Flashback
Malam sudah larut dan jalan umum mulai sepi, sama halnya bangunan sekolah menengah atas elit Hwa Yang Yeon Hwa. Gedung yang pada siang hari dipenuhi hiruk pikuk siswa dan guru tersebut kini sunyi senyap.
Saat itu, jam sekolah telah lama usai dan seluruh siswa-siswi serta para guru telah kembali ke rumahnya masing-masing. Ya, mereka semua sudah pergi kecuali beberapa orang seperti...
.
.
.Namjoon membuka kelopak matanya perlahan, menampakan setengah iris kelamnya. Sorot matanya yang biasanya tajam dan sarat akan aura dominan kini berubah sayu, ditambah sclera-nya yang kemerahan.
Bagai terhantam palu godam, kepalanya terasa berputar. Namjoon kembali memejamkan matanya erat, berusaha menahan pening yang melanda secara tiba-tiba. Ia mengerang pelan sambil memegangi kepalanya.
Ketika sakit kepalanya mereda, Namjoon mencoba membuka matanya kembali, namun yang ia dapatkan hanya visi yang buram. Ia mengarahkan tangannya untuk mengusap wajahnya yang kelelahan.
Namjoon mengerjap perlahan, mencoba untuk menyesuaikan pengelihatannya. Saat pengelihatannya mulai jelas, Namjoon mengedarkan tatapannya ke sekeliling ruangan tempatnya berada. Seketika alisnya mengernyit mendapati ruangan yang tidak asing baginya.
"Huh? Toilet?" gumamnya dengan suara parau.
Kepalanya sibuk mencerna bagaimana cara ruangan studio musik bisa bertransformasi menjadi toilet sekolahannya. Mengapa ia dapat merasa hawa dingin menerpa kulitnya dengan begitu mudah? Padahal dia bukanlah tipe orang yang mudah kedinginan.
Saat telapak tangannya mengusap lengan kekarnya, ia merasa tak ada kain yang mengenai kulit tangannya.
Matanya terbelalak lebar saat ia menatap tubuhnya yang kini polos. Buru-buru ia menjejakkan kakinya ke lantai. Persetan dengan kepalanya yang berde-nyut menyakitkan
Ketika matanya bertubrukan dengan refleksi dirinya, ia tak bisa melakukan hal lain selain menganga tak percaya. Ia memelototi cermin yang memantulkan tubuh polosnya dengan tatapan horor.
"What the-" ia kehabisan kata-kata.
Namjoon mengedarkan tatapannya secara liar, mencari dimana letak pakaiannya yang mendadak hilang dari tubuhnya.
Bukannya mendapati pakaiannya, yang ia temukan hanya cairan-cairan putih kental yang berceceran di lantai marmer toilet ini. Aroma seks yang pekat mulai menyeruak, mengisi rongga paru-parunya, dan sukses membuatnya mual.
Obsidiannya kembali menatap tubuh polosnya, tepatnya adik kecilnya, dengan tatapan tak percaya.
"Astaga..."
Tangannya menangkup mulutnya yang ternganga lebar, namun tak mampu berucap. Kakinya melangkah menuju bilik-bilik toilet dan matanya tak berhenti memburu seragamnya.
Namun saat menyadari hasil pencariannya nihil. Ia menghentakan kakinya dan mengekspresikan kekesalannya dengan mengumpat sejadinya.
"Damn! Bagaimana ini bisa terjadi?! Arghhh!!!" Namjoon mengacak rambutnya frustasi. Bagaimana ia bisa pulang dengan keadaan sungguh memalukan begini? Jangankan pulang, melangkahkan kakinya keluar dari toilet ini saja ia tak berani. Bagaimana jika ada orang yang melihatnya?!
Tentu saja ayahnya akan membunuhnya. Koreksi, dia akan mati konyol saat itu juga sebelum ayahnya sempat membunuhnya.
Namjoon melangkah mondar-mandir di depan cermin lebar di dinding, berpikir keras untuk mencari jalan sebijak mungkin atas bencana besar yang kini menimpanya. Sekali ditatapnya pantulan dirinya di cermin, menunjuknya, lalu memaki pantulannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Sorry, Mr Genius (Discontinued)
RomanceBerkisah tentang penyesalan dua orang pemuda yang saling mencintai. Penyesalan Kim Namjoon karena melukai orang yang dia cintai. Serta penyesalan Kim Seokjin karena telah mencintai dan percaya pada seorang Kim Namjoon. Bersatukah mereka? Inilah kisa...