Dua

29 9 30
                                    

~Berteman? ~

Kevan yang melihat Stevi kelelahan, ikut mengurangi kecepatan larinya, dia pun berlari mendampingi Stevi seraya bertanya, “Lo capek? Yok semangat. Kurang tiga putaran lagi. Terus, kita ke kantin buat beli minuman.”

Stevi hanya melirik Kevan sekilas. Jika tidak dalam situasi seperti ini, Stevi pasti akan merasa seperti terbang diangkasa. Bayangkan saja, orang yang kalian suka, tiba-tiba perhatian. Duh! Pasti sangat amazing.

Pada putaran kesembilan, Stevi sudah sangat lelah. Teramat sangat lelah. Ini memang pemborosan kata, namun memang kenyataannya seperti itu. Sehingga, tiba-tiba pandangan Stevi mengabur. Kepala Stevi pun terasa pening. Hingga akhirnya...

Bruk'

Suara orang terjatuh! Stevi kaget bukan main. Saat ia menoleh, samar-samar ia melihat Kevan terjatuh dengan tidak elitnya. Mulutnya mencium lantai lapangan dengan posisi telungkup. Stevi memang lelah dan pusing, namun ia masih kuat. Jika kalian berfikir Stevi yang jatuh, salah besar jawabannya. Karena yang benar adalah Kevan.

“Sial!” umpat Kevan.

Stevi segera membantu kevan bangun. “Ayo bangun,” ujar Stevi seraya mengulurkan tangan guna membantu Kevan bangun. Pandangan Stevi yang tadinya memburam beralih menjadi normal lagi.

Kevan tak segera menerima uluran tangan Stevi. Kevan tetap berada dibawah, namun mengubah posisinya menjadi duduk. Kevan melihat ke arah Bu Beti, ternyata Bu Beti sudah tidak ada ditempatnya. Kevan berusaha berdiri sendiri, namun ia kembali terjatuh karena tali sepatunya lepas.

Oh ternyata... Ini penyebab Kevan terjatuh. Tali sepatunya lepas! Kevan sangat malu saat ini. Apalagi Stevi menunjukan mimik wajah seperti menahan ketawa. Kevan membenarkan tali sepatunya terlebih dahulu, lalu ia berdiri.

“Yok kantin,” ujar Kevan tiba-tiba dengan menggandeng tangan Stevi tiba-tiba.

Stevi yang digandeng seperti itu hanya mampu menahan senyumnya. Dua kali sudah Kevan menggandeng tangannya! Stevi hanya berharap agar seterusnya ia seperti ini bersama Kevan. Tak perduli ia harus dihukum dan kelelahan.

Setelah sampai di kantin, mereka segera duduk dan memesan makanan.

“Lo apa? Gue bubur ayam satu sama teh anget,” ujar Kevan saat ia sudah duduk dengan nyaman.

“Gue donat cokelat sama air mineral aja.” Jawab Stevi.

Kevan masih duduk dengan manis dan tak beranjak. Begitu juga Stevi.

“Kok lo diem aja? Gak mau pesen gitu? Pesen sana.” Perintah Kevan kepada Stevi.

Stevi membelakkan matanya seraya berkata, “Gu... gue? Kenapa harus gue? Gak lo aja? Lo kan cowo. Ataupun lo bisa manggil mereka dan tinggal pesen.” Stevi tidak terima jika disuruh-suruh seperti ini. Stevi memang suka dengan Kevan, tapi tak seharusnya juga bukan ia mematuhi perintah Kevan?

“Bacot,” ujar Kevan seraya berdiri dan memesan makanan.

“Bang, bubur ayam sama teh anget satu. Terus ini saya beli donat cokelat sama air mineral satu, ya,” ujar Kevan kepada abang kantin penjual bubur ayam.

“Enggeh. Nanti lek bubur ayam e wes jadi, tak anterno kesana yo, mas,” ujar abang itu balik dengan logat jawa yang terselip didalamnya. Sebenarnya, abang itu berasal dari bandung. Namun karena si abang sedang pdkt dengan mbak-mbak penjual pecel di depan sekolah, dan kebetulan mbak-mbaknya orang jawa. Si abang belajar logat jawa.

Setelah mengambil satu donat cokelat dan satu air putih pesanan Stevi, Kevan kembali ke tempat dimana ia dan Stevi duduk tadi.

“Nih,” ujar Kevan seraya memberikan pesanan Stevi.

Stevi menerima dengan mata yang berbinar-binar. Perlu kalian ketahui, Stevi sangat suka dengan kue donat. Apalagi jika donat tersebut rasa cokelat.

“Emmmm... Endul nih donatnya.” Stevi segera membuka bungkus donat tersebut dan memakannya. Stevi memakan donat dengan lahap.

Diam-diam Kevan memperhatikan Stevi makan. Menurut Kevan, Stevi seperti anak kecil yang tidak diberi makan selama satu bulan. Bagaimana tidak? Stevi aja makannya belepotan. Mungkin efek lapar karena habis berlari? Hmm.

Kevan mengambil tissue yang berada didekatnya, lalu ia gunakan untuk membersihkan bibir Stevi. “Lo udah besar apa masih kecil sih? Makan aja belepotan.” Dengan telatennya Kevan membersihkan belepotan pada bibir Stevi seraya tersenyum geli.

Stevi dibuat beku oleh Kevan. Stevi hanya diam mematung tak bergerak. Mata Stevi lurus menatap Kevan yang dengan telatennya membersihkan cokelat dibibirnya dengan sesekali Kevan tersenyum.

Kevan menepuk pelan pipi Stevi dan mengacak rambut Stevi seraya berkata, “Lain kali, kalau makan tuh yang bener. Udah besar kok masih belepotan.” Kevan tersenyum manis. Sangat manis. Bahkan siapapun yang melihat pasti langsung diabetes.

“I... i... iya.” Jawab Stevi gugup seraya membenarkan rambut yang sedikit berantakan karena ulah Kevan.

Tak lama kemudian, pesanan Kevan datang.

“Maaf lama. Tadi abang sek jawab telpon bentar. Terus baru masak,” ujar abang itu tidak enak kepada Kevan yang lama menunggu pesanannya datang.

Kevan tersenyum singkat. “Iya, gak pa-pa, bang,” ujarnya.

“Yo wes, abang tak kembali kesana yo,” ujar abang itu lalu segera pergi meninggalkan Kevan dan Stevi.

Kevan mengaduk bubur ayamnya agar tercampur rata dengan sambal. “Lo masih lapar gak? Kalau masih lapar, sini makan sama gue.” Tanya Kevan kepada Stevi.

Stevi hanya menggeleng. Stevi pun berniat untuk membuka botol air mineralnya. Namun, Stevi kesusahan. Stevi tetap berusaha membukanya. Dan hasilnya tetap nihil.

Stevi berdecak, “Ck.”

“Sini,” ujar Kevan seraya merebut botol air mineral yang berada di tangan Stevi.

Dengan gampangnya Kevan berhasil membuka tutup botol air mineral tersebut. Setelah terbuka, Kevan segera memberikan air mineral tersebut kepada pemiliknya—Stevi.

“Makasih,” ujar Stevi seraya tersenyum manis.

“Hm.” Kevan hanya berdeham dan melirik Stevi sekilas. Lalu selanjutnya Kevan kembali memakan bubur ayamnya sampai habis.

Di pojok kantin sudah ada wanita berbadan gempal memasang muka sangarnya.

“STEVI... KEVAN... KALIAN SAYA SURUH LARI KOK MALAH KE KANTIN?! KALIAN ITU MAUNYA APA HAH?! CEPAT LARI LAGI.” Yak! Dia adalah Bu Beti. Guru BK yang tadi menghukum Stevi juga Kevan.

Kevan yang sedang makan bubur ayam pun tersedak.

“Uhuk-uhuk.”

Kevan segera meminum teh hangatnya sampai tandas. Setelah dirasa sudah mendingan, Kevan membisikan sesuatu ke telinga Stevi.

“Stev, setelah angka tiga, langsung ya,” bisik Kevan.

Stevi menatap Kevan dengan bingung. Namun Kevan tetap menjalankan aksinya sebelum Bu Beti mendekat.

“Satu... dua... tiga... Ayo!” Kevan menarik Stevi untuk berlari kabur dari kantin melalui pintu kantin yang berlawanan dengan posisi Bu Beti.

Disela-sela kegiatan berlarinya, Kevan berteriak kepada abang kantin. “BANG... UTANG DULU. BESOK SAYA BAYAR.”

Stevi yang diajak lari Kevan hanya pasrah dan mampu mengikutinya. Bu Beti yang melihat dua muridnya kabur, tidak mengejarnya, hanya berteriak saja menggunakan suaranya yang cetar membahana.

“STEVI... KEVAN... AWAS KALIAN! BESOK AKAN SAYA HUKUM.”

Stevi dan Kevan terus berlari hingga sampai di parkiran sekolah. Untung saja mereka berdua tak berpapasan dengan guru lain satupun. Setelah sampai parkiran, mereka berdua mengatur napas sejenak.

Hosh... Hosh... Hosh...

Napas mereka berdua sama-sama ngos-ngosan.

“Gila! Baru kali ini gue lolos dari Bu Beti!” Kevan merdecak kagum. Pasalnya, Kevan juga sering kena hukuman Bu Beti. Namun, baru kali ini ia bisa lolos. Walaupun sebelumnya Kevan sudah dihukum lari dilapangan.

“Hahaha... Sumpah gue juga! Gila gila! Huah!” Stevi ikut menimpali perkataan Kevan seraya tertawa bahagia.

Kevan membulatkan matanya. “Lo! Wait?! What?! Lo sering dihukum juga?! Kok gue gak pernah lihat?!”

Stevi mengedikkan bahu santai. “Ya gak tau. Mungkin lo aja yang selalu sibuk dengan dunia basket lo sendiri. Jadi, lo jarang tahu tentang keadaan disekeliling lo. Meskipun lo sendiri juga merasakan hukuman tersebut.”

Jujur saja, Stevi juga merasakan cemburu dengan bola basket. Kemana-mana, Stevi selalu saja melihat Kevan sibuk dengan basket, basket, dan basket. Baru kali ini Kevan tak sibuk dengan hal-hal yang berbau basket. Meskipun Stevi bukan pacar Kevan, boleh kan merasakan yang namanya cemburu?

“Eh, Stev. Lo suka Hello Kitty, ya?” celetuk Kevan tiba-tiba dengan tatapan melihat kearah jari manis Stevi yang sebelah kanan.

“Hah? Eh, i... iya. Gue suka Hello Kitty.” Jawab Stevi gelagapan. Sebenarnya memang benar Stevi menyukai Hello Kitty. Namun, cincin yang dipakai Stevi bukan cincin biasa. Cincin tersebut adalah cincin penangkal sinar matahari yang diberikan Papi nya untuk Stevi.

Sedikit banyak dari kalian pasti paham dan tau tentang Vampire. Vampire alergi dengan sinar matahari. Meskipun Stevi termasuk dalam golongan Half Vampire, Stevi tetap menurunkan alergi sinar matahari, meskipun tidak separah Vampire pada umumnya.

“Oh....” Kevan mengangguk-anggukan kepalanya pertanda paham. “Emm... lo mau gak jadi temen gue, Stev?” lanjut Kevan bertanya kepada Stevi.

Stevi membulatkan matanya pertanda kaget dengan ucapan Kevan. “Gue?...” tunjuk Stevi pada diriinya sendiri. “... jadi temen, lo?” lanjut Stevi berujar seraya menunjuk Kevan.
Kevan hanya menganggukan kepalanya sekilas.

“Mau kok! Mau!” ujar Stevi bersemangat. Bagaimana Stevi bisa menolak ajakan sang doi untuk menjadi temannya? Jangankan jadi teman, jadi pacar saja Stevi pasti bilang 'iya.'

“Oke,” ujar Kevan seraya mengulurkan tangannya seperti orang berjabat tangan, “Mulai sekarang, Kevan dan Stevi resmi berteman!” Lanjut Kevan menekankan kata ‘Berteman' diakhir katanya.

Stevi menerima jabatan tangan Kevan dengan senang hati. “Okay!” ujar Stevi bersemangat.

Dan mulai sekarang, Stevi juga Kevan resmi berteman. Ada dua hal baru yang harus Stevi lalui setelah ini. Yang pertama adalag berteman dengan Kevan—sang most wanted sekaligus pria yang disukainya. Dan yang kedua, menyembunyikan perasaannya agar Kevan tidak tau jika Stevi menyukainya. Stevi takut jika Kevan tau, Kevan tidak mau berteman dengan Stevi dan akan menjauhinya.

Hai halo manteman!
Wahh! Stevi dan Kevan sekarang berteman yak! Gela! Duh!

Salam manis dari penulis amatir yang lagi gaenak badan❤❤ #kodekerasmintadiucapin:v

Scenario Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang