2 ; Beginning

36 3 0
                                    


"Don't treat people like diamonds, when they treat you like rottens," —Hwytte

                  ————-  ————-

         Para Adhyasta mengarahkan peserta didik baru pada sebuah aula untuk mengikuti prosesi pembukaan acara yang akan dilaksanakan selama 3 hari kedepan. Para calon peserta didik baru mulai tergesa memasuki ruangan utama yang konon katanya merupakan tempat pertemuan kepala keluarga Arayya, atau biasa kita sebut bangsawan karena mereka diyakini merupakan titisan dewa.

          Saat para calon peserta didik baru memasuki aula tersebut, mereka akan dimanjakan dengan pemandangan ruangan yang begitu klasik. Podium yang terletak pada centra ruangan dengan ukiran makhkota yang dikelilingi berbagai macam bunga sangat cantik. Kursi para calon peserta didik yang diletakkan mengelilingi podium dengan susunan keatas, ini digunakan agar mereka dapat menyaksikan dengan jelas. Walau nuansa yang dihasilkan sangat klasik, namun tak kalah modern dengan kursi lipat yang sangat nyaman untuk para calon siswa. Pada langit-langit ruangan tergantung sebuah lampu dengan ukuran yang cukup besar dengan bahan dasar kristal. Dinding ruangan yang berlukiskan ukiran bunga-bunga menambah kesan lebih kuno nan elegan. Cat dinding senada dengan kayu sangat pas dibuatnya.

             Kursi-kursi berpunggung tinggi dengan simbol tertentu dipampang pada kanan kiri podium, kursi tersebut merupakan tempat duduk para petinggi sekolah dan beberapa jajaran nya.

"Itu yang disana, bukannya para kepala keluarga terhormat?"

Ujar salah satu murid dengan menunjuk sederetan kursi berpunggung tinggi dengan simbol kelurga masing-masing. Keluarga yang masuk dalam keluarga Arayya adalah keluarga dengan element natural terhebat. Mereka sangat dihormati dengan siapapun, kharisma mereka dapat menghentikan waktu dan mengintimidasi siapapun untuk takluk pada mereka.

"Baik, di sini saya akan memandu kalian untuk melewati beberapa rangkaian acara selama dua jam ke depan."

                        ***

"Hai, nama lo siapa?" Tanya salah seorang murid pada gadis bersurai panjang hingga menutupi pinggang dengan netra navy yang indah.

"Gue?" Gadis itu nampak bertanya balik memastikan ia tidak salah dengar.

"Selene, Selene Arsyi Deinendra," balasnya dengan menjabat tangan gadis disebelahnya.

"Ah, elemen air? Keluarga Deinendra terkenal dengan element airnya bukan? Oh iya, gue Pamela Putri Florestian," ucapnya.

"Sebenarnya elemen gue kristal. Salam kenal, lo pengendali alam?" Selene berkata pelan.

"Wah, keren! Elemen lo termasuk jarang, gue cuma liat element es untuk beberapa dekade terakhir. Ah, bukan-bukan! Keluarga Florestian adalah keluarga peramu," jawab gadis bernetra brunete tu dengan bersemangat, dibalas senyuman manis Selene.

"Ah, maaf. Gue salah."

"Hahaha, gak papa. Tapi gue bangga terlahir dari keluarga Florestian, karena tanpa ramuan kami, penyihir bukanlah apa-apa," jawab Pamela dengan mantap

                                   ***

'Oh, keluarga Deinendra. Pantas saja Adhigana.'

     Tidak jauh dari kedua gadis itu, terlihat Argi nampak mengamati mereka. Ia duduk tak jauh dari kursi Pamela dan Arsyi.

'Kristal ya? Ah, nevermind. Nggak ada keuntungan nyata buat gue pusingin hal itu,"

      Batin Argi berbicara kembali, kini netranya tertuju pada pemandu acara yang sedang membacakan tatanan acara selanjutnya.

"Baik, mari kita sambut Chalya Agni Diwangka yang akan memberikan sambutan sebagai perwakilan peserta didik baru, dan merupakan salah satu siswi dengan nilai praktik tertinggi saat ujian masuk."

DEITIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang