kim So Eun akhirnya terungkap jelas, sangat terlihat mereka sangat saling mencintai. Dimana kali ini Kim Bum hanya bisa memberikan kekuatan dari pelukannya. Salah besar jika kalian berpikir Kim Bum baik-baik saja, pria itu terpuruk, jiwanya mulai terpuruk memikirkan adegan-adegan sialan yang semoga tidak terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Story Bee - Completed√
KurzgeschichtenJudul tamat : Friend? - Sampul : Picture from Pexels and edit with Canva free.