Part 2

2.3K 285 167
                                    

"You Saved My Life"

Setelah punggung Namjoon sudah tak tampak lagi, Seokjin membereskan buku-buku tugas yang dititipkan padanya dengan terburu-buru. Tak boleh ada yang melihat kondisinya saat ini, Ia harus segera pulang walaupun pikirannya sedang gusar. Ia berlari meninggalkan sekolah itu dengan napas memburu dan detak jantung tak beraturan.

Di perjalanan pulangnya, Ia tak bisa berhenti melamunkan kejadian yang baru saja menimpanya. Entah itu bisa dianggap hal baik karena Ia bisa 'dilihat' oleh orang yang ia sukai, atau justru buruk karena bisa saja setelah ini Namjoon mendepaknya dari sekolah itu. Hal itu bukannya tidak mungkin terjadi, malah sangat mungkin terjadi mengingat Namjoon bukan tipe orang yang dengan mudah melupakan kesalahan orang lain. Apa yang lebih salah dari pada menabrak murid paling berkuasa dan populer di sekolah?

Ia berjalan melewati sebuah gang sempit menuju rumahnya. Ia merasa kelelahan karena perjalanan yang cukup jauh dari sekolah ke rumahnya. Ia tidak menaiki bus umum karena uangnya mulai menipis. Uang tabungannya digunakan untuk membeli peralatan sekolah. Ia sengaja menggunakan uang tabungannya daripada harus selalu meminta uang pada ibunya.

Peluh menetes dari pelipisnya, tak sabar rasanya untuk segera pulang dan menyapa ibunya yang sendirian di rumah. Ia mempercepat langkahnya ketika toko yang sekaligus menjadi rumah bagi keluarganya sudah nampak.

"Ibu, aku pulang," ucap Seokjin. Seokjin melangkah masuk lalu menemukan ibunya yang sedang menyiapkan bahan-bahan untuk makan malam mereka. Ibunya tersenyum saat melihat anaknya pulang.

"Selamat datang Seokjinnie, sudah lapar ya?"

Pertanyaan itu dibalas dengan anggukan semangat dari Seokjin, "Tentu saja, kalau melihat masakan ibu pasti langsung lapar."

"Ahahaha, kamu ini bisa saja, Jinnie," ucap suara lembut itu sembari tangannya memotong sayur dengan lihai. Seokjin langsung membantu ibunya memanaskan air untuk merebus sayuran itu. Ibunya tersenyum menatap anaknya yang sangat pengertian. Tetapi senyumnya pudar saat melihat ada luka memar di pergelangan tangan Seokjin.

"Jinnie, kamu tidak bertengkar di sekolah kan?"

"A-ah, tidak kok bu, temanku semuanya baik," Seokjin tergagap sambil memaksakan sebuah senyuman yang terasa hambar di mata ibunya. Diam-diam menertawai perkataannya sendiri dalam hati.

"Lalu ini kau sebut apa?" ucap ibunya sambil menyentuh pergelangan tangan Seokjin yang memar. Seokjin meringis pelan kesakitan.

"Tidak apa-apa bu... tadi aku terjatuh..."

"Seokjin-ah, jangan berbohong pada ibumu," ucap ibu Seokjin dengan suara tegas. Ibunya beranjak dari kegiatan memotong sayurnya, lalu beralih mengambil kotak P3K. Seokjin tidak berani menatap mata ibunya ketika berbohong. Ia tau Ia tak akan sanggup berbohong kepada sosok malaikat yang dikirim Tuhan untuk merawatnya ini.

Ibunya mematikan api yang tadi dinyalakan Seokjin lalu membawa anaknya ke arah meja di tengah ruang keluarga mereka yang minimalis. Ia membawa lengan Seokjin ke pangkuannya lalu mengurut pergelangan tangannya pelan.

"Akh..." Seokjin merintih tertahan. Ia menggigit bibir bawahnya dan berusaha menahan rasa sakitnya. Ibunya menghela napas pelan.

"Jinnie, apakah semua ini terlalu berat untukmu nak?" ucap ibunya yang kini menangis. Isakan pelan ibunya membuat hati Seokjin sakit, Ia merasa sangat bersalah. Seokjin menatap ibunya lalu memeluknya.

"Tidak bu, aku baik-baik saja, tolong jangan khawatirkan aku, khawatirkanlah dirimu sendiri bu," ucap Seokjin lirih sambil menghapus air mata ibunya. Ibunya memang mengalami gejala peradangan sendi yang sepertinya mulai bertambah parah belakangan ini. Ia tidak tega jika melihat ibunya menangisi dirinya disaat kesehatannya sendiripun tak terawat. Ibunya sudah semakin tua tetapi Seokjin masih belum bisa memberi balasan yang pantas untuk kedua orang tuanya.

I'm Sorry, Mr Genius (Discontinued)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang