BAB 4♡

18 4 0
                                    

"Kenalin kak. Gue Mahendra. Pacarnya Ragina." Jawabnya penuh percaya diri dan membuatku ingin segera memotong lidah tak bertulang miliknya itu.

Kak Rivan yang mendengarkan hal itu,seketika membulatkan matanya.

"Maksud lo apa?" Ketus Kak Rivan,sementara aku hanya diam,tak berani mengambil ahli bicara.

"Gak. Becanda gue." Sahut Kak Mahendra dengan santai. Dia belum tahu,kalau kak Rivan marah,apapun tidak akan dia pedulikan.

Titt.... Titt....

Ponsel Kak Rivan berbunyi,dia melepaskan pelukan ku dan pergi agak menjauh dari aku dan Kak Mahendra.

Kak Rivan hanya pergi mungkin sekitar 10 menit,tapi karena Kak Mahendra berada di dekatku,aku merasa Kak Rivan pergi selama satu abad.

"Takut banget lo sama gue?"  Tanya nya secara tiba-tiba dan membuatku sedikit terkejut.

Aku diam.

"Sante aja. Gue gak makan manusia. Apa lagi yang modelnya seperti lo." Sinisnya.

Mahesa,Please. Ingin berkata kasar. Batinku.
Seenaknya saja dia menghinaku,ingin sekali aku memotong lidahnya dan mencabut giginya. Tapi takut dosa.

"Gina. Kakak ada urusan mendadak,tadi kakak bolos dikit,kamu pulang sama dia dulu yah." Kata Kak Rivan,yang sudah selesai mengangkat telepon.

"Kak,tap----" aku ingin menolak. Apa yang terjadi dengan Kak Rivan,tumben dia tidak membunuh laki-laki yang mengaku jadi pacarku.

"Lo. Nama lo siapa?" Tanya Kak Rivan pada Kak Mahendra.

"Mahendra Bagaskara." Jawabnya.

"Antarin adek gue pulang. Sampai dia kenapa-kenapa,lo urusan sama gue." Perintah Kak Rivan,kepada Kak Mahendra,sementara yang diperintah hanya diam dan mengangguk kepala.

"Dek. Kakak pergi dulu yah. Kalau ada apa-apa telfon kakak yah." Kak Rivan mengelus rambutku pelan.

"Iya kak." Sahutku sambil memaksa tersenyum. Lalu,setelah itu Kak Rivan pergi dan terisisa aku dan Kak Mahendra.

Siap-siap saja aku tidak akan aman bersama mahluk serem ini. Rasanya aku sedang berhadapan dengan malaikat penghakim.

"Makan dulu baru pulang." Kata Kak Mahendra,saat kami sudah berada di dalam mobil dan meninggalkan lingkungan sekolah.

"Gak bisa. Soal-----" Jawabku gugup.

"Gue gak nerima penolakan." Ketusnya dan membuatku tidak bisa menjawab. Sementara didalam hati,aku melafalkan doa,perlindungan dari kematian. Sensasi di dekat Kak Mahendra,membuatku seolah-olah sedang berada di ambang kematian.

Setelahnya kami berdua diam,tidak ada pembicaraan. Kak Mahendra fokus menyetir dan aku fokus membaca doa.
Sesekali aku mencuri pandang ke arahnya.

"Kenapa liat?" Tanyanya.

"Gak apa-apa." Jawabku dengan sisa keberanian yang ku punya.

Setelah beberapa lama di perjalanan,mobil kami berhenti di sebuah warung makan sederhana. Aku berjalan mengekori Kak Mahendra,yang sedang fokus mencari meja.

MemóriasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang