Pintu putih itu lagi. Pintu putih dengan kaca vertikal transparan, dan aku masih belum bisa melihat apapun di dalamnya. Suara berulang-ulang itu kembali terdengar, seperti suara hitungan mundur bom waktu yang sering kulihat di film-film aksi Hollywood. Namun aku tak bisa menemukan sumber suara tersebut.
Dan lagi-lagi aku mencium bau bunga, yang sekejap kemudian membuatku terbangun.
Mimpi aneh ini terulang lagi. Kulihat waktu sudah menunjukkan pukul 7.00 yang mana aku harus cepat-cepat berangkat ke kantor, tak ada waktu untuk memikirkan mimpi aneh itu.
Kutemui Hinata di depan kamar masih mengenakan apron, ia baru selesai masak dan hendak membangunkanku.
Setelah selesai sarapan, Hinata menghampiriku dengan sebuah surat, lebih tepatnya undangan pernikahan.
"Tadi pagi ada yang mengantarkan ini," kata Hinata, "Tak kusangka akhirnya Shikamaru-san menikah. Padahal ia selalu berkata bahwa menikah itu merepotkan."
Aku membaca sekilas, dan tersenyum senang, "Hahaha dia tidak bisa kabur lagi, karena Temari hamil."
"Temari-chan hamil?" Hinata menatapku tak percaya.
Aku mengangguk mengiyakan, "Temari sempat ingin menggugurkan kandungannya saat tahu ia hamil, ia kira Shikamaru tidak mau bertanggung jawab. Kau tahu sendiri bagaimana cueknya Shikamaru, namun sebenarnya diam-diam ia sangat mencintai Temari. Dasar tsundere akut."
Tak mendapati respon, aku menatap wajah Hinata yang berubah menyendu. Aku tahu apa yang dipikirkan wanita ini, terhitung sudah 5 bulan semenjak pernikahan dan kami masih belum dikaruniai seorang anak. Kuraih tubuhnya dan kupeluk erat, mengusap kepalanya dan memberi kecupan-kecupan sayang.
"Bagaimana kalau malam ini kita coba membuatnya lagi?" tanyaku yang disambut dengan cubitan di perutku. Aku tertawa melihat semburat merah di wajah imut wanitaku ini.
____________________________________________________
Saat aku pulang, Hinata tidak ada di rumah. Padahal sudah hampir pukul 11 malam. Kemana wanita itu pergi?
Kekhawatiran mulai menyelimuti pikiranku saat aku coba menghubungi ponselnya dan hanya suara mesin penjawab otomatis yang terdengar. Aku langsung masuk ke kamar dan meletakkan barang bawaanku, hari ini banyak sekali rapat redaksi dan banyak pula artikel yang harus kukerjakan, bahkan beberapa terpaksa aku bawa pulang untuk aku kerjakan di rumah.
Aku mencoba menghubungi Hinata dan lagi-lagi suara mesin penjawab otomatis terdengar, kuputuskan untuk keluar mencari Hinata. Saat melewati dapur, betapa kagetnya aku melihat Hinata berdiri di sana, tepatnya di depan wastafel sedang mencuci sesuatu.
"Kau baru pulang?"
Tersentak kaget, Hinata berbalik, "Ah—Naruto-kun kau mengagetkanku." Kulihat ia cepat-cepat menyelesaikan kegiatan mencucinya.
Sedikit merasa lega melihatnya sudah di rumah. Aku menghampiri lemari pendingin untuk mengambil botol jus jeruk, entah kenapa saat ini aku merasa sangat haus.
"Kau lapar Naruto-kun? Ingin aku buatkan sesuatu?" tawar Hinata.
Ramen. Makanan itu yang sedang ingin kumakan. Setelahnya Hinata pamit untuk berganti baju terlebih dahulu sebelum memasak ramen untukku.
Aku menghampiri rak gelas yang tergantung di samping wastafel dan aku tuangkan jus jeruk ke dalam gelas. Tak sengaja mataku melihat bercak kemerahan di sudut wastafel, kuamati lebih teliti dan satu hal langsung terlintas dibenakku, itu darah, semerbak bau anyir masih tertinggal meski bercampur dengan bau sabun cuci piring.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOSS | NARUHINA [END]
FanfictionNaruto dan Hinata baru saja menikah, mereka memutuskan untuk pindah dari Tokyo dan memulai kehidupan baru di kota Numata, Gunma. Namun semenjak kedatangan mereka, terjadi serangkaian kasus pembunuhan di kota kecil itu. Mampukah mereka bertahan? NARU...