Bagian 3 -

12 0 0
                                    


Keesokan harinya….

“TURUNKAN TASYA!!! TURUNKAN TASYA!!! TURUNKAN TASYA!!!” teriak mereka bersama-sama.
  
“Astaga Sya, gimana nih kan gue udah bilang semalem hari ini bakal mengerikan! Mendingan lo pulang deh! Ya, ya, yah?” pinta Sellin sambil memandangku memohon.
  
“Gak Sell, gue harus bisa menghadapi mereka semua. Apapun yang terjadi!” aku harus teguh pada pendirianku, aku tidak boleh goyah hanya karena mereka. Pokoknya, apapun yang terjadi janji itu akan tetap dilaksanakan.
  
“Tapi Sya, sya, Tasya….” Aku tidak mau mempedulikan teriakan Sellin di belakangku. Aku harus terus maju.
  
“Huh… Ayo Sya semangat, jangan tak-“
  
“Woy!” aku celingak celinguk mencari sumber suara barusan.
  
“Woy cewek, sini! Dibalik pohon sebelah kanan.” Lanjut suara tersebut. Aku mengikuti intruksi dari si suara dan…
  
“Lo siapa, ngapain lo disitu?” tanyaku pada sang sumber suara yang seorang laki-laki.
  
“Udah nggak usah banyak nanya, cepet kesini!” perintahnya padaku.
  
Aku berjalan kearahnya, tapi… tunggu, jangan-jangan dia salah satu dari para jones gila itu? Ia pura-pura terpisah dari mereka agar bisa manyiksaku dengan puas? Atau jangan-jangan dia seorang perampok yang bermodus menjadi salah satu anggota genk jones itu?
  
“Woy, kenapa berhenti gue mau ngomong sama lo, ini penting! Cepetan sini.” Paksanya lagi.
  
Kenapa aku harus ikutin maunya dia, kalo dia yang butuh harusnya kan dia yang kesini. Bener kan?
  
“Eh cowok, kenapa harus gue yang ke elo, ya lo lah yang kesini. Lagipula yang butuh siapa, wleee!” balasku sambil menjulurkan lidahku padanya. Bisa-bisanya ia memerintahku. Apa ia tidak tahu bahwa aku ini ketua OSIS di SMU PATRIOT.
  
“Anjir, kalo gue bisa juga gue udah kesitu. Tapinya gue gak bisa, kalo gue kelihatan sama orang-orang yang ada bakalan terjadi meet and great dadakan!” kesalnya.
  
“Loh, kenapa ada meet and great emangnya lo siapa, artis, selebritis atau selebgram? Ah, atau lo youtubers?” tanyaku padanya.
  
“Ish, lo gak usah banyak tanya. Pokoknya lo kesini sekarang juga!” nih cewek ngeselin juga ya, uhhh… kalo bukan demi si Alin gue gak bakal mau ngelakuin ini. Sial!
  
“Gak, gue gak mau ngomong sama orang yang gak gue kenal. Kalo lo orang jahat gimana, kalo lo punya rencana gak baik sama gue gim-“
  
“Cukup! Oke, fine. Gue adalah Vano kakak dari Aruna Sabalin kelas X-“
  
“WOY! ADA VANO VOKALIS BAND THE PRINCE SAMA SI TASYA!” teriak salah seorang dari genk jones.
  
“TANGKAP MEREKA!” lanjut perempuan tadi.
  
Sial, inilah yang aku takutkan. Ini semua terjadi karena perempuan bawel satu ini, andai saja ia tidak banyak bertanya dan mengikuti semua perintahku pasti ini tidak akan terjad. Argghhhh….
  
“Duh, cowok, gimana nih, mereka mendekat kita harus gimana?” aku memperhatikan perempuan ini. Ternyata dia merasa takut juga, aku pikir tadi ia berani ternyata ia hanya pura-pura berani.
  
“Gara-gara lo sih, coba aja tad-“
  
“Duh, gausah salah-salahan sekarang mendingan kita pikirin gimana cara kita kabur dari zombie-zombie itu!” ucapnya heboh sambil memegang tanganku. Sebenarnya ia takut atau hanya ingin modus padaku?
  
“Astaga, mereka udah deket. Gimana in-“
  

Srettt….
  

Aku memegang tangannya lalu menariknya untuk ikut lari bersamaku. Jalan satu-satunya saat ini ya hanya lari. Kami harus berlari secepat mungkin.
  
Aku sesekali menengok ke belakang dan sialnya para zombie itu masih mengejar kami.
  
“Eh itu ada belokan, ayo kita lari ke belokan itu aja!” usulnya padaku.
  
“Oh ya, ayo!” kami pun melanjutkan lari kami mengikuti arah belokan itu.
  
“WOY BERHENTI!!!” teriak para zombie itu. Tapi tak ku perdulikan, yang penting sekarang kami harus lepas dari mereka.
  
“Eh, hosh… hosh… stop dulu… gue capek.” Ia sedikit menunduk sangking capeknya.
  
“Duh, kita gak punya banyak waktu sekarang juga kita harus lari. Emangnya lo mau ketangkep sama mereka?” tanyaku.
  
“Enggak mau lah, tapi gue capek banget. Gimana dong, emangnya gak ada cara lain apa?” aku memandangnya. Benar, aku rasa ia tidak kuat lagi. Tapi kalau kami tidak lari kami akan tertangkap oleh zombie-zombie itu. Aku bingung, bagaima-
  
“Ah, aku tau. Lihat disana! Kita bisa bersembunyi disana sebentar sampai mereka pergi. Bagaimana?” ia memandang ke arah yang ku tunjuk.
  
“Ah boleh tuh, dari pada lari-lari gak jelas mendingan kita ngumpet aja. Ayo!” kali ini ia yang menarik tanganku. Tak apalah, tadi saat lari kan aku yang menarik tangannya sekarang ia yang menarik tanganku. 1:1 (satu sama).
  
Kami berlari menuju rumah kosong tersebut dan mulai mencari tempat untuk bersembunyi.
  
“Ngumpet sini aja, gimana?” tanyanya. Aku melihat tempat yang ia maksud.
  
“Okelah, ayo!” kami pun duduk sambil tetap bersembunyi diantara kardus-kardus yang tidak tersusun rapih.
  
“Hhuh… akhirnya bisa duduk juga. Cape banget gue, belum lagi kaki gue pegel semua.” Ungkapnya sambil memijit pelan kakinya sendiri.
  
“Lebay lo, baru juga lari sedikit masa udah cape.” Ejekku.
  
“Lari dikit lo bilang, ini tuh udah kaya lari marathon tau gak?” kesalnya sambil terus memijit kakinya. Sebenarnya aku juga capek, apa yang diucapkannya benar. Kami memang sudah berlari sangat jauh.
  
“Iyadeh serah lo aja.” Ia hanya memandangku kesal, lalu melanjutkan lagi kegatannya tadi.
  
“Eh tapi, gue bingung sebenernya lo itu siapa sih? Kok mereka ngejar lo juga?” kini ia memandangku penuh selidik.
  
“Lo gak tau siapa gue?” tanyaku heran. Benarkah ia tidak tau siapa aku, ah mungkin ia tinggal di tempat yang terpencil atau ia tidak punya tv di rumah?
  
“Lo gak punya tv ya dirumah?” lanjutku.
  
“Lho, kok nyambungnya ke tv sih. Orang gue nanya lo siapa!” Fix, nih cewek pasti berasal dari planet lain.
  
“Oke, gue bakal memperkenalkan diri gue ke elo, meskipun ini terdengar agak aneh karena baru lo, orang yang gak kenal sama gue.” Ia memperhatikanku dengan saksama.
  
“Gue adal-eh tunggu, lo pake tato yah?” tanyaku padanya sebab ada sesuatu bewarna hitam yang menempel di lehernya.
  
“Tato? Ya gak mungkinlah!”
  
“Tapi itu ada item-item di leher lo. Wow, gue baru sadar ternyata tato lo itu gambarnya cicak, keren-keren!” pujiku padanya sambil bertepuk tangan.
  
“Apa, ci… cicak?” aku memperhatikan wajahnya yang seketika memucat.
  
“Iya tato lo gambarnya ci-“
  
“AHHHHH….. CICAK!!! ANJRIT, GUE BENCI CICAK, GUE BENCI CICAK, DASAR CICAK SIALAN!!! PLISSS, TOLONGIN GUE BUANG ITU CICAK, GUE BENER-BENER BENCI CICAK, PLISSS!!!” aku memperhatikannya yang sekarang duduk di atas pangkuanku sambil bergerak asal-asalan.

  
Deg… deg… deg…

  
Sial, ada apa dengan jantungku?
 
“Plisss, tolongin gue. Gue bener-bener takut ci….. cak?” ia memandangku gugup. Mungkin ia baru sadar bahwa kami begitu dekat. Bahkan hidung kami hampir menempel.

  
1 detik…
  
2 detik…
  
3 detik…
  
4 detik…
  
5 detik…
  
6 detik…
  
7 detik…
  
Bahkan deru nafas perempuan ini bisa kurasakan menerpa wajahku, aku mendekatkan wajahku ke wajahnya. Terus mendekat, mendekat, lebih dekat, sangat dekat, sedikit lagi, dan….

  
Gubrakkkk….






TBC ...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 12, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Teman Rasa PacarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang