1

30 2 0
                                    


***Entah kenapa, kejujurannya membuatku merasa sesak dan sulit bernafas***

Disinilah aku sekarang menemaninya selalu. Sejak ia kecil, aku selalu ada didekatnya hingga ia tumbuh menjadi gadis cantik berambut coklat. Rambut panjangnya yang tergerai menari ke kanan dan ke kiri mengikuti langkahnya yang cepat. Mata coklat nan tegas melengkapi wajahnya yang dingin. Tatapan mata yang tajam itu indah namun kosong. Kekosongan jelas terlihat bagi yang melihat mata coklatnya walau sekilas.

Gadis dingin yang dari kecil kurawat dengan baik, kini menjadi milikku. Entah karna apa aku menyatakan perasaanku pada gadis yang mengerti perasaanya saja tidak. Bagaimana bisa dia menerima dan mengatakan "iya" saat dia tidak tau apa itu cinta?

Aku tidak tau alasan kenapa aku memilihnya, alasan aku ikut merasakan kesedihannya, alasan kenapa aku peduli dengan semua ini, alasan kenapa aku tertarik dengan sebuah cerita masalalu. Aku hanyalah bodyguard bayaran yang harus menghapus apa itu iba, aku dibayar sangat mahal hanya untuk merawat, melindungi, dan mengajarkannya tugas sekolah.

Kami tinggal di pinggiran kota New York dengan sebuah Mansion yang megah lengkap dengan belasan pembantu didalamnya. Kami tinggal selama beberapa tahun disana.

Sampai akhirnya kami disini sekarang, di sekolah elit. Sekolah yang sangat megah bagi negara berkembang seperti Indonesia, Indonesia memang memiliki banyak kejutan dibalik bayang-bayang "Negara Berkembang".

"Kita sudah sampai" ucapnya datar sambil menghentikan langkahnya.

"Aris, apa kau ingat bagaimana wajah mr. Robby?" Ia bertanya tanpa membalikan badan ataupun wajahnya.

"Ya, tentu saja aku mengingatnya ms. Lowren."

Gadis itu menoleh dan menatapku aneh sekarang. Apa aku baru saja mengatakan hal yang salah?

"Ada apa?" Tanyaku singkat

Dia yang berada 5 kaki dariku berjalan perlahan dan mendekatiku seraya mentapku lekat-lekat. Aku tidak bergeming dari posisiku dan aku ikut menatapnya dengan heran. Dia yang jauh lebih pendek dariku pun menonggak untuk menatapku.

"Kau bilang apa tadi? Ms. Lowren?"

"Ya, apa ada yang salah?"

"Kenapa kamu memanggilku dengan sebutan itu? Bukankah kita ini pacaran? Bukan begitu caranya memanggil kekasihmu." Ucapnya, yang mulai menjauh dari wajahku dan berbalik melanjutkan langkahnya.

Aku kaget dengan pernyataannya yang tiba-tiba. Ia terdengar sangat manis seolah membutuhkan kasih sayang dan perhatian yang lebih.

Aku bergegas mengejarnya, dan menarik tangannya untuk menghentikan langkah kakinya yang cepat."tunggu!"

Aku menariknya hingga ia berbalik dan menabrak dadaku. Dia sempat kaget karna perlakuanku yang tiba-tiba itu. Aku menatap mata coklatnya yang kosong, dan ia pun menonggak kearahku.

"Lalu, bagaimana aku harus memanggilmu?" Tanyaku yang masih memegang pergelangan tangannya.

Dia diam, lalu menunduk.
Aku mengangkat dagunya untuk menatapku lagi, namun dia masih diam.

Keheningan terjadi beberapa detik, aku tidak tau apa dia malu untuk mengatakannya atau sebaliknya? Hingga akhirnya dia membuka bibir mungilnya perlahan.

"Aku. Aku tidak tau. Aku belum membacanya sampai situ." Dia kembali tidak mau menatapku.

Aku mengerutkan dahiku bingung. "Apa maksudnya Anastasya?" Tanyaku heran.

"Menurut buku yang aku baca, kamu tidak seharusnya memanggil pacarmu dengan kata Miss. Lalu, aku tidak tau nama apa yang pantas diberikan untuk memanggil pasangan lawan jenis. Aku belum membacanya, itu karna-

"Hentikan, Anastasya. Kamu tidak perlu meneruskannya." Aku menunduk lemas mendengar penjelasan yang diberikan gadis itu. Aku fikir, dia sudah mengerti apa itu hubungan terlepas dari nama panggilan yang akan diberikan. Tapi ternyata aku salah, dia masih Anastasya Lowren kecil yang polos. Anak kecil polos yang tidak tau apa-apa terutama perasaan.

Aku masih merasakan bahwa Anastasya masih menatapku penuh kebingunggan.

Sementara aku terus saja menunduk, aku mengutuk diriku yang berfikir Anastasya punya atau tau sedikit tentang apa itu perasaan, apa itu cinta.
Inilah alasanku kenapa tidak hanya dia dalam hidupku. Mungkin rasa ini bukanlah cinta, melainkan iba karena semua masalalunya.

Aku terus memikirkan betapa polosnya gadis itu dengan jujur mengatakan semua bedasarkan buku, aku terus terdiam dengan Anastasya yang masih menatapku. Entah kenapa, kejujurannya membuatku merasa sesak dan sulit bernafas. Aku menghembuskan nafasku kasar.

Hingga seseorang datang menghampiri kami, dan memecah keheningan. Lalu, melupakan sesak nafas yang menyerangku tiba-tiba.

"Ms. Anastasya. Nice to meet you." Ucapnya sambil menyodorkan tangan.

Anastasya hanya menatapnya heran tanpa menyambut tangan pria itu, di biarkanya tangan itu menggantung lama.

"Anastasya, dialah mr. Robby."

Anastasya menatapku sebentar. Lalu menatap sosok yang ada di depannya dengan tangan yang masih menggantung.

"Ahh.. sepertinya anda memang Anastasya Lowren yang diceritakan. Semuanya sesuai dengan informasi yang saya peroleh dari Mr.Lerman. Dingin, berambut panjang, mata tajam berlensa coklat. Dan juga, pandangan kosong yang seolah tidak peduli dengan bagaimana dunia ini berjalan." Ucapnya sambil menarik kembali tangannya yang sempat menggantung lama.

"Lalu, apa anda Mr. Aristoteles?" Sambungnya.

"Ya. Maaf mr. Lerman tidak bisa hadir, beliau akan datang dalam beberapa minggu karna ada urusan yang tidak bisa ia tinggalkan."

"Ya, dia memang direktur yang sangat sibuk. Aku tercengang dengan saham yang dia punya disini. Entah itu kuliner, tambang, maupun pendidikan disini." Ucapnya sambil sedikit menyunggingkan senyumnya dengan tangan dimasukan kedalam saku celana.

"Ya. Beliau sangat handal mengurus perusahaan yang baru saja jatuh ketangannya beberapa tahun lalu."

"Ya. Beliau sangat luarbiasa. Semua ada padanya. Kekayaan, karisma, tatapan dingin dan tajam, juga tampang yang menghipnotis."

"Ya itu benar. Apa yang lain sudah datang?"

"Gian dan Sain?"

Aku mengangguk pelan.

"Gian sudah ada dari pagi, dia menyelesaikan virus dan beberapa kejahatan siber yang merugikan negara. Dia bocah genius, hanya dalam 2 jam dia mampu mendeteksi sekitar 60% virus dan tersangka kejahatan siber."

"Lalu, bagaimana dengan Sain?"

"Dia ada di ruangan server 2-

"Sebentar, kau memisahkan mereka?" Tanyaku heran

"Maaf, tapi itu permintaan dari Sain. Dia tidak ingin bersama bocah genius itu. Dia bilang, dia harus memecahkan kode rahasia." Terangnya dengan muka yang sedikit menyesal.

Aku mengerutkan dahiku. Bukan karna aku tidak mengerti perkataan mr. Robby. Tapi, aku merasa ada yang hilang.
Anastasya! Astaga, bagaimana bisa aku melupakannya dan malah asik mengobrol.

Feelings DeletingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang