Konflik

43 7 2
                                    

Malam hari yang gelap gulita. Suasana yang damai, hening, membuat orang terlelap dalam tidurnya dengan meletakkan tubuhnya di atas peraduan. Tetapi, tidak dengan sosok yang satu ini. Di saat semua makhluk sudah tertidur, sosok ini masih saja menatap langit yang mendapatkan pancaran kilaunya bintang-bintang di sekitarnya. Sosok ini membiarkan angin sepoi-sepoi menerpa wajahnya yang putih, serta membiarkan rambut ambernya bergerak mengikuti arah angin itu ketika menerpa wajahnya.

Juan, tengah memikirkan perkataan yang dilontarkan sosok aneh yang tak sengaja ia temui di tengah perjalanan menuju rumahnya, sepulang dari rumah temannya. Sosok ini masih saja memikirkannya, sampai ia tidak makan malam bersama keluarganya.

"Akan saya beritahu satu hal pada anda, tuanku. Dan ini memang kebenarannya. Tapi sebelumnya, saya peringatkan satu hal, anda jangan marah dulu! Jika anda marah, anda akan merusak dunia ini.'

Juan mengernyitkan dahinya tak mengerti, sebenarnya, apa yang dimaksud sosok ini. Dia sangat tak memahami perkataannya, setelahnya sosok itu melanjutkan perkataannya.

"Anda itu sebenarnya seorang iblis, bisa dikatakan anak iblis. Dan ayah kandung anda adalah seorang iblis. Saya sangat tahu, kalau anda tak mau menerimanya. Sebaiknya, anda lebih berhati-hati terhadap kekuatan anda nanti! Dan anda tak perlu mengetahui bagaimana saya tahu, tuan!" Setelahnya, sosok tersebut meninggalkannya.

"Aku sama sekali tidak mengerti. Kekuatan? Iblis? Anak iblis? Dan ... bicaranya sangat formal. Jelas pasti, dari raut wajahnya dia terlihat lebih tua dariku. Tapi, kenapa dia sangat formal? Ah sudahlah, bukan urusanku juga."

Tak mau ambil pusing, Juan akhirnya menutup jendela kamarnya, tak ingin membiarkan udara dingin masuk ke dalam kamarnya. Tak lupa, ia menutup tirai merah darahnya. Berjalan menuju peraduannya, merebahkan dirinya di sana, yang dilapisi kasur empuk dengan balutan sprei biru navy, bantal serta guling berwarna biru langit, lalu menutup setengah badannya dengan balutan kain tebal hangat berwarna biru tua. Mematikan lampu tidur yang diletakkan di nakas. Tak lama kemudian, ia sudah terlelap di alam mimpinya. Dan juga diikuti suara dengkuran halus yang mengikuti irama melodi hewan malam.

-----

Suara kicauan burung terdengar merdu dari dalam kamar Juan. Sinar sang mentari pun menembus ke jendela kamar Juan, melewati kaca jendela dan tirai merah darahnya. Alhasil, Juan merasakan sinar sang mentari yang menembus dari jendela. Juan yang mendapatkan sinar dari sang mentari langsung bangkit dari tidurnya, mengubah posisinya menjadi duduk berselonjor. Menyisir rambutnya dengan jari-jari tangannya. Seletahnya ia turun dari peraduannya menuju kamar mandi yang sudah disediakan di kamarnya, untuk membersihkan dirinya.

Ceklek!

"Juan?" Muncullah sosok yang menampilkan wajahnya tepat di depan kamar Juan. Mencari sang pemilik kamar. Suasana di sana sepi, dan di peraduannya sudah tidak ada sosok yang menempati ruangan tersebut. Sebuah suara tumpahan air yang lumayan keras terdengar nyaring ditelinga sosok yang tengah mencari Juan.

"Ah, dia sedang mandi." Tanpa aba-aba, sosok itu kembali menutup pintu kamar Juan. Lantas berjalan menuju dapur, membuatkan makanan untuk keluarganya.

Juan hanya memerlukan waktu sekitar sepuluh menit untuk membersihkan dirinya. Ia langsung mengenakan handuk yang hanya untuk membalut tubuh telanjangnya dari pusar sampai lutut, kemudian ia keluar dari kamar mandi menuju lemarinya. Setelah merasa lengkap, akhirnya Juan berjalan keluar kamar menuju ruang makan.

"Hai Juan!" sapa Xavier, kakak Juan.

"Hai juga, Vier!" jawab Juan.

EL AIRE LIBRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang