ㅡpanggilan ketiga.
+++++++
Selama ini, rekan-rekan kerjanya bilang, saat tirai malam telah turun, itu adalah saat dimana siapapun itu diawasi oleh orang-orang dari dunia lain. Jeongguk tidak memberikan tanggapan apa-apa saat mereka berkumpul untuk makan siang saat itu. Walaupun Cha Eunwoo berkisah tentang pengalamannya sendiri, Jung Jaehyun yang mendukung dengan kesaksian terkait, hingga Lee Dokyeom yang menuturkan gosip-gosip mistis yang ia ketahui dari para pegawai kantor lain.
Mungkin karena Jeongguk terlalu rasional sehingga tidak berpikir terlalu jauh, menganggap kisah teman-temannya hanyalah hiburan di antara kebosanan yang menggunung. Hanya mengangguk dan sekedar ikut berbincang singkat jika topik tersebut dibahas lebih jauh dengan anggota lebih banyak dan keseruan lebih menjanjikan. Jeongguk masih bertahan dengan argumen yang tidak ia sebarkan pada siapapun, bahwa sesuatu yang aneh disebabkan oleh rasa takut dan paranoid yang berlebihan, hingga memicu delusi dan terjadi hal-hal diluar nalar manusia.
Sudah kira-kira tiga tahun Jeon Jeongguk berkiprah di dunia kerja ini dan prinsipnya tersebut tidak sekalipun goyah, ia tidak keberatan sering ditempatkan pada malam hari yang mengguncang adrenalinnya hingga ke pori-pori. Jeongguk hanya menganggap lalu dan konsentrasi dengan tugas yang diberikan padanya.
Namun, semua itu buyar pada suatu malam. Kandas begitu saja saat mesin penerima mendapat panggilan di malam yang kering dan cenderung hangat. Malam ini. Jeongguk menegakkan punggung, menekan salah satu tombol dengan telunjuk kanan, sementara tangan kirinya yang bebas meraih headphone di dekat monitor. Sama sekali tidak ada prasangka berlebih yang mengkhawatirkan.
"Dengan 112 disini, ada yang bisa kami bantu?"
Suara Jeongguk masih sama, jernih dan cenderung datar, tipe-tipe yang memiliki emosi terkendali dan temper tenang seperti yang disyaratkan saat ia melamar pekerjaan. Jeongguk menunggu sebentar, karena sang pemanggil tidak juga memberikan respon.
"Permisi? Halo?" Jeongguk mengulangi, kini tidak bisa menghindari rasa merinding yang menyapu tengkuk kala mendengar suara gemerisik layaknya derak angin.
"Ha-halo..."
Tidak terbayangkan betapa leganya Jeongguk saat mendengar suara tersebut, namun tidak lama kembali dihempas deraan kekhawatiran. Apa yang menyebabkan si pemanggil ini lambat merespon? Sudah jelas ada sesuatu yang tidak beres, bahkan keheningan setelahnya terasa amat ganjil. Begitu mencekam dan terasa aneh. Jeongguk yakin suhu saat ini cenderung kering dan agak panas, namun datang darimana balok es transparan yang agaknya mengurung Jeongguk di dalamnya.
"Nama anda, Pak? Apa yang terjadi?"
"Nama saya Seokjin, Kim Seokjin. Saya melihat orang aneh dengan setelan jas kini tengah mengintai di depan rumah saya, berdiri di depan halaman membelakangi lampu jalanan." Jeongguk terdiam mendengar penuturan pria yang mengaku bernama Kim Seokjin itu, ia merasa jantungnya mencelos dan tidak dapat dideskripsikan.
"Berapa lama ia berdiri disana, Seokjin-ssi?"
"Kira-kira tiga jam yang lalu, saya baru pulang dari kafe saya. Saat saya ingin mengambil sepatu, gorden sedikit tersibak dan saya melihat orang itu sudah berada disana. Saya awalnya mengacuhkannya saja, namun saat saya mengembalikan sepatu yang saya bersihkan dan menaruhnya lagi di rak dekat tempat payung, di sebelah pintu, saya kembali mengintip sedikit. Betapa terkejutnya saya, pak. Orang tersebut masih berdiri di sana padahal sudah saya tinggalkan sekitar tiga puluh menit." Jeda sejenak, nada tenang Seokjin terdengar begitu ketakutan di telinga Jeongguk walaupun disembunyikan dengan amat apik, hingga hampir nihil deteksi. "Kemudian saya menunggu, hingga sekarang, memerhatikan sosok aneh tersebut. Ia masih disana, tidak bergerak, tidak beranjak, sama sekali diam hingga detik ini. Aneh sekali, pak!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Emergency Call 112
Fanfiction"Dengan 112 disini, ada yang bisa kami bantu?" Jeon Jeongguk, dengan enam panggilan yang mendebarkan. [BTS AU]