Sang surya baru saja akan meninggi, mencerahkan awan yang berparade lambat. Mengelilingi penjuru tak kenal lelah, darat dan lautan di hangatinya tak pernah jenuh. Asap dan polusi berhamburan, terang matahari membuatnya nampak jelas. Sementara jauh diluar keinginan, para kendaraan saling berlomba pada jalurnya, desak-desakan dalam gerahnya kota. Namun, tidak untuk Viona. Gerah tidak terasa lagi jika sudah tentang Bara.
Gadis itu membalikan badan dan berlari secepat mungkin begitu Dewi memberitahunya kemungkinan Bara masuk ruang Bp lagi. Lagi? Ya, ini kesekian kalinya seorang Barangga Miller menginjakkan kaki diruangan itu. Ruang sidang bagi para preman sekolah.
Keinginan Viona menerobos siswa-siswi berseragam SMA didepannya sangat salah, meski dia juga mengenakan seragam yang sama, gadis tomboy seperti Viona tidak boleh menambah masalah dengan sengaja menabrakan diri ke beberapa siswa ganas yang pernah melibatkan dirinya dalam tragedi tak diinginkan. Lantas gadis rambut maroon itu berbalik lagi mencari jalan agar sampai di ruang Bp tanpa terlambat, sedetikpun. Jika tidak dia, bukan tapi Bara akan dalam masalah yang jauh lebih serius dari ini.
“Permisi! Misi. biarin gue lewat plis, kasih jalan dong, lagi buru-buru nih,” teriak Viona memelas pada kumpulan manusia di depannya. Ia meracau gelisah, kenapa murid SMA Negeri 6 harus sebanyak ini, sampai-sampai memenuhi koridor. Menyesakkan.
“Itu kan Viona. Ngapain dia? Kelihatannya buru-buru banget.”
“Viona!? Sosisnya baru gue beli, belom dimakan juga udah lo jatuhin!”
“Ambil, belum lima menit!” seru Viona tanpa berhenti berlari.
“Ih, Vio. Pelan-pelan aja kali.”
“Kampret, Viona berani ngagetin gue lo ya?!”Para korban tabrakan Viona memberanginya, namun, urusan dengan para penggosip koridor itu akan diurusnya nanti.
Langkah Viona melambat setelah kurang dari dua menit lari-larian di sepanjang kerumunan. Ia berakhir didepan kusen pintu ber-cat putih-abu-abu yang bersih nan nampak baru. Sebelum sempat menekan gagang pintu, suara yang ia kenal sebagai suara Bara merebak dari dalam ruangan itu. Membikin Viona urung niat.
“Pak, saya akan membuat surat permintaan maaf sekarang. Karena hari ini hari terakhir saya.”
“Sudah tau hari terakhir masih aja bikin masalah, sudah kamu keluar!” seru Pak Rusman diiringi hentakan tumpukan buku diatas meja.
Menjadi murid penuh prestasi tak selalu jadi kebanggan guru. Setidaknya itu yang dirasakan Bara. Beberapa kali ia menjadi juara umum hingga olimpiade sains tingkat Nasional. Tidak menutup kemungkinan Bara juga salah satu langganan Pak Rusman sebagai guru bimbingan konseling, guru yang dituntut berhadapan dengan pembuat onar.
Kasus dari satu bulan terakhir mungkin kode keras untuk Bara agar segera keluar dari sekolah ini. Namun, sebelum sekolah menyeretnya keluar. Bara meminta surat pindah lebih dulu, sehingga namanya sedikit terselamatkan dari dikeluarkan oleh sekolah secara tidak terhormat.
Viona menarik kembali tangannya. Mematung ditempat sebelum Bara berada di hadapannya. Ia menatap kosong kebawah sembari memenungkan kalimat Bara barusan. Hingga tidak menyadari cowok itu sudah berlalu.
“Bara?!” Panggil Viona menarik kakinya hingga tepat di belakang Bara.
“Apa maksudnya hari terakhir?” lanjutnya seakan sedang berbicara pada punggung cowok itu.
Bara tetap berjalan. Ia memilih diam pada cewek yang sudah terlalu sering menjerumuskannya ke lubang masalah.
Viona mempercepat langkah, dan sekarang ia bisa bertemu langsung dengan wajah manis Bara, walaupun Viona berjalan memundur. Ia bisa lihat bagaimana tatapan Bara sangat tenang. Bahkan baru bebas dari ruang Bp saja Bara tidak memiliki wajah orang-orang yang telah dihukum. Dari apa yang Viona tangkap Cowok ini setenang air.
![](https://img.wattpad.com/cover/155827619-288-k128227.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Fine di Noi
Roman pour Adolescents[UPDATE SETIAP KAMIS & MINGGU] Datangmu Tak membawa warna, Tak seindah pelangi ataupun semerdu alunan denting nada.