White Room
" Tidak perlu menangis. Tidak ada orang mati disini. "
Dengan wajah yang tertunduk dia menutup kupingnya erat-erat diruangan sepi nan putih, hanya dia yang ada diruangan itu. Dia tertunduk dengan memejamkan matanya, dia mencoba mengingat kembali sesuatu yang pernah terjadi. Dia terus tertunduk dan menutup kupingnya sembari menggumam kata-kata yang sama diruangan kedap suara itu. " LA-RI.. Lari... Lari... Aku-harus, LA-RI..."
TAK.... TAK...TAK..
Suara langkah kaki menggema diruangan kedap suara itu, suara langkah kaki itu datang perlahan dan mulai menghampirinya.
" Anastasya " Laki-laki berumur 17 tahun berjongkok seraya menunggu respon bocah 10 tahun itu, tetapi dia hanya diam dan berhenti bergumam. " Ini aku, Sean. Apa kau ingat apa yang tejadi? " Lanjut-nya lagi.
Dia menunggu dengan sabar selama beberapa detik, dan gadis itu mulai membuka mulutnya perlahan. Namun, ia masih tertunduk dengan rambut panjangnya yang menutupi wajah.
" Yang terjadi ?" Ulang gadis itu dan mulai mengangkat wajahnya. Ia menatap mata Sean tak kalah tajam, ia mengamati bentuk wajahnya yang terpahat sempurna seraya mengingat kejadian malam itu.
Setelah beberapa detik, dia kembali membuka mulutnya karna telah mengingat dengan sangat jelas apa yang terjadi. " Yang terjadi adalah.. Kau Terlambat! Kau Terlambat! Kau, Terlambat! MR. Sean LERMAN! Kau---- Kau Terlambat.. hikss.." Teriakan gadis itu menggema, diiringgi dengan tangisan yang akhirnya pecah. Hal itu membuat Sean terkerjap kaget. Dia jatuh terduduk mendengar teriakan nyaring gadis itu. Sementara Anastasya sudah berdiri dan memandangnya dengan wajah penuh airmata. "MR. LERMAN. Mereka mati.. Karnamu. " sambungnya
Sean berdiri dan mendekati gadis itu." Kau, menyalahkan ku? Memangnya dengan menyalahkanku mereka bisa bangun lagi? Memangnya dengan menyalahkanku kepala Ayahmu bisa tersambung lagi? Lalu, untuk apa air mata itu Anastasya? Ibumu tidak akan bangun kembali dengan airmata itu."
Sean membungkukkan badannya dan berbisik dengan pelan di kuping Anastasya. " Tidak perlu menangis. Tidak ada orang mati disini. "
Anastasya tertegun dengan perkataan Sean. Mendadak rasa sedihnya hilang. Dia diam dan berfikir. Semua yang dibicarakannya benar. Menyalahkan orang lain sekarang, tidak akan menghidupkan siapapun. Tidak akan mengubah apapun. Yang seharusnya dia lakukan bukanlah lari pada saat itu, yang seharusnya adalah dia menyelamatkan orangtuanya terlebih dahulu. Setidaknya dia bisa membawa Ibunya untuk ikut lari bersamanya, bukannya meninggalkannya sendiri.
Sean menegakkan kembali tubuhnya, dan menatap anak sepuluh tahun dihadapannya. Sementara anak itu terkulai lemas sambil memundurkan langkahnya. Ia mundur dan terjatuh dikursinya, dia duduk dengan tidak bergairah dan menundukan wajahnya.
Rambut panjangnya turun menutupi wajahnya. Dia tidak sanggup lagi menatap Sean karna malu dengan perkataannya. Dia malu karna telah menyalahkan Sean yang tidak tau apa-apa, dia menyalahkan orang lain karna kesalahannya sendiri. Keselahannya yang tidak bisa menyelamatkan orangtuanya.
Sean menatap anak itu sebentar. lalu ia meninggalkannya sendiri di ruang isolasi tersebut.
.
.
.
.
.
.
.
.
Aris POV
Apa aku terlalu kasar padanya? Apa aku yang kayak anak kecil? Aggrh, Anastasya kau dimana?! Kau benar-benar bisa membuatku gila. Aku harus menemukanmu sekarang.
Sekolah ini terlalu luas, kita juga baru sampai disini. Jadi, kemungkinan sangat kecil jika dia pergi terlalu jauh. Emm.. Sepertinya, aku mendengar sesuatu di taman.
" LA-RI.. Lari... Lari... Aku-harus, LA-RI..."
" Anastasya! "aku menghampirinya perlahan, dia duduk dengan merapatkan kaki dan memegang kupingnya. Dia terus bergumam seperti orang yang mengalami depresi berat." Hei, apa yang kau lakukan disini, dan apa yang terjadi padamu? Apa aku menyakitimu? " Lanjutku.
Dia berhenti bergumam.
" Yang terjadi adalah.. Kau Terlambat! Kau Terlambat! Kau, Terlambat! MR. Sean LERMAN! Kau---- Kau Terlambat.. hikss.."
Dia berteriak dengan sangat kencang, aku kaget dan memundurkan langkahku. Dia terlihat sangat marah. Entah karna apa dia menjadi seperti ini. Dia menangis, berteriak, dan juga membawa-bawa nama Mr. Lerman. Apa yang sebenarnya terjadi diantara mereka berdua.
"MR. LERMAN. Mereka mati.. Karnamu. " sambungnya
Aku tertegun mendengar apa yang baru saja dia katakan. Mana mungkin seorang direktur Core Business membunuh seseorang. Maksudku, membunuh dengan tangannya sendiri adalah hal yang mustahil.
" Anastasya, apa benar mr. lerman melakukannya? " Tanyaku memastikan.
Gadis itu diam dan menatapku tertegun. Dia tidak lagi menangis dan histeris seperti tadi.
Aku berusaha menenangkannya yang tampak ketekutan. Aku menghampirinya dan memeluknya. Aku berbisik dengan lembut di kupinngnya" Anastasya, kenapa kamu menangis? Semuanya akan baik-baik saja, trust me. "
Aku mengelus kepalanya dengan lembut, dia yang tidak membalas pelukanku malah memundurkan langkahnya. Dia mundur dan terjatuh dengan lemas.
Aku memperhatikannya sebetar, dia terlihat mulai tenang walaupun masih tampak ketakutan. Aku menghampirinya dan mengelus pipinya. Aku rapihkan rambutnya yang berantakan dan mengaitkannya di kuping. Aku menatap matanya dan menarik dagu lancipnya, aku menciumnya. Aku menciumnya dengan pelan dan membiarkan bibirku berlama-lama di dahi lebarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Feelings Deleting
ФэнтезиFeelings Deleting ? Complete or Not? Kehilangan barang atau orang yang berharga memang membuat perasaan bercampur aduk. Tapi, bagaimana jika perasaanmu yang hilang? Kehilangan perasaan adalah suatu yang menyedihkan bagi manusia. Dan bagaimana jika o...