Prolog

51 2 1
                                    

Di luar hujan turun deras. Tak ada manusia yang memilih untuk berdiam di bawah guyuran hujan kecuali mereka yang sama sekali tak punya pilihan. Atau mungkin mereka para pluviophile. Tapi sisanya sudah jelas berlarian dan mencari tempat teraman di bawah bangunan tinggi atau pepohonan rindang.

Pria itu pun berlarian. Sambil memeluk tasnya. Berusaha agar isinya terlindungi dan tidak terserang basah. Sesekali ia menoleh ke kanan kiri. Mencari tempat terdekat untuk dijadikan tempat berteduh. Dan matanya akhirnya menemukan beberapa bangunan kumuh yang terkumpul dari seng dan barang-barang bekas. Ia sempat terdiam dan ragu. Namun pada akhirnya ia tak punya alasan untuk menolak. Ia kemudian berlari dan berlindung disana.

Sejenak ia mengucek matanya yang sulit terbuka karena tersiram tanpa ampun. Ia menarik kaosnya dan sedikit memperlihatkan lekukan dan kotak-kotak perutnya yang atletis. Menarik napas, rasa cemasnya tak bisa disembunyikan. Masih banyak hal yang harus ia kerjakan. Namun malam semakin larut.

KRIEK.. tak sempat ia beranjak, ia mendengar ada suara seperti benda yang bergeser. Ia menoleh. Sambil terdiam sejenak. Namun tak ada kelanjutan. Suara itu seolah menghilang tertelan suara hujan yang terlampau deras.

Ia kembali menoleh ke depan. Dan ia terkesiap. Suaranya tercekat. Sesuatu yang seram dan membuat matanya membola dan mulutnya ternganga sama sekali tak mengizinkannya untuk berteriak.

***

PLUVIOPHOBIA

By: Aprilliouz

Hujan di luar sana belum reda. Menyisakan bau petrikor yang membaur memenuhi seisi ruangan. Sementara seisi kantor sibuk dengan kesibukan masing-masing. Terjebak oleh basah yang tak mengizinkan mereka keluar sama sekali. Seperti halnya mentari yang juga belum diizinkan untuk menampakan wujudnya di atas sana.

Gadis itu masih melakukan hal yang sama. Memainkan jarinya di jendela yang beruap karena basah kemudian membentuk pola tertentu. Menulis serangkaian huruf yang entah menjadi kalimat apa jadinya. Matanya tenggelam dalam gerakan hujan yang elok berjatuhan menabrak bumi.

"Kau, sampai kapan membuang-buang kertas seperti itu?" ujarnya pada rekannya yang sedang meremas kertas dan melempar ke tong sampah di bawah meja.

"Kau sendiri kenapa masih berdiam disana?" jawabnya malas.

"Ya kau sudah tau jawabannya..."

"Ya ya. kau seorang pluviophile. Kau terjebak Ann, harusnya kau adalah seorang backpacker. Jiwamu tak bisa terkungkung di tempat seperti ini.."

Kemudian hening. Kembali mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing.

"Ann, apa kau sudah punya ide untuk headline berita kita senin besok?"

"Entahlah Kim. Aku tadinya sudah bekerja sama dengan Alex tapi ya seperti yang kau tau, dia malah tak bisa dihubungi sekarang.." ujarnya lagi. Si pria lawan bicaranya itu hanya tersenyum tipis.

"Ya, dia sedang melewati masa-masa sulit sekarang. Kurasa ia sedang membutuhkan waktu.."

"Tapi dia sudah berjanji kemarin.." Si gadis hanya tolak pinggang seraya berdecak.

"Ya ya, kutau memang dia yang paling pintar diantara kita.."

"Hei-hei kalian sedang apa? Apakah tugas yang kuberikan sudah kalian kerjakan?" Pria paruh baya berkumis tebal itu datang. Memutuskan percakapan mereka dan membuat keduanya segera berlarian dan bersiap dengan posisi terbaik.

"Ma..maaf pak. Kami sedang memikirkannya.." ia menunduk. Tak berani menatap wajah bosnya itu.

"Dengar baik-baik. Barusan ada kabar mengenai pembunuhan yang terjadi di perempatan depan.."

PluviophobiaWhere stories live. Discover now