2. Brown Jacket

25 8 5
                                    

"When his jacket covering my shoulder from the coldness, I feel alive again."

"Hei, nona."

Yujin mengangkat kepalanya perlahan tanpa bisa menyembunyikan gemelatuk gigi karena menggigil. Bajunya basah kuyup karena ide gilanya untuk menerjang hujan sederas hari ini. Bahkan air sampai menggenang di sekitar kursinya.

"Y-Y-Ya?"

Yujin sedikit terkejut saat tangan kanannya di tarik tiba-tiba, namun segera kembali tenang saat segelas kecil kopi hangat di berikan. Si orang asing itu segera mengambil tempat duduk di sebelah kirinya. Memandangnya tanpa henti sambil meletakkan kedua siku di atas lutut dan menautkan kedua tangannya.

Orang asing ini yang membantunya tadi. Membawa Yujin kemari setelah  melihatnya terduduk di tengah-tengah jalan sambil menangis keras. Memalukan? Memang, Yujin saja malu mengingatnya.

Keheningan pecah saat Yujin protes, "Kenapa kau terus memandang wajahku?"

Si pria asing mengalihkan wajah dan tersenyum, lesung pipi muncul di pipi kirinya.

"Namaku Kim Namjoon dan berhenti memanggilku 'kau'. Aku lebih tua darimu."

Yujin terkekeh, orang ini apa sih pikirnya kesal. "Tahu darimana aku lebih muda darimu?"

"Tahu saja," jawab Namjoon acuh tak acuh, "Wajahmu seperti anak SD."

"Hei, kau—"

Namjoon meletakkan jari telunjuk di bibir Yujin tiba-tiba dan gadis itu diam seketika. "Jangan teriak. Ini tempat umum."

Orang aneh.

Orang gila.

Oh, jantung sialan.

Yujin menepis tangan Namjoon pelan. "J-Jangan begitu..."

Namjoon tertawa dan kembali menautkan tangannya. Pria itu mengusap tangannya dengan jempol dan bertanya, "Tidak ada yang mau di ceritakan?"

Yujin menoleh heran, "Maksudmu?"

"Tidak ada orang yang berlari menerjang hujan sambil menangis seperti itu tanpa alasan. Dilihat dari caramu menangis dan berlari pasti ada seseorang yang membuatmu patah hati."

Yujin termangu. Diam seribu bahasa.

"Paling tidak sesuatu membuatmu kecewa," Namjoon menoleh memandang si gadis dengan tatapan lembut, "Apa aku benar?"

Melihat Yujin tersenyum miris, membuat pria itu mengingat sebuah kejadian. Kejadian yang sama persis dengannya.

"Kau tahu bagaimana rasanya digantungkan?"

Namjoon memilih diam, berkutat dengan jari-jari tangannya tanpa melepas pandangan dari Yujin. Saat ini gadis itu hanya butuh seorang pendengar yang baik.

"Selama dua tahun aku berhubungan dengan orang yang bahkan tidak peduli padaku. Dia tidak pernah bilang cinta padaku, tidak menunjukan tanda-tanda bahwa dia sungguh-sungguh cinta padaku," Yujin mengedip lembut lalu menggeleng, "Tidak ada yang seperti itu."

Namjoon tersenyum tipis, "Aku tahu rasanya. Seperti—" Pria itu menyipitkan mata dan meringis pelan, "Entahlah, susah dijelaskan. Bukan begitu?"

Yujin melirik Namjoon dan mengangguk, "Ya, ya, betul sekali."

Lalu mereka terkekeh miris, seolah tahu perasaan masing-masing. Tidak, mereka mengerti perasaan satu sama lain.

"Baiklah, kalau begitu," Namjoon berdiri dan melepas jaketnya, menyampirkannya di bahu Yujin dengan cepat.

"Ini—"

Namjoon tertawa pelan dan menggeleng. "Pakailah. Kau lebih butuh jaket dari pada aku."

"Tapi, kau—"

Pria memotong dengan decakkan lidah seraya berkata, "Sudah ku bilang aku lebih tua darimu!"

Yujin masih merasa tidak enak, "Tapi—"

Namjoon kembali menaruh jari telunjuknya di bibir Yujin. "Kalau ku bilang pakai, pakai saja. Oke?"

Melihat Yujin tetap diam, Namjoon terkekeh dan menarik tangannya. "Aku pulang, ya!" Serunya sebelum memberi lambaian sekilas dan berlari menerobos hujan deras.

Jantungku...

←→

498 word.

Love You OrdinarilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang