ketiga

1.4K 164 20
                                    

Naruto menghembuskan nafasnya perlahan sambil melihat terangnya sinar rembulan yang terpampang jelas dari balkon kamarnya. Ia tak bisa tidur, perkataan Sasuke tadi siang seperti sebuah vonis hukuman yang akan dilayangkan padanya. Sebenarnya sebentar lagi mereka telah berjanji untuk datang kebukit bersama dan mendengarkan siapa pembalap tercepat yang telah terdaftar. Namun tadi, setelah mereka berkumpul bersama di cafe, ia memutuskan untuk tak ikut mereka. Dan disinilah ia sekarang, merenung di balkon kamarnya seorang diri sambil melamun.

Puk.
Sebuah tepukan dipundak kanannya menyadarkan lamunannya tentang Sasuke. Ia menoleh, dan mendapati ayahnya sedang tersenyum kearahnya sambil menumpukan kedua tangannya dipagar balkon.

"Apa yang anak ayah ini lamunkan, hm?" Tanyanya.

"Hanya sesuatu, yah."

"Apa itu berhubungan dengan romansa cintamu?"

Naruto sedikit terkikik geli mendengar ayahnya yang menebak tepat sesuai sasaran.

"Ayah selalu bisa menebak tepat sasaran."

"Jadi...."

"Jadi apanya, yah?"

"Jadi, apa anak ayah ini sudah menyatakan perasaannya pada sang pujaan?"

"Maksud ayah?"

"Maksud ayah, perasaanmu pada putra bungsu Fugaku."

Naruto mendengus. Selama ini ia telah menyimpan rapat perasaannya pada Sasuke hingga ia yakin tak ada yang menyadarinya. Namun kini, ayahnya itu bisa langsung menebak dengan pasti tentang perasaannya itu.

"Darimana ayah tau?"

"Well, ayah menyadari tatapanmu yang berbeda terhadapnya. Jadi ayah menyimpulkan jika kau menaruh rasa padanya."

"Tak apakah yah?"

"Jika kau memang mengharapkannya, ayah hanya bisa mendukungmu. Lagipula tak masalah, nanti pasti ibumu sangat senang berbesan dengan Mikoto."

"Tapi....." Naru menunduk, mencoba menyembunyikan wajah sendunya dari tatapan ayah yang disayanginya itu.

"Jangan terlalu difikirkan. Jika kalian berjodoh, dia pasti akan menerimamu. Mencintaimu dengan tulus tanpa melihat gender mu."

"Aku tak terlalu yakin yah."

Naruto mendesah lagi. Ia berbalik dari posisinya dan menyandarkan punggungnya pada pagar balkon. Dan Minato yang melihatnya hanya bisa tersenyum.

"Apa dia mengatakan jika dia straight?"

"Darimana ayah tau?"

Minato kembali terkikik geli. Anaknya itu, mudah sekali dibaca segala ekspresinya.

"Jika dia menyimpang, pasti ia akan menerimamu. Dan kau pastinya tak akan segalau ini sekarang. Dan lagipula, memang hal apa lagi yang bisa membuat resah anak ayah ini selain hal itu?"

"Sebenarnya bukan hanya itu masalahnya." Naruto menunduk. Beberapa detik setelahnya ia kembali mendongak, menatap bintang yang sanggup terjangkau pandangannya.

"....." Minato diam, menunggu kata selanjutnya dari anak semata wayangnya itu.

"Dia mengatakan akan menerimaku jika aku bisa mengalahkan pembalap tercepat saat ini. Dan dia juga akan menerimaku sebagai dominannya."

"Lalu dimana masalahnya? Bukankah itu berarti dia masih memberimu satu kesempatan?"

"Selain dia mengatakan padaku yang tadi, dia juga menyuruhku balapan menggunakan mobil sedan butut milik ayah. Itu yang membuatku frustasi, yah."

back sideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang