kesatu

3.2K 213 27
                                    

Naruto melangkahkan kakinya dengan rasa malas yang bergelayut manja. Tangan kirinya ia masukkan kesaku celananya, sedang tangan kanannya ia gunakan untuk menutup mulutnya yang menguap. Kepalanya terasa pusing karena kantuk yang sulit untuk ia tahan. Dan dalam perjalanannya menuju sekolah, ia merutuk kecil dalam hati karena semalam ia harus begadang mengantar ibunya yang mendapat panggilan darurat oleh pasien tetapnya.

Ibunya bekerja sebagai dokter di Rumah Sakit wilayah Suna, sedang ayahnya memiliki sebuah kedai ramen yang tak bisa dibilang kecil di Konoha. Memang, dulu ibunya bekerja di Rumah Sakit Konoha, namun karena tujuh tahun yang lalu ibunya dipindah tugaskan, mau tak mau ayahnya harus mengantar ibunya ke Suna setiap pagi dan menjemputnya setelah petang.

Namun karena kesehatan ayahnya yang menurun empat tahun lalu, membuatnya harus turun tangan untuk membantu ayahnya. Ia akan bertugas mengantar ibunya dipagi hari dan ayahnya hanya bertugas menjemput di saat petang. Dan semalam, ia harus mengantar ibunya yang mendapat telpon gawat darurat oleh pasien tetap ibunya. Ia melakukannya bukan karena terpaksa, melain kesukarelaannya sendiri yang tak tega melihat ayahnya terlelap karena kecapaian.

Setibanya diperempatan, ia dikejutkan oleh tepukan dibahu kanannya. Dan saat ia menoleh, ia mendapati kedua temannya yang berbeda gender sedang berjalan bersama.

"Ohayo, Naruto." Sebuah suara cempreng dilayangkan oleh gadis pemilik surai sewarna bunga Sakura itu. Ia hanya mendengus pelan, seakan jengah dengan tingkah teman akrab yang telah menemaninya sejak sekolah di taman kanak-kanak.

"Ohayo. Sakura. Seperti biasa kau selalu bersemangat setiap paginya." Ucap Naruto malas. Dilirik nya pemuda yang ada disebelah Sakura. Pemuda bersurai raven dengan kulit putihnya yang memasang wajah datar.

"Ohayo. Sasuke. Tumben sekali kau berangkat bersama gadis cempreng ini? Biasanya kau selalu berangkat lebih awal dari kami berdua." Tambah Naruto.

"Aku hanya menuruti apa yang diinginkan tuan putri musim semi ini." Jawab Sasuke. Pemuda berambut raven itu mensidekapkan tangannya didada, seolah ia malas mengeluarkan kata yang lebih panjang lagi.

"Ma... ma.... Sasuke-kun. Aku kan hanya ingin kita berangkat bertiga seperti dulu. Lagipula aku membawa kabar baik untuk kita bertiga."

Sasuke dan Naruto menoleh, memang jika dilihat dari tanggapannya tadi, mereka berdua sama sekali tak tertarik dengan apa yang akan Sakura katakan. Namun begitu mendengar jika Sakura mebawa kabar baik, mereka berdiam dan bermaksud mendengarkan perkataan Sakura lebih lama.

"Aku sudah dibelikan mobil baru oleh ayahku. Dan kita bisa bersama-sama membuat tim balap dan menjadi yang tercepat di Konoha ini" dengan semangat yang berapi-api Sakura menjelaskan maksudnya pada Sasuke dan Naruto. Namun sepertinya kedua temannya itu terlalu terkejut hingga membuat keduanya tersendak ludah mereka sendiri hingga kedua terbatuk secara bersamaan.

"Kau lupa jika aku belum mendapat SIM? Kau mau aku ditangkap oleh paman Fugaku?" Ujar Naruto.

Sakura terkekeh pelan. Ia sepertinya lupa, bahwa salah satu temannya itu masih ada yang belum bisa mendapat SIM karena belum cukup umur. Dan ayah yang satunya adalah kepala kepolisian lalu lintas.

"Aku lupa jika kau yang termuda diantara kita bertiga, Naruto. Demo, bagaimana dengan Sasuke?" Tanya Sakura.

"Aku sudah membuatnya sebulan yang lalu. Tepat sehari setelah ulang tahunku. Dan ayah juga sudah membelikanku sebuah mobil." Jawab Sasuke. Sikap tenang terselip dinada bicaranya yang terkesan datar itu, dan ia bersyukur Sakura tidak berteriak setelah ia mengatakannya.

"Mou.... Sasuke curang. Mengapa tidak bercerita  kepada kami jika kau sudah memiliki sebuah mobil?"

"Sasuke tidak mengatakannya padamu karena ia tau jika ia mengatakannya kau pasti akan menyeretnya ke ajang balap antar tim yang terbentuk akhir-akhir ini. Iya kan, Sasuke?"

back sideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang