2

85 7 3
                                    

"Ikhlaskan saja. Terkadang suatu saat nanti yang hilang akan kembali lagi tanpa perlu dicari. Karena ia akan hadir dengan sendirinya."

***

Isak tangis raga tak dapat dibendung lagi. Satu per satu butiran mutiara jatuh di punggung tangannya. Kejadian beberapa tahun lalu membuat ia tak bisa memaafkan dirinya sendiri. Padahal sebenarnya kematian Mamanya bukan sepenuhnya salah Raga. Tapi Raga selalu menganggap bahwa ia adalah penyebab kematian Mamanya.

***

"Sial tuh cowo! Gue kira dia baik. Ehh ternyata kebalik!"ketus Lara sambil melemparkan tasnya ke sofa ruang tamu. Ia merasa kesal dengan sikap Raga tadi.

Perlahan hentakan kakinya mendekati mesin cuci yang terletak di sudut ruangan dekat kamar mandi. Ia melemparkan jaket Raga ke mesin cuci. Lalu dimasukkanlah air kedalamnya, juga cairan. Ia melakukan pekerjaan itu dengan hati yang penuh kekesalan.

***

"Nih jaket lo! Udah gue cuciin tuh bersih tanpa noda!"Lara menyodorkan jaket ke hadapan seorang laki-laki.

"Tumben rajin,"kekeh Raga dengan nada sedikit menyindir.

Kedua sorot mata Lara memperlihatkan rasa tidak suka dengan sikap Raga. Namun ia berusaha mengendalikan dirinya agar tidak melakukan sesuatu yang memancing keributan.

"Bentar bentar.. Roh, kok bau jaket gue jadi aneh gini sihh. Baunya kaya..."Raga mengernyitkan dahinya ketika jaket itu tak jauh di depan hidungnya.

Belum selesai Raga berbicara, Lara memotong. "Hidung lo aja yang error. Makanya punya hidung tuh jangan kemancungan. Bulu hidung aja keluar, gimana mau mencium bau sesuatu dengan benar?"

Setelah kalimat itu keluar dari mulutnya, Lara baru ingat kalau kemarin yang ia masukkan bukan cairan rinso, tapi cairan baygon. Namun ia berusaha menutup mulutnya rapat-rapat karena tak ingin cowo yang dihadapannya naik darah kalau tau kebenarannya.

Untung dia bukan nyamuk. Kalo nyamuk mungkin sekarang udah terbaring lemas di ruang ISU hhaha. Tapi gue gak yakin kalo dia manusia. Apa mungkin dia jelmaan pocong? Kan pocong biasanya hidungnya mancung. Ehh bukan hidungnya yang mancung tapi kepalanya wkwk. Lara senyum-senyum sendiri disaat mengingat dan membayangkan hal itu.

"Roh... Lo udah gila ya?!"heran Raga sembari melambai-lambaikan tangannya di depan mata Lara yang sedang terbawa buaian imaji.

Perempuan itu masih asyik membayangkan hal konyol yang kemarin dilakukannya. Sementara Selfi yang berdiri disampingnya merasa sangat kesal, terlalu lama diabaikan, hanya menjadi penyimak pembicaraan.

"Laraaaa..."teriak Selfi, bagai seribu toa yang menyambar Lara. Tentu saja Lara tersentak kaget dibuatnya. Apalagi jika bukan karena suara Selfi yang melebihi batas sirine ternyaring di jagat raya. Bukan hanya teriak Selfi yang dilontarkan, tapi juga tangannya. Dan itu membuat Lara hampir terjatuh diatas lantai.

"Biasa aja kali, Self. Gak usah ngegas! Sekecil suara semut pun gue bisa denger suara lo!"

"Yaelah sekeras gini aja lo kadang gak denger. Gimana kalo sekecil suara semut?! Kan telinga lo agak budeg dari lahir. Bukan agak lagi, emang bener-bener budeg kayanya."Bola mata Selfi sesekali melirik kearah Lara.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 14, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

[2]ARAGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang