(NORMAL POV)
Pintu putih dengan kaca vertikal transparan itu memperlihatkan beberapa orang yang berlalu-lalang diluar sana. Namun kesibukan diluar sama sekali tak mengganggu kesunyian di ruangan bernuansa putih itu. Satu-satunya suara yang memecah keheningan berasal dari monitor detak jantung yang berada di samping ranjang pasien yang menandakan bahwa ia masih hidup.
Sesaat kemudian, pintu itu terbuka dan menampilkan seseorang dengan jas putih dilengkapi stetoskop yang melingkar di leher jenjangnya. Tangan kirinya menggenggam beberapa lembar kertas berisi informasi pasien yang terjepit bersama papan kayu sebagai alasnya. Surai indigo yang diikat kuda menyisakan beberapa helai anak rambut yang menjuntai, menambah kesan manis di wajah ayunya.
"Hinata-sensei."
Seorang perawat muda yang sedang dalam masa trainee menghampiri gadis yang dipanggil Hinata.
"Mou Hanabi-chan, berhenti memanggilku begitu,"
"Hehehe, tak mungkin kan aku memanggil Hyuuga-sensei, sama saja aku memanggil diriku sendiri," jawab Hanabi.
Tak mendapat tanggapan atas candaannya, membuat gadis itu ikut terdiam menatap sang kakak. Hinata memandang pria yang terbaring di atas ranjang pasien itu dengan tatapan sendu.
"Jadi ini Tuan Uzumaki?" Hanabi kembali bersuara memecah keheningan di antara keduanya.
"Dia menderita scizofrenia sejak berusia 7 tahun. Keluarganya berusaha untuk membuatnya terlihat normal dengan terapi-terapi psikologi. Sampai akhirnya 2 tahun lalu ia kabur dari rumah, mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi dan mengalami kecelakaan hingga terbaring koma sampai saat ini," ujar Hinata.
Hanabi mengangguk mengerti, "Hmm, kasihan sekali ia harus mengalami kejadian mengerikan di usianya yang masih muda."
"Aku selalu berdoa agar ia lekas bangun dan mengakhiri mimpi indahnya," ucap Hinata sambil tersenyum simpul. Hanabi memeluk sang kakak dan memberi semangat, kemudian mengambil buket bunga aster yang sudah layu dan menggantinya dengan yang baru sesuai pesanan kakaknya itu, sebelum keluar untuk kembali bekerja.
Hinata mendekati ranjang pasien, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya saat melihat kondisi pria bersurai pirang yang terbaring dengan berbagai alat bantu penyokong kehidupannya. Sebuh cervical collar menyangga lehernya yang mendapat dampak serius akibat kecelakaan. Tubuh kurus itu harus terikat dengan semacam sabuk pengaman di bagian dada, kedua tangan dan kakinya atas permintaan dari pihak keluarga, berjaga-jaga jika suatu waktu ia terbangun dan mencoba kabur lagi. Namun Hinata merasa jika hal tersebut seolah membuat pria ini seperti dipenjarakan.
Hinata menggengam tangan tan yang semakin hari terlihat seperti tulang yang hanya terbungkus kulit, genggaman itu mengerat seolah mencoba menyalurkan kekuatan. Entah mendapat keberanian dari mana, Hinata mendekatkan wajahnya dan mencium bibir pucat pria itu. Setetes air mata mengalir dari kelopak sang gadis dan jatuh di atas pipi tirus kecoklatan sang pria yang masih terbuai di alam mimpinya.
"Have a nice dream, Naruto-kun." ujar Hinata, "Cepatlah bangun."
____________________________________________________
THE END?
____________________________________________________
Thank you for reading this story out!
First time ikutan event NaruHina, kaget juga bisa bikin cerita dalam waktu singkat! Hope you guys like my story.
Terima kasih untuk para panitia yang sudah mengadakan event ini, sukses selalu untuk kedepannya, dan ditunggu event-event lainnya.
[Sangat membutuhkan kritik dan saran dari pembaca untuk karya-karya selanjutnya.]
Please support my story by VOTE and COMMENT down below!
KAMU SEDANG MEMBACA
LOSS | NARUHINA [END]
FanfictionNaruto dan Hinata baru saja menikah, mereka memutuskan untuk pindah dari Tokyo dan memulai kehidupan baru di kota Numata, Gunma. Namun semenjak kedatangan mereka, terjadi serangkaian kasus pembunuhan di kota kecil itu. Mampukah mereka bertahan? NARU...