BAB 1 -- The Beginning

14.3K 1K 36
                                    

Girl you're on my mind
Nearly all of the time
It's so hard bein' here without you

(The Byrds - Here Without You)

*****

VALENCIA

Suara ribut-ribut di luar kamar seperti tidak ada habisnya. Padahal aku sudah menutup telinga dengan headphone dan mengeraskan volume, tapi tetap saja keributan itu masih juga terdengar. Belum lagi yang mereka ributkan masih hal yang sama, pekerjaan.

Dulu rumah ini terasa seperti neraka semenjak Kak Vandya menikah. Kakak iparku itu memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap. Belum lagi penghasilannya sanggup membantu membayar uang kuliahku serta menghidupi aku, Ibu, kak Vadya dan tentu saja dirinya sendiri. Hal itu saja sudah membuat Kak Vandya terus mengingatkanku betapa baiknya dia dan suami. Namun, sayangnya tidak sampai beberapa tahun kemudian kantor Kakak Iparku mengalami kebangkrutan, membuatnya di PHK. Rumah berubah jadi neraka yang sebenarnya.

Kak Vandya kini berubah jadi tukang sindir karena masalah pengangguran. Aku sudah hampir beberapa kali ingin menyumpahi kakakku, kalau saja Ibu tidak menenangkanku. Dia sendiri tahu mencari kerja itu susah, apalagi seorang lulusan baru tanpa pengalaman apapun.

Aku menghela nafas berulang kali, menyiapkan mental. Barulah aku dengan cepat membuka email. Diam-diam berharap mendapatkan setidaknya satu panggilan kerja dari banyaknya lamaran yang ku kirimkan.

Hanya ada satu email. Dengan cepat aku membukanya, tapi baru satu kalimat awal seketika aku kembali sedih. "Ditolak lagi."

Tanpa bisa ku cegah air mata mulai meleleh. Aku semakin putus asa. Ini sudah kesekian kalinya ditolak dan juga kesekian kalinya gagal mencari alasan pergi dari rumah ini. Pada akhirnya aku hanya melakukan kebiasaanku, yaitu menangisi penolakan ini. Tapi ketika sudah lega aku kembali membuka website pencarian kerja dan kembali bersemangat.

Sejam kemudian aku sudah mulai berhenti menangis. Tanganku dengan cepat mengetikan nama website pencarian kerja. Ada sebuah pemberitahuan baru bahwa website merekomendasikan pekerjaan yang mungkin cocok untukku. Tanpa menunggu lama, aku langsung bersemangat membukanya.

Seketika aku kesal ketika website merekomendasikanku sebagai seorang pengasuh anak. Lama aku menimbang-nimbang, pada akhirnya aku memutuskan membaca persyarat pekerjaan itu. Harus aku akui persyaratan tidak susah. Tapi ketika mataku menangkap salah satu syarat yang mengharuskanku tinggal di rumah mereka, tentu saja aku langsung tertaik.

Dengan menyingkirkan segala ego, aku langsung mengirimkan surat lamaran kerja ke sana. Sekarang di kepalaku hanya ada dua hal, pergi dari rumah ini dan menutup mulut kak Vandya.

"Lagipula, apa sih susahnya mengasuh anak berumur lima tahun?"

*****

MARS

"Mars," panggilan Mama mengalihkanku sejenak dari iPad. "Hari ini Mama mau wawancara pengasuh baru Lila. Nggak masalah kan kalau langsung kerja hari ini atau besok?"

Aku mengangguk mantap menjawab pertanyaan Mama. Semenjak istriku meninggal, Mama lah yang menggantikan tugas Adelide untuk mengurus Kaylila, putriku sejak lahir. Terkadang kakakku datang dan ikut membantu Mama mengurus Lila, tapi tidak bisa terlalu sering karena dia juga memiliki keluarganya sendiri yang harus diurusnya.

Sayangnya semenjak Lila berumur lima tahun. Saat dia sudah pandai protes dan melakukan banyak ulah-ulang untuk menarik perhatianku, Mama jadi kelabakan. Dia butuh seseorang yang muda untuk membantunya. Aku tentu saja setuju, selama itu bisa menyenangkan Mama dan Lila bisa menerima orang baru selalin aku, serta seluruh keluargaku di rumah ini.

"Iya, Ma. Nanti kalau ada apa-apa kabari Mars ya." Aku segera bangkit dari kursi, kemudian memberikan kecupan lembut pada pipinya.

"Mars," panggilan lain dari Papa menghentikan aksiku. Papa masih duduk di kursinya dengan secangkir kopi dan sarapannya. "Kerja keras boleh, tapi jangan sampai lupa kewajibanmu sebagai Ayah. Lila membutuhkan perhatianmu, Mars."

Sebagai jawaban aku hanya mengangguk. Kata-kata itu selalu Papa ucapkan hampir setiap hari selama beberapa tahun terakhir, sayangnya aku memilih tidak peduli. Bekerja adalah pelarian terbaik melupakan mediang Adelide. Bahkan setelah lima tahun berlalu pun, aku masih begitu merindukan sosoknya.

Bergegas aku menaiki tangga menuju kamar Lila. Kakiku berhenti di depan pintu bertuliskan nama KAYLILA. "Lila," panggilku seraya membuka pelan pintu kamarnya.

Lila tidak menggubrisku. Dia hanya duduk membelakangiku di atas tempat tidurnya. Setiap kali aku harus keluar kota untuk memeriksa proyek Langit Grup, Lila pasti bertingkah seperti ini. Kemudian, dia akan terisak hebat memintaku untuk tetap tinggal, tapi tentu saja aku tidak bisa melakukannya.

"Lila, sayang," panggilku sekali lagi sembari berjalan mendekati Lila.

Benar saja, Lila mulai terisak. Aku menduduki sisi tempat tidur. Tanganku terangkat mengusap puncak kepala putriku. Dia menoleh. Kedua mata biru yang begitu mirip Adelide berhasil menambah rinduku pada mendiang istriku. Senyum tipis tersungging di wajahku. "Daddy pergi kerja dulu ya, Princess," izinku yang langsung dibalas gelengan kuat.

Kedua tangan mungilnya meremas kuat jasku. "Nggak mau, Daddy. Tinggal."

"Sayang." Aku terus mengusap puncak kepalanya. "Daddy cuma lima hari kok di Surabaya. Lila di sini ya sama Oma dan Opa. Jangan berbuat ulah aneh-aneh."

Bibir mungilnya mengerucut. Air mata mengalir semakin deras dari matanya. "Nggak mau! Daddy nggak boleh pergi."

Aku menghela nafas dalam. "Nanti Daddy pulang bawain boneka Barbie lagi. Lila mau kan?"

Kepala Lila masih terus menggeleng. Dia kembali berteriak kencang. "Lila mau main sama Daddy!"

Kalau putriku sudah mulai seperti ini, aku sama sekali tidak bisa berkutik. Beruntungnya tidak lama kemudian terdengar suara langkah kaki cepat mendekati kamar. Aku menoleh, Mama sudah berjalan mendekati kami.

"Lila, di sini sama Oma ya. Daddy biar kerja dulu." Mama dengan cepat menarik tangan Lila agar melepaskan pegangannya padaku.

Aku segera bangkit, kemudian mundur beberap langkah. Lila masih terus menatapku dengan isakan kencang. Tapi seperti yang sudah-sudah, meskipun berat, aku terpaksa berbalik kemudian keluar kamar. Setiap kali hal ini terjadi, setiap kali pula aku selalu berandai-andai. Andai saja Adelide masih hidup, mungkin aku dan Lila tidak akan berakhir seperti ini. Aku benar-benar merindukannya.

******

Surabaya, 14 Juli 2018.

Selamat membaca, selamat menikmati kisah cinta Mars-Val. Iya, judul ini plesetan dari kata Fall For Mars wkwk. Jangan lupa vommentnya ya.

FIND ME ON!

twitter : desymiladiana

Instagram : desymiladiana / officialdesymiladiana (for more quotes + soundtrack + Info)

facebook : Desy Miladiana


Love,

Desy Miladiana.

Val(l) For Mars [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang